Breaking News

Trending Template

Vrydag 28 April 2017

AGAMA DAN AKAL: Antara Maksimalisme dan Minimalisme Agama



AGAMA DAN AKAL:
Antara Maksimalisme dan Minimalisme Agama
Oleh: Ayatullah M.T. Misbah Yazdi

Apakah yang dimaksud dengan Minimalisme Agama dan Maksimalisme Agama? Pada dasarnya, sejauh mana ruang lingkup peran agama dalam kehidpan umat manusia menurut pandangan Islam dan pandangan Barat? Terlepas dari apakah setiap agama itu menyimpan pesan-pesan dan ajaran-ajaran khas mengenai kehidupan manusia, dari balik tinjauan luar terhadap agama ada sebuah pertanyaan serius, yaitu; pada dasarnya, dalam perkara apa saja kita menantikan bantuan dan arahan agama?  Ada tiga jawaban atas pertanyaan ini yang pernah dikemukakan selama ini.

Jawaban Pertama:
Bahwasanya manusia dalam segenap urusan hidup privat ataupun sosialnya, mulai dari cara makan, cara mengenakan pakaian, cara membangun  tempat tinggal dan gedung, cara duduk dan berdiri, cara berjalan dan tidur, sampai  mendirikan pemerintahan, menentukan tugas-tugas setiap pejabat dan menggariskan mekanisme pengelolaan negara, juga bahkan menerangkan berbagai persoalan-persoalan ilmiah, harus menunggu arahan-arahan dari agama. Dan, tanpa kita harus repot atau menanggung sedikitpun beban dan ongkos penyelidikan, kita akan mendapatkan keberhasilan sebanyak mungkin dari petunjuk agama.

Padangan di atas ini terhadap agama, yakni bahwa agama bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan manusia, disebut juga dengan Maksimalisme Agama (Din Haddeaksari). Berdasarkan pandangan ini, agama menjamin pemenuhan segenap penantian dan harapan umat manusia. Pada gilirannya, umat manusia tidak  perlu lagi memanfaatkan  atau memberdayakan kekuatan akal dan mengembangkan potensi-potensi karuniawinya.

Padangan demikian terhadap agama sesungguhnya tidaklah benar. Agama sama sekali tidak pernah mengajukan klaim bahwa ia datang untuk menggeser habis peranan akal dan membekukan kandungan potensial manusia. Agama juga tidak datang dengan mendakwakan kehadirannya sebagai penuntas segenap kebutuhan umat manusia.

Bertolak dari rapuhnya pandangan maksimalistik ini terhadap agama, pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah, apakah ruang cakup agama yang sebenarnya? Dan, dalam urusan apa saja manusia berkewajiban mengikuti agama?

Inilah pertanyaan yang mengawali perseteruan sengit antara bapak-bapak Gereja dan kalangan elite politik di Barat yang berlangsung selama berabad-abad, dan berakhir dengan  piagam perdamaian 'kosong' yang memproklamasikan jawaban kedua berikut ini.

Jawaban Kedua:
Bahwasanya kehidupan manusia mencakup dua macam urusan; urusan dunia dan urusan akhirat. Dua macam urusan ini benar-benar terpisah antara satu dari lainnya sedemikian rupa, sehingga perilaku manusia dalam hal-hal duniawi sama sekali tidak berpengaruh pada nasibnya di akhirat. Umat manusia dalam urusan-urusan ukhrawi dan dalam hubungan dengan Tuhannya semestinya mendapatkan arahan dan tuntunan dari agama. Adapun dalam urusan-urusan duniawi dan kehidupan di alam ini, ia bebas melakukan apa saja yang dikehendaki dan disukainya.

Inilah pemikiran sekular yang meyakinkan pemisahan agama dari ruang-ruang aktifitas sosial. Pemikiran ini juga  lebih dikenal  dengan Minimalisme Agama (Din Hadeaqalli). Pandangan ini juga tampaknya perlu ditimbang secara serius, karena kendati kehidupan manusia bisa dibagi kepada dua macam; urusan duniawai dan urusan ukhrawi, dimana urusan dunia bermula dari kelahirannya dan berakhir dengan kematiannya, sementara urusan akherat dihitung mulai dari kematiannnya dan berlanjut dengan keabadiannya, dan masing-masing dari dua urusan hidup ini memiliki ciri-ciri khas tersendiri. Tetapi, pembagian tersebut tidak berarti bahwa perilaku dan perbuatan manusia di dunia ini juga terbagi kepada dua macam; perbuatan duniawi dan perbuatan ukhrawi, tidak ada  keterkaitan di antara keduanya sama sekali.

Pandangan demikian ini, yakni  fungsi agama dianggap sebatas panjatan pribadi atau ritual  kolektif yang dilakukan di tempat-tempat peribadatan seperti; gereja, masjid, dan semacamnya, dan sebatas hubungan privat manusia dengan Tuhannya,  dan sama sekali tidak berurusan dengan kehidupan sosialnya, disamping tidak adanya dukungan argumentasi yang sahih, juga tidak sesuai dengan kandungan agama-agama samawi.

Sesungguhnya, sebagaimana yang  kita ketahui, semua agama yang benar, terlepas dari luang sempitnya sistem hukum masing-masing, hanya mengajukan dakwaan bahwa umat manusia berkewajiban menyesuaikan dan mengadaptasikan segenap perilakunya, baik pada urusan personal ataupun sosial, dengan arahan-arahan agamanya, dan bahwa manusia tidak bisa   berbuat di dunia ini dengan sesuka hatinya.  Demikian ini tampak begitu jelas sekilas saja kita merujuk kepada kandungan-kandungan ajaran semua agama samawi, khususnya agama Islam.

Jawaban Ketiga:
Bahwasanya kehidupan ukhrawi manusia merupakan hasil dan dampak sikap-tindaknya di dunia. Yakni, manusia bisa melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat untuk akhiratnya, sebagaimana ia juga bisa  melakukan serangkaian perbuatan yang merugikannya di akhirat. Manusia adalah makhluk yang menjalani proses, dimana hakikat wujud dan pola hidupnya di dunia terdefinisikan lewat perbuatan-perbuatannya. Maka,  ia harus memperhatikan hukum-hukum agama dalam memilih dan  menentukan jalan bertindak. Inilah pandangan  Islam yang jernih. Pandangan yang tidak bisa sepenuhnya kompromi dengan pandangan maksimalistik yang ekstrim atau pun pandangan  minimalistik yang sinis.

Penjelasannya adalah bahwa perbuatan manusia dalam pranata hukum Islam terbagi kepada  lima macam:
1.       Wajib, yaitu perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan sesuai dengan cara tertentu seperti: salat, puasa, haji, dll.
2.       Haram, yaitu perbuatan-perbuatan yang harus ditinggalkan seperti: meminum minuman yang memabukkan, memperkosa hak-hak orang lain.
3.       Mustahab, yaitu perbuatan-perbuatan yang tidak harus dilakukan, tetapi bermanfaat dalam mencapai kesempurnaan manusia seperti: infak, sedekah, dll.
4.       Makruh, yaitu perbuatan-perbuatan yang sebaiknya ditinggalkan, meskipun tidak seharusnya.
5.       Mubah, yaitu perbuatan-perbuatan dimana Islam tidak memerintahkan atau melarangnya, tidak pula memberikan penekanan dan dorongan atasnya.

Lima macam hukum ini yang  berlaku pada seluruh perbuatan personal atau sosial manusia, baik kecil maupun besar, sungguh berarti dalam kaitannya dengan kebahagian dan keuntungan duniawi serta akhirat manusia. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan yang harus kita lakukan untuk memenuhi kebahagian adalah perbuatan wajib. Dan perbuatan yang mau tidak mau harus kita tinggalkan untuk menghindarkan diri dari kesengsaraaan disebut perbuatan haram. Melakukan perkara-perkara yang mustahab dan meninggalkan perkara-perkara yang makruh juga bermanfaat dalam mencapai kebahagiaan. Oleh karena itu, semua itu sangat penting. Adapun mubah yaitu perkara-perkara yang tidak ada pengaruhnya dalam kaitannya dengan kebahagiaan ataupun dengan kesengsaraan manusia. Melakukan perkara mubah pada dasarnya tidak menjauhkan pelakunya dari kesempurnaannya, tidak pula mendekatkan kepadanya.

Di sini, dengan memperhatikan pembagian di atas tadi, dapat ditegaskan bahwa semua perkara dan urusan yang pelaksanaannya ataupun cara pelaksanaannya tidak diwajibkan agama berada dalam agenda perencanaan, penyelidikan dan penelaahan manusia. Pengambilan sikap dan keputusan mengenai perlunya pelaksanan perkara itu berikut caranya diserahkan kepada akal dan  pengetahuan manusia, sehingga dengan  upaya-upaya penyelidikannya dan pemanfaatan hasil-hasil ilmiah dan riset orang lain, manusia dapat menyiapkan lahan dan peluang untuk mencapai kesempurnaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan seoptimal dan sebaik mungkin.

Oleh karena itu, tatkala Islam  menetapkan salah satu dari lima hukum di atas (wajib, haram, mustahab, maktuh dan mubah) atas setiap perbuatan, bahkan atas setiap pikiran dan khayalan manusia, yang berdasarkan  ini pula semua perbuatan manusia ditimbang di dalam kerangka sistem nilainya, pada saat yang sama, Islam sama sekali tidak memberangus aktifitas dan peran akal dan mengharamkan pencerahan pemikiran serta pengembangan potensi-potensi manusia. Tetapi, dengan penjelasan-penjelasan yang beragam, Islam mendorong untuk mencari ilmu, mengembangkan pemikiran, mendorong kemajuan dan memanfaatkan pengalaman serta penemuan orang lain, walaupun jauh dari jangkauan mereka. "Tuntutlah ilmu walau ada di Cina!".

Maka dari itu, Islam menempatkan dunia dan perbuatan-perbuatan personal dan sosial manusia di dalamnya sebagai mukadimah, lahan, sarana, dan syarat akhirat. Sementara kehidupan alam akhirat adalah dampak dan hasil perbuatannya di dunia ini. Dengan begitu, Islam sama sekali tidak akan pernah kompromi dengan pemikiran sekular, yakni pemikiran yang mendepak agama dari ruang kehidupan sosial manusia, dan membatasi peranannya sebatas hubungan-hubungan personal manusia dengan Tuhannya.[]



Read more ...

PENDAMPINGAN SUMBER DAYA APARATUR DESA DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN



Dana desa bisa jadi berarti dua sisi dalam pembangunan desa, sisi pertama merupakan sisi dimana jika dana desa mampu termanfaatkan, terserap dengan baik oleh desa. Sisi kedua, terjadi jika dana desa hanya melahirkan sebuah kesulitan atau birokratisme dalam pemerintahan desa. Tentunya kedua hal ini dipengaruhi oleh stau hal, yaitu kesiapan pemerintah desa.Kesiapan pemerintah desa dalam menghadapi tantangan pemanfaatan dana desa tercermin dari sistem manajemen pemerintahan desa tersebut. semakin baik pengelolaan pemerintahan desa juga akan berimbas kepada semakin baiknya pengelolaan dana desa. Tentu menjadi harapan bagi semuanya, peluang dana desa ini mampu termanfaatkan dengan baik. Sehingga mampu menghidupkan nuansa pembangunan desa yang optimal dan maksimal Sejalan dengan potensi yang terkandung dalam desa, pemerintah Indonesia mempunyai komitmen dalam melakukan pembangunan yang berkonsep dari bawah. Komitmen tersebut ditunjukan dengan pemerintah mengeluarkan dan mengesahkan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Lahirnya undang-undang ini didasari bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang

Kata Kunci : pendampingan, sumber daya aparatur, keuangan
 
PENDAHULUAN
Indonesia dalam perkembanganya senantiasa melakukan perencanaan dan pengembangan kearah yang lebih baik. Berbagai inovasi dan strategi dilakukan untuk mewujudkan cita-cita dan arah bangsa yang lebih baik. Salah satunya adalah pembangunan yang berasal dari desa atau dikenal dengan istilah Desa Membangun.
Dalam tataran wilayah di Indonesia, desa mempunyai posisi strategis dan potensi didalamnya yang sangat melimpah. Dalam data BPS disebutkan terdapat 72.944 wilayah administrasi desa yang tersebar dari sabang sampai merauke. Sebanyak 72.944 desa adalah angka yang sangat tinggi yang bisa jadi menjadi bagian penting dan titik balik bangkitnya Indonesia yang berwal dari hulu.
            Sejalan dengan potensi yang terkandung dalam desa, pemerintah Indonesia mempunyai komitmen dalam melakukan pembangunan yang berkonsep dari bawah. Komitmen tersebut ditunjukan dengan pemerintah mengeluarkan dan mengesahkan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Lahirnya undang-undang ini didasari bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, bahwa Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan perlu diatur tersendiri dengan undang-undang. 
            Adapun mengenai keterbatasan yang dimaksud tersebut, Wasistiono dan tahir (2006:96) dalam Thomas (2013) menyatakan bahwa, unsur kelemahan yang dimiliki oleh pemerintahan desa pada umumnya yaitu : (1) Kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa pada umumnya masih rendah. (2) Belum sempurnanya kebijakan pengaturan tentang organisasi pemerintah desa, sejak dikeluarkan peraturan pemerintah No 72 tahun 2005 tentang desa, masih diperlukan beberapa aturan pelaksana baik sebagai pedoman maupun sebagai operasional. (3) Rendahnya kemampuan perencanaan pengelolaan ditingkat desa, sering berakibat pada kurangnya sinkronisasi antara output (hasil/keluaran) implementasi kebijakan dengan kebutuhan dari masyarakat yang merupakan input dari kebijakan. (4) Sarana dan prasarana penunjang operasional administrasi pemerintah masih sangat terbatas, selain mengganggu efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pekerjaan, juga berpotensi menurunkan motivasi aparat pelaksana, sehingga pada akhirnya menghambat pencapaian tujuan, tugas dan pekerjaan. Terlebih dalam UU No.16 Tahun 2014 dijelaskan dalam pasal 4, bahwa  tujuan dari adanya UU tersebut diantaranya adalah untuk membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab,  meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum.
            Sehingga, berdasarkan keterangan diatas menjadi menarik dan dirasa perlu untuk menelusuri pustaka yang membahas terkait dengan Peningkatan Sumber Daya Aparatur Desa Dalam Pengelolaan Keuangan Desa.

TUJUAN
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan aparatur desa lampa dalam pengelolaan keuangan serta terciptanya pengelolaan yang transfaran dan propesional bagi masyarakat.

METODE
Waktu Dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 sampai dengan bulan  Maret 2017, bertempat di Desa Lampa Kecamatan Banggai Kabupaten Banggai Laut

PROSEDUR KERJA
Pada saat pelaksanaan kegiatan dimulai dengan konsultasi dengan SKPD terkait yang berada di Kabupaten Banggai Laut serta dilanjutkan pendampingan kepada aparatur desa
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seperti yang telah di singgung pada kalimat diatas kenapa keuangan di desa harus akuntabel? hal ini jelas sekali karena akan lebih jelas dan berstandar sehingga alur keuangan desa akan sistematis. Bendahara desa harus mampu menguasai akuntansi keuangan. Jika kita definisikan bahwa Akuntansi adalah suatu kegiatan dalam mencatat data keuangan sehingga menjadi sebuah informasi yang berguna bagi pemakainya. Lalu aspek apa saja yang termasuk kedalam akuntansi? Berikut ada 2 aspek dan karakteristik akuntansi keuangan diantaranya adalah :
  1. Aspek Fungsi
    Akuntansi menyajikan informasi kepada suatu entitas (misalnya pemerintahan Desa) untuk melakukan tindakan yang efektif dan efisien. Fungsi tindakan tersebut adalah untuk melakukan perencanaan, pengawasan, dan menghasilkan keputusan bagi pimpinan entitas (misalnya Kepala Desa) yang dapat dimanfaat baik oleh pihak internal maupun eksternal.
  2. Aspek Aktivitas
    Suatu proses yang dilakukan untuk mengidentifkasi data, menjadi sebuah data yang relevan, yang kemudian dianalisis dan diubah menjadi sebuah informasi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Karakteristik penting akuntansi, meliputi :
    • Pengidentifikasian, pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan
    • Akuntansi sebagai suatu sistem dengan input data/informasi dengan output informasi dan laporan keuangan
    • Informasi keuangan terkait suatu entitas
Keuangan desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak kebutuhan dan kegiatan. Pemerintah desa dan BPD pasti “pusing” memikirkan begitu banyaknya kebutuhan dan kegiatan desa, padahal uang yang tersedia sangat terbatas. Karena itu, pemerintah desa dan BPD ditantang untuk mengelola keuangan secara baik dengan dasar penentuan skala prioritas.
Pengelolaan keuangan desa mencakup:
  • Perencanaan (penyusunan) APBDES: pendapatan dan belanja.
  • Pengumpulan pendapatan (atau sering disebut ekstraksi) dari berbagai sumber: pendapatan asli desa, swadaya masyarakat, bantuan dari pemerintah atasan, dan lain-lain.
  • Pembelanjaan atau alokasi.
Beberapa prinsip pengelolaan keuangan desa yang baik:
  1. Rancangan APBDES yang berbasis program.
  2. Rancangan APBDES yang berdasarkan pada partisipasi unsur-unsur masyarakat dari bawah.
  3. Keuangan yang dikelola secara bertanggungjawab (akuntabilitas), keterbukaan (transparansi) dan daya tanggap (responsivitas) terhadap priotitas kebutuhan masyarakat.
  4. Memelihara dan mengembangkan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan (pelayanan dan pemberdayaan).
Ada tiga bidang utama yang dibiayai dengan keuangan desa:
  1. Pemerintahan: Gaji pamong desa; perlengkapan dan operasional kantor; perawatan kantor desa; pajak listrik; perjalanan dinas; jamuan tamu; musyawarah; sidang BPD; gaji BPD (kalau ada); langganan media; dll. Yang perlu dipikirkan: biaya peningkatan SDM, pendataan desa; publikasi desa; papan informasi; dll.
  2. Pembangunan: Prasarana fisik desa; perawatan, ekonomi produktif; pertanian, dll.
  3. Kemasyarakatan: Kegiatan LKMD, pemberdayaan PKK, pembinaan muda-mudi, kelompok tani, keagamaan, pananganan kenakalan remaja, dll.
            Sebagaimana telah dinyatakan sebelumnya, pengelolaan keuangan Desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
A.  Ada Perencanaan
1.    Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa dibuat, disampaikan oleh Kepala Desa, dan dibahas dengan Badan Permusyawaratan Desa untuk disepakati bersama paling lambat bulan Oktober tahun berjalan.
2.    Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa yang telah disepakati disampaikan oleh Kepala Desa kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain paling lambat 3 (tiga) hari sejak disepakati untuk dievaluasi.
3.    Bupati/Walikota melakukan evaluasi paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.Dalam hal Bupati/Walikota tidak melakukan evaluasi dalam batas waktu tersebut, maka Peraturan Desa berlaku dengan sendirinya.
4.    Dalam hal ada koreksi yang disampaikan atau penyesuaian yang harus dilakukan dari hasil evaluasi tersebut, maka Kepala Desa harus melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya hasil evaluasi.
5.    Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Kepala Desa dan Kepala Desa tetap menetapkan Rancangan Peraturan Kepala Desa tentang APBDesa  menjadi  Peraturan  Desa,  Bupati/Walikota  membatalkan Peraturan Desa dengan Keputusan Bupati/Walikota.
6.    Kepala Desa memberhentikan pelaksanaan Peraturan Desa paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan dan selanjutnya bersama BPD mencabut peraturan desa dimaksud.
7.    Dalam hal Bupati/Walikota mendelegasikan evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa kepada Camat.
B.  Adanya Pelaksanaan
1.    Semua penerimaan dan pengeluaran desa dalam rangka pelaksanaan kewenangan desa dilaksanakan melalui rekening kas desa.
2.    Semua penerimaan dan pengeluaran desa harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah.
3.    Pemerintah desa dilarang melakukan pungutan sebagai penerimaan desa selain yang ditetapkan dalam peraturan desa.
4.    Bendahara dapat menyimpan uang dalam Kas Desa pada jumlah tertentu dalam rangka memenuhi kebutuhan operasional pemerintah desa.
5.    Pengeluaran desa yang mengakibatkan beban APBDesa tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan desa tentang APBDesa ditetapkan menjadi peraturan desa.
6.    Pengeluaran desa untuk belanja pegawai yang bersifat mengikat dan operasional perkantoran yang ditetapkan dalam peraturan kepala desa tetap dapat dikeluarkan walaupun rancangan  peraturan desa tentangAPBDesa belum ditetapkan.
7.    Pelaksana Kegiatan mengajukan pendanaan untuk melaksanakan kegiatan harus disertai dengan dokumen diantaranya Rencana Anggaran Biaya (RAB). Sebelum digunakan, RAB tersebut diverifikasi oleh Sekretaris Desa dan disahkan oleh Kepala Desa.
8.    Pelaksana Kegiatan bertanggungjawab terhadap tindakan yang menyebabkan pengeluaran atas beban anggaran belanja kegiatan dengan mempergunakan Buku Pembantu Kas Kegiatan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan desa.
C.  Penatausahaan Keuangan Desa
     Dalam hal penatausahaan pengelolaan keuangan di desa seorang bendahara harus mempu mengelola keuangan secara tepat dan akuntabel ada 2 kewajiban secara umum seorang bendahara desa antara lain adalah:
1.    Melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib. Penatausahaan penerimaan dan pengeluaran dilakukan menggunakan : Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank.
2.    Mempertanggungjawabkan uang melalui laporan pertanggungjawaban
D.  Tahapan Pelaporan
     Pelaporan APBDes dilakukan oleh Kepala desa dimana Kepala Desa harus menyampaikan laporan realisasi pelaksanaan APBDesa kepada Bupati/Walikota yang meliputi :
1.    Laporan semester pertama, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa.Semester Pertama.
2.    Laporan semester akhir tahun, berupa Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa Semester Akhir.
E.  Tahapan Pertanggungjawaban
Kepala desa menyampaikan kepada Bupati /Walikota setiap akhir tahun anggaran laporan yang meliputi :
1.    Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran berkenaan.
üMerupakan bagian tidak terpisahkan dari laporan penyelenggaraan Pemerintahan Desa.
üDiinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.
üDisampaikan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain.
2.    Laporan Kekayaan Milik Desa per 31 Desember Tahun Anggaran berkenaan
    1. Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang masuk ke desa.
F.   Adanya Pembinaan dan Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dalam hal pengelolaan keuangan di desa sangat penting sekali mengingat segala tindakan yang menyangkut keuangan harus secara jelas dipertanggungjawabkan kepada publik.
ü Pemerintah Provinsi wajib membina dan mengawasi pemberian dan penyaluran Dana Desa, Alokasi Dana Desa, dan Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah dari Kabupaten/Kota kepada Desa.
ü Pemerintah Kabupaten/Kota wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa.
 

KESIMPULAN
Pengelolaan dana desa bisa jadi berarti dua sisi dalam pembangunan desa, sisi pertama merupakan sisi dimana jika dana desa mampu termanfaatkan, terserap dengan baik oleh desa. Sisi kedua, terjadi jika dana desa hanya melahirkan sebuah kesulitan atau birokratisme dalam pemerintahan desa. Tentunya kedua hal ini dipengaruhi oleh stau hal, yaitu kesiapan pemerintah desa.
            Kesiapan pemerintah desa dalam menghadapi pengelolaan serta pemanfaatan dana desa tercermin dari sistem manajemen pemerintahan desa tersebut. semakin baik pengelolaan pemerintahan desa juga akan berimbas kepada semakin baiknya pengelolaan dana desa.
            Tentu menjadi harapan bagi semuanya, pengelolaan dana desa ini mampu termanfaatkan dengan baik. Sehingga mampu menghidupkan nuansa pembangunan desa yang optimal dan maksimal.


SARAN

Munculnya dana desa menjadi harapan tersendiri bagi bangkitnya pembangunan yang ada di desa. Dengan adanya dana desa, ini menjadi bukti bahwa desa sebagai unsur pemerintahan terkecil diberikan kepercayaan dalam mengelola desanya berdasar potensi yang ada.
Keuangan desa pada UU Desa tentang Keuangan Desa dan Aset Desa yang terdiri dari beberapa pasal.Secara umum, bahasan keuangan desa dapat dikelompokkan menjadi beberapa tema, yaitu: Lingkup Keuangan Desa, Pendapatan Desa, APB Desa, Belanja dan Aset Desa.  Lingkup Keuangan Desa dibahas di pasal 71 UU Desa. Pasal ini membatasinya dengan semua hak dan kewajiban yang menimbulkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan Desa. Dalam Undang-Undang desa dijelaskan bahwa dana desa bersumber dari APBN. hal ini dipertegas dengan pemerintah mengeluarkan PP No. 20 Tahun 2015 sebagai pengganti PP No. 60 tahun 2014. Didalamnyapun disebutkan juga dengan tegas bahwa sumber dari dana desa bersal dari APBN.

 
DAFTAR PUSTAKA
Jaitun. 2013. Kinerja Aparatur Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Desa Di Desa Sepala Dalung Kecamatan Sesayap Hilir Kabupaten Tana Tidung

Rosalinda, Okta. 2014.  Pengelolaan alokasi dana desa (add) dalam menunjang pembangunan pedesaan (studi kasus : desa segodorejo dan desa ploso kerep, kecamatan sumobito, kabupaten jombang). Malang (id). Universitas brawijaya
Suriadi, Edy. 2015. Pertanggungjawaban kepala desa dalam pengelolaan keuangan desa berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa.
Suhardi. 2015. PemahamanManajemen Pedesaan Pada Perangkat Desa Di Wilayah Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Kediri (ID). Universitas Nusantara PGRI Kediri.
Yasin, Muhammad, Rofi, Achmad,  k, Fachurrahman. 2014. Anotasi Udang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa. 2014. PATTIRO 




Read more ...
Designed By VungTauZ.Com