PERENCANAAN
1.
Identifikasi
Masalah
Malaria
merupakan salah satu penyakit penyebab masalah kesehatan masyarakat terutama di
negara tropis dan sub tropis yang sedang berkembang. Pertumbuhan penduduk yang cepat,
migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu
memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahan baru serta perpindahan
penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk
dengan manusia yang bermukim di daerah
tersebut.
Penyebaran yang luas serta kemampuan untuk menginfeksi
yang tinggi menyebabkan penyakit ini sulit untuk dikendalikan. Sekitar
100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahun dan sekitar 1 persen
diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan
penyebab utama kematian di negara sedang berkembang. Penyakit ini setiap tahun terjadi 300
– 500 juta kasus yang menyebabkan
2 juta kematian (1 dalam 30 detik) dan lebih
dari 90% penderita adalah anak balita (Tetriana,2007). Terhitung bahwa 0,9 – 2,3 juta kematian
pada anak di sebabkan oleh malaria yang terjadi di sub Sahara Afrika (Vilamor,
et.al, 2003). Angka kematian
bayi dan anak di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia hampir 10 kali lipat dari angka
kematian bayi dan anak di negara maju. Setiap tahun 12 juta anak meninggal
sebelum usia 5 tahun, 70 % di antaranya
meninggal karena pneumonia, diare, malaria, campak malnutrisi dan juga
komplikasi dari penyakit/ keadaan tersebut di atas
(Heryati,2002).
Kematian banyak terjadi pada negara-negara yang menjadi
daerah endemik malaria, antara lain negara Asia Tenggara termasuk Indonesia, terutama di Propinsi bagian timur seperti daerah
pedesaan di luar Jawa dan
Bali. Menurut
data dari fasilitas kesehatan Depkes RI pada tahun 2001 diperkirakan prevalensi malaria adalah
850,2 per 100.000 penduduk
dengan angka yang tertinggi 20%
di Gorontalo, 13% di Nusa Tenggara
Timur (NTT) dan 10% di Papua. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2001 memperkirakan angka kematian spesifik akibat malaria di Indonesia
adalah 11 per 100.000 untuk
laki-laki dan 8 per
100.000 untuk perempuan (Nurhayati,2006).
Sebagai salah satu “re-emerging
infectious disease” di Indonesia, malaria
endemis di beberapa provinsi. Secara nasional pada tahun 2007 Provinsi
Papua Barat mempunyai Annual Malaria Incidence (AMI) tertinggi (346 ‰), urutan kedua Provinsi Papua (176 ‰),
dan urutan ketiga adalah Provinsi Maluku Utara ( 92,04 ‰). Provinsi Nusa Tenggara Timur
sendiri menempati urutan ke empat dengan AMI sebesar 81,32 ‰
(Depkes RI, 2007).
Selain kematian dan kesakitan yang ditimbulkan oleh
malaria, penyakit ini merupakan masalah dan tantangan kesehatan masyarakat
karena terbanyak menyerang masyarakat miskin dan memiskinkan masyarakat. Pada
tahun 2001 malaria berada pada urutan ke delapan sebagai penyumbang Disability
Adjusted Life Year (DALY) terbesar di dunia dan berada pada urutan kedua di
Afrika (WHO, 2002).
Setiap orang mempunyai risiko untuk terkena malaria,
wanita hamil dan anak di bawah lima tahun merupakan kelompok yang rawan. Wanita
hamil memiliki kemungkinan terserang malaria falciparum lebih sering dan lebih
berat dibandingkan wanita tidak hamil.
Konsentrasi eritrosit yang terinfeksi
parasit banyak ditemukan dalam plasenta sehingga diduga respon imun
terhadap parasit di bagian tersebut mengalami supresi. Hal tersebut berhubungan
dengan supresi sistem imun baik humoral maupun selular selama kehamilan yang
dihubungkan dengan adanya fetus dalam tubuh ibu. Plasenta dengan konsentrasi
eritrosit ini dapat menyebabkan terjadinya malaria kongenital pada bayinya
(Warouw, 2010)
Penyakit
malaria jarang terjadi pada bulan-bulan pertama kehidupan, tetapi pada anak
yang berumur beberapa tahun dapat terjadi serangan malaria tropika yang berat,
bahkan dapat sebabkan kematian terutama pada anak dengan gangguan gizi
(Harijanto,2010). Di Sub Sahara Afrika 80 % kematian pada anak bawah lima tahun
(balita) di sebabkan oleh Demikian juga dengan keadaan lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhan hidup nyamuk dan
didukung oleh perilaku manusia, meningkatkan risiko terjadinya kontak yang
menyebabkan terjadinya penyakit malaria ini. Interaksi faktor-faktor tersebut
penting untuk dikaji terutama untuk menganalisis hubungannya dengan kejadian
malaria pada anak.
2.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian identifikasi masalah, dapat dirumuskan permasalahan umum yaitu
a.
Berdasarkan jumlah Ibu hamil yang mudah
terkenal penyakit malaria
b. Kurangnya
pengetahuan tentang bahaya penyakit malaria pada Ibu hamil
c. Kurangnya
pengetahuan dan pencegahan penyakit malaria pada ibu hamil
d. Tidak
adanya pencegahan penggunaan
kelambu
dan penggunaan obat nyamuk
terhadap kejadian
malaria pada ibu hamil
e. Kader
posyandu sebagai pilar kesehatan yang paling dekat dengan masyarakat ini telah
mendapat pelatiahn pencegahan terjadinya penyakit malaria namun kurang
sosialisasi kepada masyarakat
3.
Tujuan
Dan Sasaran Kegiatan
Tujuan umum kegiatan ini adalah Untuk mengetahui beberapa faktor Ibu
hamil, faktor lingkungan dan faktor
pelayanan kesehatan yang berpengaruh terhadap kejadian malaria Ibu hamil
Tujuan khusus ini adalah :
a.
Menilai seberapa banyak terjadinya malaria pada ibu
hamil
b.
Untuk meningkatkan penegtahuan kepada masyarakat
khususnya ibu hamil tentang bahayanya penyakit malaria
c.
Untuk meningkatkan pencegahan dan penaganan penyakit
malaria
d.
Untuk melihat dan mengetahuai tingkat keberhasilan
penaganan penyakit malaria pada Ibu hamil
Sasaran
kesiatan ini adalah kader posyandu, Ibu hamil serta masyarat awam
4.
Rencana
Kegiatan
Memberikan pengetahuan dan keterampilan
kepada kader posyandu, Ibu hamil serta masyarat awam agar bertambah dalam hal
pencegahan penyakit malaria
5.
Instrumen
Monitoring Dan Evaluasi
Keterampilan kader posyandu meningkat
dan pengetahuan Ibu hamil serta masyarakat awam tentang penyakit malaria
meningkat sehingga kejadian penyakit malaria berkurang
PENGORGANISASIAN
Kerjasama dengan Dinas kesehatan sangat
dibutuhkan agar kegiatan yang telah direncanakan berjalan dengan baiak dan
berkesinabungan : contohnya kerjasama
yang dilakukan meliputi :
a.
Posyandu
menampung seluruh kegiatan yang dilakukan dalam penanggulangan malaria agar
dapat terlaksana secara terencana, terarah, terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan sehingga dapat memberi hasil optimal dalam penemuan dan
pengobatan penderita serta pencegahan penularan malaria
Mekanisme ibu hamil adalah setelah Ibu
hamil ditimbang maka hasil
penimbangannya akan diisikan ke dalam KMS (Kartu Menuju Sehat).
ü
Ibu
hamil
memperoleh penyuluhan kesehatan serta pencegahan
penyakit
ü
Kader
menganjurkan pada ibu untuk tetap melaksanakan nasehat yang diberikan tentang penyakit
malaria
ü
Kader
melakukan kunjungan rumah untuk memantau perkembangan kesehatan
b. Puskesmas
Puskesmas menerima rujukan Ibu hamil dari posyandu dalam wilayah kerjanya serta pasien pulang
dari rawat inap di rumah sakit, kemudian menyeleksi kasus dengan cara menimbang
ulang dan dicek dengan Tabel BB/U Z-Score WHO-NCHS apabila ternyata berat badan
anak berada di bawah garis merah (BGM) dianjurkan kembali ke PPG/posyandu untuk
mendapatkan PMT pemulihan, apabila anak dengan KEP berat/gizi buruk (BB <
60% Tabel BB/U Baku Median WHO-NCHS) tanpa disertai komplikasi, anak dapat
dirawat jalan di puskesmas sampai berat badan nya mulai naik 0,5 Kg selama 2
minggu dan mendapat PMT-P dari PPG, apabila setelah 2 minggu berat badannya tidak
naik, lakukan pemeriksaan untuk evaluasi mengenai asupan makanan dan
kemungkinan penyakit penyerta, rujuk ke rumah sakit untuk mencari penyebab lain
PELAKSANAAN
Pelaksana kegiatan : Novita Lajuhani
Waktu
pelaksanaan : Desember 2013
Tempat
: Posyandu
Kaukes
Mekanisme dan prosedur pelaksanaan
: diskusi dan paktek
No
|
Kegiatan Diskusi Dan Praktek
|
Kegiatan Peserta
|
1
|
ü
Membuka kegiatan dengan mengucapkan
salam.
ü
Memperkenalkan diri
ü
Menjelaskan tujuan dari kegiatan
ü
Menjelaskan
tentang Penyakit malaria
ü
Memberikan
kesempatan untuk peserta untuk bertanya
ü
Memberikan
pertanyaan untuk peserta
ü
Memberikan
pujian untuk peserta yang menjawab
ü
Memberikan
pengarahan dan motivasi agar kegiatan ini dapat terus berkelanjutan.
ü
Mengucapkan
terima kasih atas partisipasi peserta dan pujian seta membagikan souvenir
kepada peserta
ü
Mengucapkan
salam penutup
|
ü
Menjawab salam
ü
Mendengarkan
ü
Memperhatikan
ü
Mendengarkan
ü
Bertanya
ü
Menjawab
pertanyaan
ü
Bertepuk
tangan
ü
Memperhatikan
dan mendengarkan
ü
Mendengarkan
ü
Menjawab
salam
|
EVALUASI
Pemahaman kebijakan
eliminasi malaria oleh Dinas Kesehatan sudah baik, hal tersebut ditunjukkan
dengan upaya mengimplementasikan kebijakan nasional yaitu SK Menkes No. 293
tahun 2009, pemerintah telah membuat peraturan gubernur untuk mengimplementasikan
Kepmenkes, yaitu Pergub No. 10 tahun 2010 tentang tata cara pelaksanaan
eliminasi malaria. Di dalam Peraturan Gubernur tersebut menyatakan bahwa
eliminasi malaria dilakukan secara bertahap dari Kabupaten/ Kota dan Provinsi
menurut tahapan yang didasarkan pada situasi malaria dan kondisi sumber daya
yang tersedia, di mana tahap eliminasi malaria adalah tahapan pemberantasan,
praeliminasi, eliminasi dan pemeliharaan. Salah satu hambatan dalam
pengorganisasian untuk eliminasi malaria sesuai amanat Pergub, adalah belum
terbentuknya Kelompok Kerja (Pokja) yang
akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Menurut Kepala Bidang Pencegahan
Penyakit Dinkes Provinsi, Pokja belum terbentuk, baik di Provinsi maupun di
Kabupaten/Kota seperti pernyataannya di bawah ini: “Dalam Peraturan Gubernur
ini, direncanakan dibentuk Pokja-Pokja yang terdiri dari lintas sektor, tapi
ada persoalan, Pokja-Pokja belum terbentuk, tapi pekerjaan kita koordinasikan
sudah terlaksana”. Sebagai tindak lanjut Peraturan Gubernur, Bupati/ Walikota
diharapkan menyusun Peraturan Daerah atau Peraturan Walikota dan membentuk
Pokja program eliminasi Malaria Kabupaten/Kota yang ditetapkan dengan Keputusan
Bupati/Walikota, tapi belum semua Kabupaten/Kota mempunyai Perda/Perwali.
Seperti pernyataan Kabid P2 Dinkes Provinsi. “Tindak lanjut Peraturan Gubernur,
setiap Kabupaten/Kota diharapkan diikuti pembentukan perturan daerah dan
peraturan walikota. Sampai saat ini, belum semua Kabupaten/Kota memiliki
Peraturan Daerah/Peraturan Walikota”. Pemahaman Dinas Kesehatan Kabupaten tentang
Kebijakan Eliminasi Malaria, sudah baik. Kebijakan eliminasi malaria di
Kabupaten Karangasem sudah dilakukan komunikasi, advokasi, motivasi dan
sosialisasi kepada Pemerintah Daerah untuk mendukung secara aktif program eliminasi
malaria dan sudah menggalang kemitraan lintas program dan lintas sektor,
seperti pernyataan Kabid P2 Dinkes Karangasem yaitu: “Yang kita pahami pada
kebijakan eliminasi malaria adalah mendukung SK Bapak Gubernur No. 10 tahun
2010 dan daerah sudah membuat Peraturan Daerah No. 2 tahun 2010.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking