Kajian Kritis Tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis
Pendahuluan
Ilmu kedokteran merupakan
bidang ilmu terapan, dimana pengetahuan yang kompleks digunakan untuk
memecahkan satu masalah yang sama. Hal ini berbeda dengan ilmu murni dimana
pengetahuan dan masalah yang dicari pemecahannya bersifat horisontal. Proses
berpikir logis lebih tepat digunakan pada penelitian ilmu murni, sedangkan
masalah di kedokteran menggunakan proses berpikir yang lebih luas yaitu
rasional dan obyektif. Proses berpikir rasional dan obyektif dikenal dengan
istilah berpikir kritis. Berpikir kritis merupakan kunci utama keberhasilan
dalam menyelesaikan masalah klinis sebagai prerequisite dari kompetensi
clinical reasoning.
Clinical reasoning
tidak hanya ditentukan dari proses yang digunakan oleh seorang dokter untuk
menentukan keputusan klinik, melainkan dari pemahaman individu terhadap materi
pengetahuan dan pengorganisasian pengetahuan. Pemahaman individu terhadap
materi pengetahuan ditentukan oleh cara yang digunakan untuk memperoleh
pengetahuan. Pengetahuan yang didapatkan melalui proses berpikir kritis
mempunyai tingkat pemahaman yang lebih tinggi. Mahasiswa kedokteran seharusnya
mengoleksi pengetahuan dengan kualitas pemahaman yang lebih baik. Hal ini memerlukan
pengajaran yang menggunakan strategi perpikir kritis terhadap semua pokok
bahasan di kedokteran.
Pada prakteknya penerapan
proses belajar mengajar kurang mendorong pada pencapaian kemampuan berpikir
kritis. Dua faktor penyebab berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan
adalah kurikulum yang umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga
dosen lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman dosen
tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
(Anderson et al., 1997; Bloomer, 1998; Kember, 1997 Cit in Pithers RT, Soden
R., 2000).
Tulisan ini bertujuan
memberikan kajian tentang permasalahan cara belajar berpikir kritis terhadap
pokok bahasan di kedokteran, serta panduan dalam program pengembangan staf yang
memberikan perhatian untuk membantu siswa menjadi seorang yang mampu berpikir
kritis.
Ketrampilan Intelektual dan Perkembangan Kognitif
Pendekatan belajar yang
diperlukan dalam meningkatkan pemahaman terhadap materi yang dipelajari dipengaruhi
oleh perkembangan proses mental yang digunakan dalam berpikir (perkembangan
kognitif) dan konsep yang digunakan dalam belajar. Perkembangan merupakan
proses perubahan yang terjadi sepanjang waktu ke arah positif. Jadi
perkembangan kognitif dalam pendidikan merupakan proses yang harus difasilitasi
dan dievaluasi pada diri mahasiswa sepanjang waktu mereka menempuh pendidikan
termasuk kemampuan berpikir kritis. Rath et al (1966) menyatakan bahwa salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kemampuan berpikir kritis
adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Mahasiswa memerlukan suasana
akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk
mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan
pembelajaran.
Salah satu komponen
berpikir kritis yang perlu dikembangkan adalah ketrampilan intelektual.
Ketrampilan intelektual merupakan seperangkat ketrampilan yang mengatur proses
yang terjadi dalam benak seseorang. Berbagai jenis ketrampilan dapat dimasukkan
sebagai ketrampilan intelektual yang menjadi kompetensi yang akan dicapai pada
pogram pengajaran. Ketrampilan tersebut perlu diidentifikasi untuk dimasukkan
baik sebagai kompetensi yang ingin dicapai maupun menjadi pertimbangan dalam
menentukan proses pengajaran.
Bloom mengelompokkan
ketrampilan intelektual dari ketrampilan yang sederhana sampai yang
kompleks antara lain pengetahuan/pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Ketrampilan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi
pada taksonomi Bloom merupakan ketrampilan pada tingkat yang lebih tinggi (Higher
Order Thinking) (Cotton K.,1991). Kesepakatan yang diperoleh dari hasil
lokakarya American Philosophical Association (APA, 1990) tentang komponen
ketrampilan intelektual yang diperlukan pada berpikir kritis antara lain interpretation,
analysis, evaluation, inference, explanation, dan self regulation (Duldt-Battey
BW, 1997).
Masing-masing komponen
tersebut merupakan kompetensi yang perlu disusun dan disepakati oleh para dosen
tentang perilaku apa saja yang seharusnya dapat ditunjukkan oleh mahasiswa pada
tiap-tiap komponen di tiap-tiap tingkat sepanjang program pendidikan.
Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis
Kember (1997) menyatakan
bahwa kurangnya pemahaman pengajar tentang berpikir kritis menyebabkan adanya
kecenderungan untuk tidak mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan
berpikir pada siswa. Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai
problem solving, meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari
kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan
dari 56 literatur tentang strategi pengajaran ketrampilan berpikir pada
berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar dan menengah menyimpulkan bahwa
beberapa strategi pengajaran seperti strategi pengajaran kelas dengan diskusi
yang menggunakan pendekatan pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan
pertanyaan yang memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi,
memberikan waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi tersebut,
yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi. Faktor yang
menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan berpikir adalah pelatihan
untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan
ketrampilan berpikir jika penerapannya tidak sesuai dengan harapan yang
diinginkan, tidak disertai dukungan administrasi yang memadai, serta program
yang dijalankan tidak sesuai dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Penulis menilai strategi
belajar kelas lebih sesuai pada pengajaran tingkat dasar dan menengah seperti
hasil-hasil penelitian yang dilaporkan pada artikel tersebut. Pada pendidikan
tingkat lanjut mahasiswa dipersiapkan untuk dapat belajar lebih mandiri sebagai
modal yang diperlukan pada saat bekerja. Artikel tersebut juga melaporkan bahwa
strategi pengajaran yang diarahkan melalui komputer (CAI) mempunyai hubungan
positif terhadap perkembangan intelektual dan pencapaian prestasi. Strategi
tersebut dapat menjadi pilihan dalam pendidikan tinggi, sehingga mahasiswa
dapat mengatur cara belajarnya secara mandiri.
Strategi pengajaran
berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang dilakukan di Melaka Manipal
Medical College India adalah dengan memberikan penilaian menggunakan pertanyaan
yang memerlukan ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar
ilmu dasar menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi
menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah pendahuluan,
mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah pertanyaan yang harus dijawab
beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan pada pertemuan
berikutnya untuk meluruskan adanya kesalahan konsep dan memperjelas materi yang
belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya menunjukkan bahwa mahasiswa pada
program tersebut menunjukkan prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan
soal-soal hapalan maupun soal yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang
lebih dalam. Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR., et al.,
2004).
Penelitian tersebut
membuktikan dua hal dalam pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis, yaitu:
- Dengan menggunakan konteks yang relevan seperti masalah klinik yang dipahami oleh mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis sekaligus meningkatkan prestasi akademisnya.
- Cara penilaian yang memerlukan telaah yang lebih dalam, mendorong siswa untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar belajar untuk menghapal.
Artikel di atas
menyatakan bahwa pertanyaan diberikan setelah memperoleh kuliah pendahuluan
konsep dasar dari ilmu dasar yang dipelajari. Hal ini menunjukkan bahwa
informasi yang diberikan telah disusun oleh dosen dengan konsep yang jelas
sehingga tidak memberikan pengalaman bagi mahasiswa untuk menentukan informasi
yang diperlukan untuk membangun konsep sendiri. Sedangkan salah satu karakter
seorang yang berpikir kritis adalah self regulatory, sehingga pengajaran
tersebut dapat dikombinasikan dengan strategi lain agar mahasiswa dapat
menentukan informasi secara mandiri. Artikel tersebut juga tidak menjelaskan
bagaimana proses diskusi yang dilakukan pada kelas besar, sehingga setiap
mahasiswa memperoleh kesempatan untuk menyampaikan argumentasi dari jawaban
pertanyaan yang diberikan. Penulis beranggapan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang
dapat mendorong siswa untuk berpikir kritis dapat dimasukkan ke dalam study
guide sebagai salah satu sumber belajar ketika mahasiswa dalam belajar
mandiri pada strategi Problem Based Learning.
Pembelajaran kolaboratif
melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang
dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V.,
2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk
mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain,
mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan,
membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan
motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan
menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Evaluasi Kemampuan Berpikir Kritis
Evaluasi merupakan proses
pengukuran pencapaian tujuan yang diinginkan dengan menggunakan metode yang teruji
validitas dan reliabilitasnya. Beberapa penelitian mengevaluasi kemampuan
berpikir kritis dari aspek ketrampilan intelektual seperti ketrampilan
menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang berbasis taxonomi Bloom1,3. Sedangkan
tujuan pengajaran berpikir kritis meliputi ketrampilan dan strategi kognitif,
serta sikap.
Colucciello menggabungkan
berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen pemecahan masalah
keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan komponen ketrampilan dan sikap
berpikir kritis. Elemen tersebut antara lain menentukan tujuan, menyusun
pertanyaan atau membuat kerangka masalah, menunjukkan bukti, menganalisis
konsep, interpretasi, asumsi, perspektif yang digunakan, keterlibatan, dan
kesesuaian. Dengan kriteria antara lain: kejelasan, ketepatan, ketelitian,
keterkaitan, keluasan, kedalaman, dan logikal2. Dia juga
membandingkan dengan inventory yang sudah ada seperti California Critical
Thinking Test (CCTT) untuk mengevaluasi ketrampilan berpikir kritis dan
Critical Thinking Disposition Inventory (CTDI) untuk mengevaluasi sikap
berpikir kritis2.
Evaluasi juga menilai
kesesuaian rencana dengan penerapan di lapangan (evaluasi proses) yang termasuk
di dalamnya adalah mengevaluasi budaya akademik dalam kelas dan budaya akademik
dalam fakultas yang dilakukan secara sistematis baik oleh dosen maupun
administrator yang dinyatakan oleh Orr and Klein, 19914. Penilaian
mahasiswa terhadap dosen dapat menggunakan berbagai karakteristik sikap yang
menghambat atau mendorong kemampuan berpikir kritis yang telah dibahas
sebelumnya.
Kesimpulan
Strategi pengajaran yang
mendorong mahasiswa berpikir kritis terhadap pokok bahasan di kedokteran dapat
menggunakan berbagai strategi pengajaran yang menggunakan pendekatan di bawah
ini:
<!--[if
!supportLists]-->1.
<!--[endif]-->Pembelajaran aktif
<!--[if
!supportLists]-->2.
<!--[endif]-->Pembelajaran kolaboratif/Social setting
<!--[if
!supportLists]-->3.
<!--[endif]-->Pembelajaran kontekstual
<!--[if
!supportLists]-->4.
<!--[endif]-->Menggunakan pendekatan higher order thinking.
<!--[if
!supportLists]-->5.
<!--[endif]-->Self directed learning
Kombinasi dari berbagai
strategi di lebih dianjurkan oleh karena dapat mencapai berbagai aspek dari
komponen berpikir kritis. Teknologi pengajaran yang menerapkan kombinasi dari
berbagai strategi yang ada saat ini misalnya Problem Based Learning (PBL).
Fakultas Kedokteran perlu mengembangkan strategi pengajaran tersebut dalam
pengajaran agar mahasiswa dapat belajar materi kedokteran melalui proses
berpikir kritis. Dengan demikian mahasiswa dapat memberi makna yang lebih dalam
(bukan sekedar mendapat materi yang dalam) dari materi yang dipelajari.
Pemahaman terhadap makna pokok bahasan yang dipelajari mempunyai hubungan
dengan kemampuan clinical reasoning sebagai kompetensi seorang dokter.
Daftar
Pustaka
Sudaryanto.
Program Diploma Ilmu Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking