Breaking News

Trending Template

Vrydag 06 Desember 2013

MALARIA PADA IBU HAMIL (PROMOSI KESEHATAN )



PERENCANAAN
1.    Identifikasi Masalah
Malaria merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim di daerah tersebut.
Penyebaran yang luas serta kemampuan untuk menginfeksi yang tinggi menyebabkan penyakit ini sulit untuk dikendalikan. Sekitar 100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahun dan sekitar 1 persen diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan penyebab utama kematian di negara sedang berkembang. Penyakit ini setiap tahun terjadi 300 – 500 juta kasus yang  menyebabkan 2 juta kematian (1 dalam 30 detik) dan lebih dari 90% penderita adalah anak balita (Tetriana,2007). Terhitung bahwa 0,9 – 2,3 juta kematian pada anak di sebabkan oleh malaria yang terjadi di sub Sahara Afrika (Vilamor, et.al, 2003). Angka kematian  bayi dan anak di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia hampir 10 kali lipat dari angka kematian bayi dan anak di negara maju. Setiap tahun 12 juta anak meninggal sebelum usia 5 tahun, 70 % di antaranya meninggal karena pneumonia, diare, malaria, campak malnutrisi dan juga komplikasi dari penyakit/ keadaan tersebut di atas (Heryati,2002).
Kematian banyak terjadi pada negara-negara yang menjadi daerah endemik malaria, antara lain negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, terutama di Propinsi bagian timur seperti daerah pedesaan di luar Jawa dan Bali. Menurut data dari fasilitas kesehatan Depkes RI pada tahun 2001 diperkirakan prevalensi malaria adalah 850,2 per 100.000 penduduk dengan angka yang tertinggi 20% di Gorontalo, 13% di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia adalah 11 per 100.000 untuk laki-laki dan 8 per 100.000 untuk perempuan (Nurhayati,2006).
Sebagai salah satu “re-emerging infectious disease” di Indonesia, malaria  endemis di beberapa provinsi. Secara nasional pada tahun 2007 Provinsi Papua Barat mempunyai Annual Malaria Incidence (AMI) tertinggi (346 ), urutan kedua Provinsi Papua (176 ), dan urutan ketiga adalah Provinsi Maluku Utara ( 92,04 ). Provinsi Nusa Tenggara Timur sendiri menempati urutan ke empat dengan AMI sebesar 81,32 (Depkes RI, 2007).
Selain kematian dan kesakitan yang ditimbulkan oleh malaria, penyakit ini merupakan masalah dan tantangan kesehatan masyarakat karena terbanyak menyerang masyarakat miskin dan memiskinkan masyarakat. Pada tahun 2001 malaria berada pada urutan ke delapan sebagai penyumbang  Disability Adjusted Life Year (DALY) terbesar di dunia dan berada pada urutan kedua di Afrika (WHO, 2002). 
Setiap orang mempunyai risiko untuk terkena malaria, wanita hamil dan anak di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rawan. Wanita hamil memiliki kemungkinan terserang malaria falciparum lebih sering dan lebih berat dibandingkan  wanita tidak hamil. Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi  parasit banyak ditemukan dalam plasenta sehingga diduga respon imun terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan dengan supresi sistem imun baik humoral maupun selular selama kehamilan yang dihubungkan dengan adanya fetus dalam tubuh ibu. Plasenta dengan konsentrasi eritrosit ini dapat menyebabkan terjadinya malaria kongenital pada bayinya (Warouw, 2010)
Penyakit malaria jarang terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat, bahkan dapat sebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi (Harijanto,2010). Di Sub Sahara Afrika 80 % kematian pada anak bawah lima tahun (balita) di sebabkan oleh Demikian juga dengan keadaan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan hidup  nyamuk dan didukung oleh perilaku manusia, meningkatkan risiko terjadinya kontak yang menyebabkan terjadinya penyakit malaria ini. Interaksi faktor-faktor tersebut penting untuk dikaji terutama untuk menganalisis hubungannya dengan kejadian malaria pada anak.
2.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian identifikasi masalah, dapat dirumuskan permasalahan umum yaitu    
a.    Berdasarkan jumlah Ibu hamil yang mudah terkenal penyakit malaria  
b.    Kurangnya pengetahuan tentang bahaya penyakit malaria pada Ibu hamil
c.    Kurangnya pengetahuan dan pencegahan penyakit malaria pada ibu hamil  
d.   Tidak adanya pencegahan penggunaan kelambu dan penggunaan obat nyamuk  terhadap kejadian malaria pada ibu hamil
e.    Kader posyandu sebagai pilar kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat ini telah mendapat pelatiahn pencegahan terjadinya penyakit malaria namun kurang sosialisasi kepada masyarakat
3.    Tujuan Dan Sasaran Kegiatan
Tujuan umum kegiatan ini adalah Untuk mengetahui beberapa faktor Ibu hamil, faktor lingkungan dan faktor pelayanan kesehatan yang berpengaruh terhadap kejadian malaria Ibu hamil
Tujuan khusus ini adalah :
a.       Menilai seberapa banyak terjadinya malaria pada ibu hamil

b.      Untuk meningkatkan penegtahuan kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang bahayanya penyakit malaria
c.       Untuk meningkatkan pencegahan dan penaganan penyakit malaria
d.      Untuk melihat dan mengetahuai tingkat keberhasilan penaganan penyakit malaria pada Ibu hamil 
Sasaran kesiatan ini adalah kader posyandu, Ibu hamil serta masyarat awam

4.    Rencana Kegiatan
Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada kader posyandu, Ibu hamil serta masyarat awam agar bertambah dalam hal pencegahan penyakit malaria
5.    Instrumen Monitoring Dan Evaluasi
Keterampilan kader posyandu meningkat dan pengetahuan Ibu hamil serta masyarakat awam tentang penyakit malaria meningkat sehingga kejadian penyakit malaria berkurang


PENGORGANISASIAN
 Kerjasama dengan Dinas kesehatan sangat dibutuhkan agar kegiatan yang telah direncanakan berjalan dengan baiak dan berkesinabungan :  contohnya kerjasama yang dilakukan meliputi :
a.    Posyandu
menampung seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan malaria agar dapat terlaksana secara terencana, terarah, terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan sehingga dapat memberi hasil optimal dalam penemuan dan pengobatan penderita serta pencegahan penularan malaria
Mekanisme ibu hamil  adalah setelah Ibu hamil ditimbang maka hasil penimbangannya akan diisikan ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat). 
ü  Ibu hamil memperoleh penyuluhan kesehatan serta pencegahan penyakit
ü  Kader menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang penyakit malaria
ü  Kader melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan
b.   Puskesmas
Puskesmas menerima rujukan Ibu hamil dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang dari rawat inap di rumah sakit, kemudian menyeleksi kasus dengan cara menimbang ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Z-Score WHO-NCHS apabila ternyata berat badan anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk mendapatkan PMT pemulihan, apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB < 60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2 minggu dan mendapat PMT-P dari PPG, apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain


PELAKSANAAN
Pelaksana kegiatan      :           Novita Lajuhani  
Waktu pelaksanaan     :            Desember 2013
Tempat                        :            Posyandu Kaukes

 Mekanisme dan prosedur pelaksanaan :  diskusi dan paktek

 
No
Kegiatan Diskusi Dan Praktek
Kegiatan Peserta
1


ü  Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam.
ü  Memperkenalkan diri
ü  Menjelaskan tujuan dari kegiatan
ü  Menjelaskan tentang Penyakit malaria
ü  Memberikan kesempatan untuk peserta untuk bertanya
ü  Memberikan pertanyaan untuk peserta
ü  Memberikan pujian untuk peserta yang menjawab
ü  Memberikan pengarahan dan motivasi agar kegiatan ini dapat terus berkelanjutan.
ü  Mengucapkan terima kasih atas partisipasi peserta dan pujian seta membagikan souvenir kepada peserta
ü  Mengucapkan salam penutup

ü  Menjawab salam

ü  Mendengarkan
ü  Memperhatikan
ü  Mendengarkan
ü  Bertanya

ü  Menjawab pertanyaan
ü  Bertepuk tangan

ü  Memperhatikan dan mendengarkan

ü  Mendengarkan

ü  Menjawab salam
















EVALUASI
Pemahaman kebijakan eliminasi malaria oleh Dinas Kesehatan sudah baik, hal tersebut ditunjukkan dengan upaya mengimplementasikan kebijakan nasional yaitu SK Menkes No. 293 tahun 2009, pemerintah telah membuat peraturan gubernur untuk mengimplementasikan Kepmenkes, yaitu Pergub No. 10 tahun 2010 tentang tata cara pelaksanaan eliminasi malaria. Di dalam Peraturan Gubernur tersebut menyatakan bahwa eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari Kabupaten/ Kota dan Provinsi menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya yang tersedia, di mana tahap eliminasi malaria adalah tahapan pemberantasan, praeliminasi, eliminasi dan pemeliharaan. Salah satu hambatan dalam pengorganisasian untuk eliminasi malaria sesuai amanat Pergub, adalah belum terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja)  yang akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Menurut Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Dinkes Provinsi, Pokja belum terbentuk, baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota seperti pernyataannya di bawah ini: “Dalam Peraturan Gubernur ini, direncanakan dibentuk Pokja-Pokja yang terdiri dari lintas sektor, tapi ada persoalan, Pokja-Pokja belum terbentuk, tapi pekerjaan kita koordinasikan sudah terlaksana”. Sebagai tindak lanjut Peraturan Gubernur, Bupati/ Walikota diharapkan menyusun Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota dan membentuk Pokja program eliminasi Malaria Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota, tapi belum semua Kabupaten/Kota mempunyai Perda/Perwali. Seperti pernyataan Kabid P2 Dinkes Provinsi. “Tindak lanjut Peraturan Gubernur, setiap Kabupaten/Kota diharapkan diikuti pembentukan perturan daerah dan peraturan walikota. Sampai saat ini, belum semua Kabupaten/Kota memiliki Peraturan Daerah/Peraturan Walikota”. Pemahaman Dinas Kesehatan Kabupaten tentang Kebijakan Eliminasi Malaria, sudah baik. Kebijakan eliminasi malaria di Kabupaten Karangasem sudah dilakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif program eliminasi malaria dan sudah menggalang kemitraan lintas program dan lintas sektor, seperti pernyataan Kabid P2 Dinkes Karangasem yaitu: “Yang kita pahami pada kebijakan eliminasi malaria adalah mendukung SK Bapak Gubernur No. 10 tahun 2010 dan daerah sudah membuat Peraturan Daerah No. 2 tahun 2010.
Read more ...

Donderdag 05 Desember 2013

Air Susu Ibu Versus Susu Botol



                 Air Susu Ibu Versus Susu Botol

Memberikan air susu ibu atau susu botol memang masih menjadi dilema berat bagi ibu bekerja. Namun, sejauh memungkinkan, para peneliti membuktikan bahwa memberikan susu murni alias ASI, kenyataannya jauh lebih menguntungkan dibanding dengan susu botol.
Salah satu penelitian menyebutkan, bayi yang mendapatkan air susu ibu (ASI) memiliki rasa aman lebih tinggi, terutama ketika tidur. Setidaknya, ia akan terbebas dari bahaya "tertindih".
Penjelasan itu dikemukakan Emma Kitching dari Universitas Durham kepada BBC News. Menurut dia, ibu yang memberikan ASI memiliki kewaspadaan lebih tinggi terhadap keamanan bayi. Secara alamiah ia akan menempatkan diri pada posisi yang aman bagi si bayi.
Dalam arti, secara tidak disadari, si ibu akan menempatkan diri pada posisi tidur yang "melingkari" si bayi. Ia melindungi si bayi dengan meletakkan kepala si bayi tepat di dada, kemudian "mengunci" si bayi dengan lutut yang diletakkan di bawah kaki mungil bayi.
Sementara ibu yang memberikan susu botol, tanpa disadari akan meletakkan diri sejajar dengan si bayi atau "adu kepala". Dalam arti, kepala si ibu berada tepat satu level dengan kepala si bayi. Lebih parah lagi, tak jarang pula si ibu justru mengambil posisi berbalik dan memunggungi si bayi.
Kesimpulan Emma Kitching diperoleh setelah meneliti sekitar 40 pasangan dan memfilmkan mereka sepanjang malam. Diperoleh kesimpulan, ibu yang memberi ASI secara otomatis akan menempatkan diri pada posisi yang paling aman bagi si bayi. Hal seperti ini, kata Kitching, tidak terjadi pada ibu yang memberi susu botol. "Ibu yang memberikan ASI akan lebih waspada dan selalu memberikan lingkungan yang protektif bagi si bayi," katanya. risiko terkena kanker ovarium maupun payudara.

ASI dan susu botol
Untuk menyiasati pemberian ASI, banyak ibu bekerja yang kemudian mencoba mengombinasikan ASI dengan susu botol. Kombinasi seperti ini memang tidak dilarang. Namun, harus dilakukan dengan sangat hati-hati. ASI tercipta sebagai respons langsung atas kebutuhan makan si bayi. Karena itu, memberikan susu botol di tengah-tengah pemberian AS dikhawatirkan memengaruhi persediaan ASI.
Walau begitu, kombinasi ini masih memungkinkan sejauh dikonsultasikan sungguh-sungguh dengan ahli kesehatan. Namun, akan jauh lebih baik jika diberikan pada saat pemberian ASI sudah benar-benar mapan sehingga ASI tidak terkena dampak dari susu formula. Saat terbaik penggabungan ini setelah minggu kelima atau keenam. Selain itu, disarankan memberikan ASI terlebih dulu baru susu botol untuk mencegah berkurangnya jumlah pasokan ASI.
ASI Eksklusif demi Sang Anak
Kebahagiaan dan kebanggaan tidak terkira dirasakan ibu jika berhasil menyusui bayinya, khususnya setelah hamil anak pertama. Sebab, air susu ibu alias ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi. Kunci kesuksesan menyusui adalah rasa cinta, ketekunan, kesabaran, percaya diri, disertai penerapan manajemen laktasi yang baik.
Sejumlah ibu yang baru memiliki bayi mengaku terpaksa memberikan susu formula lantaran harus kembali bekerja. Produksi ASI pun menurun lantaran kelelahan setelah seharian bekerja. Selain itu, banyak di antara mereka yang mengalami gangguan dalam menyusui, seperti bayi tidak mau disusui, saluran ASI tersumbat.
"Sebenarnya bekerja bukan alasan bagi kita untuk berhenti menyusui," kata Upik, karyawati swasta di Jakarta Pusat. Sejak awal, ia telah bertekad untuk memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan kepada bayinya. Hal ini bertujuan meningkatkan daya tahan tubuh si kecil dari berbagai penyakit.
Agar tetap dapat memberikan ASI kendati tidak secara langsung, ia selalu memerah ASI dengan menggunakan pompa elektrik sebanyak dua kali selama bekerja di kantor. "Karena kantor tidak memiliki ruang untuk memerah ASI, saya terpaksa memerah ASI di kamar kecil yang jarang dipakai," ujarnya.
ASI perah itu dimasukkan ke dalam botol dan disimpan dalam lemari pendingin yang ada di kantornya. Untuk menjaga kebersihan wadah penyimpanan maupun alat pompa ASI, ia pun menyimpan alat sterilisasi di tempat kerjanya. "ASI perah itu biasanya untuk keesokan harinya," ujarnya.
Saat hampir berusia enam bulan, anaknya mulai diberi makanan pendamping ASI. "Saya sebenarnya ingin terus memberikan ASI, tapi anak saya enggak mau sendiri, sudah pengin dapat makanan tambahan. Jadi, ya terpaksa sekarang ia diberi susu formula. Padahal, sebenarnya ASI saya masih lancar, tidak kering," kata Upik.
Sementara Ny Lia, warga Serpong yang bekerja di kawasan Palmerah, Jakarta, dengan bangga menuturkan bahwa ketiga anaknya mendapatkan ASI eksklusif minimal selama enam bulan. Hal ini dilandasi keinginannya agar ketiga anaknya tumbuh kembang optimal, tidak mudah sakit dan cerdas. "Buktinya, ketiga anak saya jarang sakit. Paling hanya pilek, itu pun cepat sembuh," ujarnya.
Untuk itu, ia setiap hari memerah ASI dengan menggunakan tangan sebanyak dua sampai tiga kali di kantornya. ASI perah itu kemudian disimpan di dalam kantong es berlapis dua dan diletakkan dalam lemari pendingin. "Anak pertama saya hanya mendapat ASI sampai usia enam bulan karena saya keburu mengandung lagi. Tapi kedua adiknya mendapat ASI sampai hampir setahun," kata Lia.
ASI eksklusif enam bulan
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar.
Kendati prosesnya alami, kemampuan ibu memberi ASI tidak datang tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik sampai batin calon ibu. Makin dini bayi disusui, maka kian cepat dan lancar proses menyusui si kecil.
Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan, cukup beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. Sebab, menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal.
Tidak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya.
Maka, Akida M Widad, Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam artikelnya menuturkan, sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada ibu hamil dan melahirkan. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu. Di Denmark, ibu mendapat cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan ditambah 10 minggu cuti untuk merawat bayi.
Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI.
Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah.
Asi perah
Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. Klinik Laktasi Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, menyarankan agar para ibu menyiapkan ASI perah minimal dua hari sebelum mulai bekerja dan meninggalkan bayi. ASI sebaiknya diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering dikeluarkan.
ASI pada dasarnya dapat diperah melalui tiga cara, yakni menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai alat pompa elektrik. Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan, memerah ASI dengan tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa melakukannya kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk menampung ASI.
Cara apa pun yang dipilih, faktor kebersihan harus tetap diperhatikan. Sebelum memerah ASI, cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga bersih dan sediakan wadah tertutup yang bersih dan steril untuk menampung ASI. Kemudian, perah sedikit ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena air susu ibu mengandung zat antibakteri.
Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil memerah ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya berlatih memerah ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama di tempat kerja, ibu dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di tempat yang tenang.
Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang terbuat dari plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan mempunyai mulut lebar agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan mudah. Bila ASI tidak langsung diberikan, pastikan penyimpanannya aman dari kontaminasi dan berikan label waktu pemerahan pada setiap wadah ASI perah.
Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses Menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari tiga atau empat jam. ASI perah tahan enam sampai delapan jam di ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos berisi es batu, 48 jam dalam lemari es dan tiga bulan dalam freezer.
Sebelum diberikan kepada bayi, ASI yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat sebelum diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau sendok agar bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI, bayi dipegang dalam posisi tegak agar sendawa.
Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga bayi tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak dihabiskan bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi terhindar dari risiko terserang diare.
Selain penerapan manajemen, laktasi itu juga harus disertai dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal bekerja.
Adanya "tempat kerja sayang ibu" yang mendukung proses laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui atau memerah ASI setiap tiga jam. ***

Penulis: Evy Rachmawati dan Rien Kuntari
Read more ...
Designed By VungTauZ.Com