AQIDAH SEORANG MUSLIM
Aqidah merupakan pokok dari
keimanan seorang muslim dalam beragama, karena apabila aqidah rusak
mengakibatkan rusaknya amalan seseorang. Bahkan penyimpangan aqidah dapat
menyebabkan seseorang keluar dari islam.
Aqidah dalam bahasa arab mempunyai arti yang diyakini oleh hati, maka
sesungguhnya fitrah seorang manusia, hatinya meyakini bahwa ada pencipta alam
semesta ini, termasuk dirinya, dan sesungguhnya pencipta itu adalah Allah
Subhanahu wa ta’ala, hal itu di saksikannya ketika dialam ruh, seluruh ruh
manusia bersaksi bahwa hanya Allah Subhanahu wa ta’ala saja lah satu-satunya
pencipta, sebelum ruh manusia diturunkan kemuka bumi ini. Allah Subhanahu wa
ta’ala mengabadikan kesaksian ini dalam firman Nya :
“Dan , ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan
anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka : "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul ,
kami menjadi saksi". agar di hari
kiamat kamu tidak mengata-kan: "Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang lengah terhadap ini
" “ (Al A’raaf :172)
Oleh karena itulah Allah
Subhanahu wa ta’ala menurunkan islam kemuka bumi ini melalui para Rasul dan
para Nabi ‘Alaihimussalam, mendakwahkan kembali bahwa hanya Allah Subhanahu wa
ta’ala ,satu satunya Tuhan yang berhak disembah dan dita’ati, dan merefresh
kembali persaksian ketika dialam ruh, sehingga hatinya yang fitrah dan
fikirannya yang sehat dan terbuka akan menerima tanpa kecuali, karena ketika
didunia racun-racun pemikiran menyelimuti hati dan fikiran seseorang, sehingga
hati dan fikiran tersebut kotor dan meyakini adanya tuhan selain Allah
Subhanahu wa ta’ala.
Dalam sabdanya Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam, yang diriwayatkan oleh Abu hurairah
Radhiallahu’anhu , beliau berkata : “Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya
(islam). Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau
Majusi..” (HR.Al Bukhari-Muslim)
Dan dalam sebuah Hadits Qudsi ,
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Aku telah menciptakan para hamba-Ku dalam
fitrahnya yang lurus, lalu mereka tergoda oleh syetan sehingga menyimpang dari
agama mereka. Maka Aku haramkan kepada mereka apa-apa yang Kuhalalkan kepada
mereka. Lalu syetan memerintahkan mereka untuk menyekutukan diri-Ku denga
sesuatu tanpa ilmu yang Ku-berikan kepadanya.” (HR.Muslim)
Sungguh, bagi seorang muslim yang
berakal sehat , aqidah yang perlu ditanamkan secara kokoh adalah Tauhidullah,
mentauhidkan Allah Subhanahu wa ta’ala, Karena tidaklah manusia diciptakan
melainkan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta’ala, seperti yang
difirmankan Nya :
“Dan tidaklah Kami ciptakan jin
dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada Ku.”( Adz Dzariyat :56 ),
Dan Rasululah Shallallahu’alaihi
wasallam , bersabda “Hak Alloh atas hambaNya bahwa mereka menyembahNya dan
tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun”.
(HR. Muttafaqun Alaihi )
Oleh karena itu, barang siapa
yang tidak menyembahnya ataupun mempunyai keyakinan bahwa ada tuhan selain
Allah Subhanahu wa ta’ala, maka ia telah belaku syirik akbar, dan batal-lah
keimanan nya.
Dan beribadah kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala , tidak akan sampai atau tidak diterima melainkan dua (2)
perkara yang ditunaikan yaitu ikhlas,
“Dan tidaklah mereka diperintah
kecuali agar beribadah kepada Alloh dengan hanya mengikhlaskan diin untukNya”.
(Al Bayyinah :5 )
dan Ittiba’ terhadap sunnah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam yaitu apa-apa yang diperintahkan atau
dicontohkan beliau dan apa yang dilarang beliau Shallallahu’alaihi wasallam .
“Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” ( Al
Hasyr :7)
“Barang siapa melakukan suatu
amal yang tidak ada dalam perkara (perintah / contoh) kami maka amalan itu
tertolak” (HR.Muslim)
Beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala haruslah dengan perasaan takut dan penuh harap, takut akan siksa Nya
yang pedih dan berharap akan surga Nya yang abadi. Dan merasakan bahwa dirinya,
gerak-gerik nya selalu diawasi oleh yang Maha Melihat.
Tauhidullah mempunyai faedah yang
sangat besar bagi orang-orang mukmin,
yaitu merupakan petunjuk didunia dan keamanan diakhirat kelak,
orang-orang yang beriman kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala dan tidak
menyekutukannya akan mendapatkan keamanan dari Allah Subhanahu wa ta’ala diakhirat kelak, dimana saat itu
masing-masing sibuk mencari pertolongan dan keamanan, sungguh orang
beriman yang bertauhid kepada Allah
Subhanahu wa ta’ala dengan tidak menyekutukannya orang-orang yang mendapat
petunjuk dan beruntung, dan siapakah yang paling baik pertolongannya selain
pertolongan Allah Subhanahu wa ta’ala ?
“Orangorang yang beriman dan
tidak mencampur keimanan mereka dengan kedholiman [kesyirikan] mereka
mendapatkan keamanan dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk.” (Al
‘An’am :82)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : “Hak hamba terhadap
Alloh bahwa Dia tidak menyiksa orang yang tidak menyekutukanNya dengan
sesuatupun” (HR. Muttafaqun ‘alaihi)
Itulah tujuan Allah Subhanahu wa
ta’ala mengutus para Rasul, untuk
mengajak manusia agar tidak menyekutukan Allah Subhanahu wa ta’ala, Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Dan sungguh Kami telah mengutus
pada setiap umat seorang rasul hendaklah kalian menyembah Alloh dan menjauhi
thoghut”. (An Nahl :36)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : “Para
nabi itu bersaudara dan agama mereka satu . ya’ni semua rasul mengajak kepada
tauhid”.(HR Muttafaqun Alaihi)
Dengan cara menge Esa kan dalam beribadah
kepada Nya, Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
“Demikian itu karena Alloh adalah
Dialah yang haq dan apa yang mereka seru selainnya adalah yang batil.(Al Hajj
:62)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda :“Hendaklah yang
pertama kali yang engkau menyeru mereka kepadanya persaksian bahwa tidak ada
Ilah yang berhak disembah kecuali Alloh”. .(HR Muttafaqun Alaihi)
Dengan satu kalimat yang orang-orang mukmin menjadi
bersatu hati-hati mereka yaitu Laa Ilaaha Illallah. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman :
“Allah tidak ada Tuhan selain
Dia. Dan hendaklah orang-orang mu'min bertawakkal kepada Allah saja” (At
Taghaabuun :13)
Rasulullah Shallallahu’alaihi
wasallam bersabda : “Barang siapa yang
berkata : tidak ada Ilah yang haq disembah kecuali Alloh, haramlah hartanya
[untuk diambil] dan darahnya [untuk ditumpahkan] “ (HR Muslim)
Dengan demikian hal ini merupakan
sesuatu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim yang beriman, hendaknya
mengintrospeksi diri-diri masing-masing apakah ia termasuk orang-orang yang
berserah diri (islam) dalam beribadah kepada Nya tanpa menyekutukannya dan
beribadah sesuai dengan apa yang di syari’atkan Nya melalui Rasul Nya
Shallallahu’alaihi wasallam . Karena Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
“ Sesungguhnya telah ada
pada Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu bagi orang yang
mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
(Al Ahzab : 21)
Saat dunia dilanda keterpurukan dalam berbagai
aspek kehidupan; aturan ilahiah dipalsukan, nafsu duniawi menguasai pandangan,
pikiran dan perasan manusia, nilai kemanusiaan lenyap bahkan berubah menjadi
nafsu kebinatangan, pembunuhan merajalela, bahkan anak sendiri dikubur
hidup-hidup, saat itulah Muhammad SAW lahir bagai oase di tengah sahara, yang
kelak mempersembahkan energi kehidupan bagi kebangkitan peradaban manusia.
Kehadiran Muhammad SAW di atas panggung kehidupan
mengusung tugas sebagai penyelamat, seperti yang dijelaskan oleh beliau sendiri
dalam sabdanya, “Saya bagaikan seorang yang menyalakan api. Ketika api itu
menerangi ruangan sekitarnya, maka serangga dan binatang-binatang melata yang
berada disekitar api itu nyaris terjatuh kedalam api, lalu orang tersebut
berusaha menahan binatang-binatang tadi, tetapi mereka (binatang-binatang) itu
justru menyerangnya, maka terjatuhlah. Demikianlah, aku berusaha menahan kalian
agar tidak terjerumus ke dalam neraka, tetapi kalian justeru menjerumuskan diri
kedalamnya.” (HR. Bukhari Muslim).
Dengan keluhuran pribadi Nabi Muhammad SAW,
kebersihan jiwanya, kemuliaan akhlaq dan ketinggian moralitasnya (QS. 68:4),
tidak dapat dipungkiri telah mampu membangkitkan dunia dari keterpurukan.
Menuntun manusia ke jalan yang lurus, mewujudkan keadilan, menumpas segala
bentuk kezaliman, menyebarkan kedamaian Islam dan memerangi berbagai
penyelewengan. Allah SWT berfirman, “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk menjadi rahmat bagi semesta alam ” (QS. 21: 107). Maka maulid Nabi
Muhammad SAW adalah kelahiran peradaban unik (Islam).
Sang Idola Itu Adalah Muhammad SAW
Satu bentuk dari kasih sayang Allah SWT kepada
manusia adalah ketika mengutus Rasul dari golongan manusia (QS. 25: 20), dan
bukan dari golongan malaikat (QS. 17: 95). Karena manusia adalah tidak dapat
menemukan jalan hidupnya sendiri kecuali melalui petunjuk seorang Rasul yang
bisa diikuti dan diteladani. Maka bagi orang-orang beriman, Rasulullah SAW
merupakan karunia Allah SWT yang harus disyukiri.
Oleh karena itu, mencontoh, meneladani dan
mencintai Rasulullah SAW dengan kecintaan mendalam merupakan kelaziman bagi
setiap muslim. Rasulullah SAW bersabda, “Demi Allah, tidak beriman seseorang
diantara kalian sehingga mencintaiku lebih dari orang tuanya, anaknya dan semua
manusia”. (HR. Bukhari Muslim)
Cinta kepada Rasulullah SAW adalah cinta imani,
yaitu cinta yang motivasinya keimanan dan kecintaan kepada Allah SWT. Sedangkan
mengikuti, meneladani dan mentaati ajaran Rasulullah adalah konsekwensi dari
pengakuan dan perasaan cinta. Bukankah Allah SWT berfirman, “Katakanlah jika
kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku”. (QS.3: 31).
Jadi, apalagi yang menghalangi kita untuk
mencintai, mentaati, meneladani dan mengidolakan Rasulullah SAW, kalau bukan
kebodohan, kekufuran dan keangkuhan. Maka jangan malu-malu dan ragu meyakini
dan menyatakan: “ar Rasul Qudwatuna (Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan dan
idola kami ). Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat
Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah “. (QS.33: 21)
Ibnu Katsir Berkata, “Untaian ayat yang mulia ini
menjadi dasar utama kewajiban berqudwah kepada Rasulullah SAW dalam
tindakan dan perkataannya”.
Muhammad SAW Seorang Yang Berakhlak Mulia
Siapakah kiranya sosok laki- laki berbudi pekerti
amat mulia, yang lahir dari rahim sejarah? Dialah Muhammad SAW. Ia produk
ta’dib Rabbani (didikan Tuhan). Ummul Mu’minin A’isyah ra. Pernah ditanya
tentang akhlak Rasulullah SAW, maka ia menjawab, “Sesungguhnya akhlak
Rasulullah adalah Al Qur’an”.
Bagaimana tidak? Jika tujuan dari misi besar
da’wahnya adalah seperti yang beliau tegaskan dalam sabdanya, “Sesungguhnya aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak”. (HR.Malik). Dan bagaimana tidak? Jika
orang yang paling beliau cintai adalah, ” Orang yang paling baik akhlaknya”.
(HR.Ahmad).
Rasulullah SAW memiliki sifat sabar dengan segala
ma’na yang dikandungnya; sabar menghadapi tekanan, penyiksaan dan hinaan musuh,
sabar menghadapi musibah kematian kerabat dan sahabatnya, sabar menghadapi
sakit, kelaparan dan kemiskinan. Beliau juga lembut, murah hati, penyayang,
pemaaf disaat kuasa membalas.
Ketika masyarakat Tho’if menyiksa dan
menghinakannya, malaikat penjaga bukit menawarkan untuk menghancurkan mereka
dengan bukit, tapi beliau menolak seraya bersabda, “Ya Allah, ampunilah kaumku,
karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui”, sembari terus berharap keislaman
mereka dan anak cucunya. Ketika fathu Makkah, beliau bersikap diluar dugaan
musuh yang sedang ketakutan. Beliau hanya mengatakan apa yang pernah dikatakan
Nabi Yusuf kepada saudara- saudaranya, “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap
kalian, mudah- mudahan Allah mengampuni kalian, dan Dia Maha Penyayang diantara
para penyayang” (QS.12:92).
Rasulullah SAW juga pemberani yang penuh
patriotisme. Ali ra.berkata, “Dahulu kalau pertempuran menghebat, maka kami
berlindung di belakang Rasulullah, sehingga tak seorang pun yang lebih dekat
dengan musuh ketimbang beliau”.
Di puncak kebesaran dan kekuasaannya yang pernah
membuat iri raja-raja dunia, Rasulullah sangat tawadhu’, jauh dari sifat
sombong. A’isyah berkata, “Beliau biasa menambal terompahnya, menjahit bajunya,
mengerjakan sesuatu dengan tangannya sendiri seperti seorang diantara kalian
dalam rumahnya, mencuci pakaiannya, memerah air susu dombanya dan membereskan
urusannya sendiri.”
Jika umat dan bangsa ini ingin merajut kembali
simpul- simpul moralitasnya yang sudah pudar, maka kepribadian Rasululla SAW
adalah cermin yang paling bening. Beliaulah gudangnya sift-sifat
kesempurnaan.”Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.”
(QS.68:4).
Muhammad SAW Seorang Kepala Rumah Tangga
Di saat banyak bahtera rumah tangga hancur
dihantam badai kekerasan, percekcokan dan perceraian, maka rumah tangga
Rasulullah SAW adalah cerminan “surga dunia.” Beliau adil kepada semua istrinya
dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, juga waktu tinggal, ziarah
dan kebutuhan biologis lainnya. Bahkan ketika dalam sakit menjelang wafat harus
tinggal di salah satu rumah istrinya, hal itu tidak beliau lakukan kecuali
setelah mendapat ridha dari semua istrinya. Begitu besar perhatian dan kehati-
hatian RasulullahSAW dalam bersikap adil. Meski demikian beliau selalu memohon
ampun kepada Allah SWT atas keterbatasannya dalam hal yang hanya menjadi
kuasaNya seraya berucap, “Ya Allah, inilah pembagian yang hamba mampu lakukan,
maka ampunilah atas apa yang hamba tidak mampu lakukan”. (HR. Ashabus Sunan)
Rasulullah SAW telah memposisikan wanita di
tempat terhormat di saat semua peradaban menghinakannya, memberikan hak-haknya
dikala dunia merampasnya. Beliau benar-benar telah membumikan firman Allah,
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara
yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada istrinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.2: 228)
Rasulullah SAW siap bermusyawarah, berdiskusi dan
mengambil pendapat istri- istrinya jika kebenaran di pihak mereka. Beliau tidak
segan ketika di rumah harus memenuhi kebutuhannya sendiri, bahkan kebutuhan
istrinya sebagai bentuk bakti suami kepada istri.RasulullahSAW bersabda, “Baktimu
kepada istrimu adalah sadaqah.” (HR. )
Sebagai seorang suami, di mata istri- istrinya
beliau sosok yang berparas menarik, murah senyum, murah hati, pandai bercanda
dengan berkata benar. Tetapi beliau juga bijak dalam meredam api kecemburuan
diantara istri- istrinya, bahkan tegas menghadapi tuntutan mereka dalam hal
materi seperti ditegaskan dalam firman Allah. (QS.33: 28-29).
Begitulah sikap beliau di mata anak-anak dan
pembantunya. Rasulullah bersabda, “Sebaik- baik kalian ialah yang terbaik
terhadap keluarganya dan akulah orang terbaik diantara kalian terhadap
keluargaku.” (HR. Tirmidzi).
Muhammad SAW Seorang Pendidik
Mengajar dan mendidik adalah tugas asasi
Rasulullah SAW, seperti beliau tegaskan sendiri dalam sabdanya, “Sesungguhnya
aku diutus sebagai pendidik. Bahkan Al Qur’an sejak awal telah menjelaskan hal
itu secara gamblang dalam firman Allah SWT, “Dialah yang mengutus kepada kaum
yang buta huruf seorang Rasul diantara mareka, yang membacakan ayat-ayatNya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah
(As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar- benar dalam kesesatan
yang nyata.” (QS.62: 2).
Sehingga tidak mengherankan jika Rasulullah SAW
menghabiskan sebahagian besar kehidupannya untuk mengajarkan Kitab Allah dan As
Sunnah serta mendidik kaum muslimin berdasarkan kedua sumber tersebut. Karena
hanya dengan proses ta’lim dan tarbiyah (mengajar dan mendidik) pesan-pesan
langit itu membumi, kebaikan dan kebenaran mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Hanya dengan ta’lim dan tarbiyah seluruh aspek kehidupan manusia menjadi mapan;
aspek social, politik, ekonomi, keamanan dan aspek moralitas sekalipun.
Satu dari sekian banyak indikator
keberhasilan ta’lim dan tarbiyah Rasulullah SAW adalah kemampuan beliau mencetak
manusia-manusia unggul dalam kebaikan dan kesolehan dengan cara Islam.Beliau
mampu menggali potensi yang dimiliki oleh masing- masing sahabat, sehingga pada
kepribadian mereka terjadi perubahan yang signifikan bila dibandingkan dengan
sebelum mereka berada dibawah naungan ajaran dan didikan Rasulullah SAW. Sebut
saja Umar bin Khattab ra. dimasa jahiliyah; pola pikir, karakter dan perasaanya
terbelakang, wawasannya terbatas, hobinya santai dan mabuk- mabukan.
Selain meneguk air kesegaran Islam dari Rasulullah
SAW, beliau juga dikenal sebagai sosok yang cerdas, negarawan ulung, simbol
keadilan, berwawasan luas dan berfirasat tajam. Lihatlah Abdullah bin Mas’ud
ra., seorang pengembala yang tidak dikenal kecuali oleh tuannya. Setelah
mendapat ta’dib nabawi (didikan Nabi), beliau dikenal sebagai peletak dasar
mazhab fiqih Islam, yang pendapat-pendapatnya banyak diadopsi oleh Imam Abu
Hanifah An Nu’man. Kiranya benar apa yang pernah diungkapkan oleh salah seorang
panglima perang Persia
ketika melihat kaum muslimin, “Sungguh Umar memakan jantung hatiku karena telah
mengajarkan kepada mereka akhlak mulia. Sebenarnya bukan Umar yang
mengajarkannya, tetapi Muhammadlah yang mengajarkannya kepada Umar dan mereka.”
(ar Rosul hal.160-165). Sungguh, kepribadian Rasulullah SAW adalah ayat Allah
yang tidak akan pernah habis. (QS.18: 109).
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking