Breaking News

Trending Template

Dinsdag 03 Desember 2013

MENEJEMEN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN


MENEJEMEN KEPEMIMPINAN
 DALAM KEPERAWATAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

         Manajemen didefinisikan sebagai proses menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang berubah. Manajemen juga merupakan proses pengumpulan dan mengorganisasi sumber-sumber dalam mencapai tujuan (melalui kerja orang lain) yang mencerminkan dinamika suatu organisasi.tujuan ditetapkan berdasarkan misi,filosofi dan tujuan organisasi.proses manajemen meliputi kegiatan mencapai tujuan organisasi melalui perencanaan organisasi,pengarahan dan pengendalian sumber daya manusia,fisik,dan teknologi.semua perawat yang terlibat dalam manajemen keperawatan dianggap perlu memahami misi,Filosofi dan tujuan pelayanan keperawatan serta kerangka konsep kerjanya.

         Manajemen keperawatan mempunyai lingkup manajemen operasional untuk merencanakan, mengatur dan menggerakkan karyawan dalam memberikan pelayanan keperawatan sebaik-baiknya pada pasien melalui manajemen asuhan keperawatan. Agar dapat memberikan pelayanan keperwatan sebaik-baiknya kepada pasien, diperluikan suatu standar yang akan digunakan baik sebagai target maupun alat pengontrol pelayanan tersebut.

B.     Tujuan

1)      Untuk menamabah wawasan Mahasiswa tentang bagaimana cara mengelolah tenaga keperwatan.
2)      Untuk meningkatkan keterampilan Mahasiswa tentang bagaimana cara memberikan pelayanan keperawatan kepada klien.
3)      Untuk memudahkan Mahasiswa dalam proses belajar mengajar pada mata kuliah Manajemen dan Kepemimpinan dalam Keperawatan.



BAB II
PEMBAHASAN
  1. PENGERTIAN
Beberapa ahli mengungkapkan pengertian kepemimpinan sebagai berikut:
Kepemimpinan adalah kemampuan membuat seseorang mengerjakan apa yang tidak ingin mereka lakukan dan menyukainya (Truman, dikutip dari Gillies, 1996).
Kepemimpinan merupakan penggunaan keterampilan mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya (Sullivan dan Decleur, 1989).
Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan untuk mempengaruhi anggota kelompok bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan (Baily, Lancoster dan Lancoster, 1989)
Kepemimpinan adalah sebuah hubungan dimana satu pihak memiliki kemampuan yang lebih besar untuk mempengaruhi perilaku pihak lain yang didasarkan pada perbedaan kekuasaan antara pihak-pihak tersebut (Gillies, 1996).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa:
Kepemimpinan merupakan kemampuan mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi perilaku orang lain.
Kepemimpinan diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan dapat berjalan bila ada perbedaan kekuasaan atau wewenang antara pemimpin dan anggota organisasi yang dipimpinnya.
  1. TEORI KEPEMIMPINAN
Teori kepemimpinan terbagi atas dua yaitu : teori bakat dan teori perilaku
1.       Teori bakat
        Teori ini menyatakan bahwa seseorang dilahirkan dengan bakat pimpinan yang tidak dapat          dipelajari. Kemampuan seorang pemimpin ditentukan oleh bakat, intelegensi, stabilitas emosi dan kebugaran fisik.

2.      Teori perilaku
Douglas Mc Gregor mengemukakan bahwa para pimpinan organisasi birokratis menganut asumsi tentang sifat alami manusia yang oleh Mc Gregor disebut Teori X. Asumsi tersebut adalah:
Rata-rata individu memiliki ketidaksukaan pada pekerjaan dan akan menghindarinya sewaktu ada kesempatan.
Rata-rata individu memilih diarahkan dengan harapan menghidari tanggung jawab dan lebih tertarik kepada insentif materi daripada prestasi diri.
Karena manusia tidak menyukai pekerjaan, mereka harus dikendalikan, diancam dan dipaksa untuk mengerahkan usaha yang cukup untuk mencapai tujuan organisai.
Mc Gregor mempertanyakan asumsi tersebut dengan mengajukan asumsi yang berbeda (Teori Y) agar dapat mendorong pekerja untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara utuh. Asumsi teori Y adalah:
Pengeluaran usaha fisik dan mental dalam bekerja harus seimbang dengan istirahat atau hiburan.
Manusia akan membiasakan kontrol diri dan mengarahkan diri untuk mencapai tujuan-tujuan yang dipatuhinya secara pribadi.
Rata-rata individu belajar di bawah kondisi yang sesuai untuk mencari dan menerima tanggung jawab.
Kapasitas untuk menerapkan imajinasi dan kreatifitas terhadap pemecahan masalah-masalah organisasi secara lebih luas terbagi di antara para pekerja.

  1. GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan dapat diartikan sebagai penampilan atau karakteristik khusus dari suatu bentuk kepemimpinan (Follet, 1940; dikutip dari Gillies, 1996). Ada 4 (empat) gaya kepemimpinan yang telah dikenal yaitu: otokratis, demokratis, partisipatif dan laissez faire (Gillies, 1996).

v  Gaya Kepemimpinan Otokratis:
Gaya kepemimpinan otokratis adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan, sanjungan, kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
v  Gaya Kepemimpinan Demokratis:
Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi. Pemimpin yang demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama.
v  Gaya Kepemimpinan Partisipatif:
Gaya kepemimpinan partisipatif adalah gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis dengan cara mengajukan masalah dan mengusulkan tindakan pemecahannya kemudian mengundang kritikan, usul dan saran bawahan. Dengan mempertimbangkan masukan tersebut, pimpinan selanjutnya menetapkan keputusan final tentang apa yang harus dilakukan bawahannya untuk memecahkan masalah yang ada.
v  Gaya Kepemimpinan Laisses Faire:
Gaya kepemimpinan laisses faire dapat diartikan sebagai gaya “membiarkan” bawahan melakukan sendiri apa yang ingin dilakukannya. Dalam hal ini, pemimpin melepaskan tanggung jawabnya, meninggalkan bawahan tanpa arah, supervisi atau koordinasi sehingga terpaksa mereka merencanakan, melakukan dan menilai pekerjaan yang menurut mereka tepat.
Selanjutnya dapat dikemukan bahwa keempat gaya kepemimpinan di atas memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Setiap gaya kepemimpinan bisa efektif dalam situasi tertentu tetapi tidak efektif dalam situasi lainya (Tannenbaum dan Schmit, 1973; dikutif dari Gillies, 1996). Faktor yang menetukan efektifitas gaya kepemimpinan secara situasional meliputi: kesulitan atau kompleksitas tugas yang diberikan, waktu yang tersedia untuk menyelesaikan tugas, ukuran unit organisasi, pola komunikasi dalam organisasi, latar belakang pendidikan dan pengalaman pegawai, kebutuhan pegawai dan kepribadian pemimpin (Gillies, 1996).



  1. PEMIMPIN YANG EFEKTIF
Tidak ada gaya atau karakteristik kepemimpinan yang dpat dikatakan efektif tanpa mempetimbangkan situasi kultural, situasi kerja dan kebutuhan pekerja yang terus-menerus berubah dari waktu ke waktu. Karakteristik kepemimpinan yang efektif dikemukan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
1. Fiedler (1977), dikutif dari Gillies (1996) menyatakan bahwa kepemimpinan dapat berjalan efektif bila:
Kepemimpinan berganti dari satu orang ke orang lain dan berganti dari satu gaya ke gaya lainnya seiring dengan terjadinya perubahan situasi kerja.
Pemimpin sebaiknya berasal dari anggota kelompok kerja, mengenal situasi kerja dan memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding anggota kelompok kerja lainnya.
Bennis menyatakan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memenuhi karakteristik sebagai berikut:
Mempunyai pengetahuan yang luas dan kompleks tentang sistem manusia.
Menerapkan pengetahuan tentang pengembangan dan pembinaan bawahan.
Mempunyai kempuan menjalin hubungan antar manusia.
Mempunyai sekelompok nilai dan kemampuan yang memungkinkan untuk mengenal orang lain dengan baik.
Swanburg (1990) menyatakan bahwa karakteristik pemimpin yang efektif adalah sebagai berikut:
Intelegensi (pengetahuan, pendapat, keputusan, berbicara)
Kepribadian (mudah adaptasi, waspada, kreatif, kerjasama, integritas pribadi yang baik, keseimbangan emosi dan tidak ketergantungan kepada orang lain)
Kemapuan (bekerjasama, hubungan antar manusia dan partisipasi sosial).

E.   HUBUNGAN KEPEMIMPINAN DAN KEKUASAAN
Kepemimpinan dan kekuasaan adalah dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Kepemimpinan dapat dijalankan hanya bila pada diri pemimpin terdapat kekuasaan karena jabatan yang diembannya dan penerimaan atau pengakuan bawahan atas perannya sebagai pemimpin (Gillies, 1996). Kekuasaan seorang pemimpin dapat diuraikan sebagai berikut:
Reward power atau kekuasaan memberikan penghargaan terhadap bawahan baik berupa insentif material, memenuhi permintaan rotasi tugas atau kesempatan untuk mengikuti program pengembangan staf.
Coecieve power atau kekuasaan untuk menerapkan perintah atau hukuman secara paksa kepada bawahan berupa penurunan atau penundaan kenaikan pangkat, skorsing maupun pemecatan.
Referent power merupakan kemampuanan untuk menjadi panutan bawahan sehingga dapat menimbulkan kebanggaan dan upaya bawahan untuk mengidentifikasikan diri sesuai dengan pemimpinnya.
Expert power merupakan kemampuan untuk meyakinkan, membimbing dan mengarahkan bawahan berdasarkan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin.
Ruang lingkup atau batasan kekuasaan yang secara tegas ditentukan dalam jabatan tertentu dapat disebut wewenang.

F.    PENERAPAN KEPEMIMPINAN DALAM KEPERAWATAN

Menurut Kron (1981), ruang lingkup kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan meliputi:
Perencanaan dan pengorganisasian
Membuat penugasan dan memberi pengarahan
Pemberian bimbingan
Mendorong kerjasama dan partisipatif
Kegiatan koordinasi
Evaluasi hasil kerja.
  1. Pengelolaan Tenaga Keperawatan

  1. Pengelolaan Ketenagaan

         Pengelolaan merupakan fungsi organic manajemen yang merupakan dasar dan titik tolak dari kegiatan pelakasanaan tertentu dalam usaha mencapai tujuan organisasi apabila proses pengelolaan dilakukan dengan baik akan memberikan jaminan pelaksaaan kegiatan menjadi baik sehingga mencapai tujuan organisasi yang berdaya guna dan berhasil guna.

         Pengelolaan tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pelayanan Keperawatan yang optimal dan bermutu tinggi. Pengelolaan ketenagaan, menjadi permasalahan besar diberbagai organisasi keperawatan, seperti ditatanan Rumah Sakit, perawatan dirumah, dan tempat-tempat pelayanan keperawatan lain. Oleh karena itu, pengelolaan ketenagaan harus sesuai dengan ketentuan atau pedoman yang berlaku, tenaga yang dibutuhkan dalam memberikan pelayanan keperawatan harus sesuai dengan standar keperawatan yang ada.

         Pengelolaan ketenagaan merupakan sesuatu proses yang kompleks, yang memerlukan ketelitian dalam menerapkan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan dalam mencapai tujuan organisasi. Jumlah tenaga yang ada perlu ditata atau dikelolah dalam melaksanakan kegiatan melalui penjadwalan sistematis dalam terencana secara matang sehingga kegiatan dapat dilakukan secara optimal.

  1.     Pengelolaan Tenaga Keperawatan

         Pengelolaan tenaga keperawatan merupakan salah satu fungsi utama seorang pemimpin organisasi termasuk organisasi keperawatan. Keberhasilan suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Hal ini berhubungan erat dengan bagaimana seorang pimpinan mengelola ketenagaan di Unit kerjanya.

Langkah pengelolaan tenaga keperawatan yaitu :
1.      Mengidentifikasi bentuk dan beban pelayanan keperawatan yang akan diberikan.
2.      Menentukan kategori perawat yang akan ditugaskan untuk melaksanakan pelayanan keperawatan.
3.      Menentukan jumlah masing-masing kategori perawat yang dibutuhkan.
4.      Menerima dan menyaring untuk mengisi posisi yang ada.
5.      Melakuka seleksi calon-calon yang ada.
6.      Menentukan tenaga perawat sesuai dengan unit atau shift.
7.      Memberikan tanggung jawab untuk melaksanakan tugas pelayanan keperawatan.

         Penentuan tenaga keperawatan dipengaruhi oleh keinginan untuk menggunakan tenga keperawatan yang sesuai. Untuk lebih akuratnya dalam perencanaan tenaga keperawatan, maka pimpinan keperawatan harus mempunyai keyakinan tertentu dalam organisasinya seperti:
1.      Rasio antara perawat dan klien didalam ruangan perawatan intensif adalah 1:1 atau 1:2.
2.      Perbandingan perawat ahli dan terampil diruang medical bedah,kebidanan,anak dan psikiatri adalah 2:1 atau 3:1.

  1.     Perkiraan Kebutuhan Tenaga

         Penetapan jumlah tenaga keperawatan harus disesuaikan dengan kategori yang akan dibutuhkan untuk asuhan keperawatan klien disetiap unit.beberapa pendekatan dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah staf yang dibutuhkan berdasarkan kategori klien yang dirawat,rasio perwat dan klien untuk memenuhi standar praktek keperawatan.

         Cara menentukan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk setiap unit sebagai berikut:
1.      Rasio perawat – klien disesuaikan dengan standar perkiraan jumlah klien sesuai data.
2.      Pendekatan system ketenagaan dapat menentukan jumlah optimal yang sesuai dengan kategori perawat untuk setaiap unit serta mempertimbangkan komponen input-proses-output-umpan balik.

         Kebutuhan tenaga dapat ditinjau berdasarkan waktu perawatan langsung, waktu perawatan tidak langsung, dan waktu pendidikan kesehatan.

         Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban kerja perawat,yaitu:
1.      Jumlah klien yang dirawat setiap hari/bulan/tahun di unit tersebut.
2.      Kondisi atau tingkat ketergantungan.
3.      Rata-rata hari perawatan.
4.      Pengukuran keperawatan langsung, perawatan tidak langsung, dan pendidikan kesehatan.
5.      Frekuensi tindakan perawatan yang dibutuhksn klien.
6.      Rata-rata waktu perawatan langsung,tidak lansung, dan pendidikan kesehatan.

         Dengan mengelompokkan klien menurut jumlah dan kompleksitas pelayanan keperawatan yang dibutuhkan klien,pimpinan keperawatan dapat memperhitungkan jumlah tenaga keperawatn yang dibutuhkan untuk masing-masing unit.

  1.     Pembagian Tenaga Keperawatan dan Penyusunan Jadwal

         Penyusunan jadwal dinas merupakan tanggung jawab kepala ruangan atau pengawas, teatapi lebih diutamakan kepala ruangan karena lebih mengetahui tingkat kesibukan ruangan dan karakteristik sifatnya. hal ini akan memudahkan dalam menerapkan orang yang tepat untuk setiap periode jaga atau shift.
         Prinsip penyusunan jadwal hendaknya memenuhi beberapa prinsip,diantaranya harus ada kesinambungan antara kebutuhan unit kerja dan kebutuhan staf.prinsip berikutnya,setaiap staf harus terlibat dalam siklus atau rotasi pagi-sore-malam:metode yang dipakai harus sesuai dengan kuantitas staf dalam suatu unit kerja.siklus yang digunakan mengikuti metode penugasan yang dipakai. Dan setiap staf harus dapat mencatat hasil dinas,libur dan shift.

  1.      Modifikasi Kerja Mingguan

        Pendekatan tersebut dilihat dari karakteristik tugas dan karakteristik staf yang ada dalam tim. Modifikasi tugas mingguan meliputi;
1.      Total jam kerja per minggu adalah 40 jam dengan 10 jam per hari dan 4 hari kerja per 24 jam, dimana jam-jam dapat dipergunakan untuk ronde keperawatan, penyelesaian rencana keperawatan atau kegiatan lainnya. Kelemahan cara ini adalah memerlukan staf yang banyak.
2.      Perincian 12 jam dalam satu shift, yaitu 3 hari kerja, 4 hari libur, dan 4 hari kerja. System ini sama dengan sistem pertama yang membutuhkan tenaga yang banyak.
3.      Perician 70 jam dalam 2 minggu, adalah 10 jam per hari (7 hari kerja dan 7 hari libur).
4.      Sistem 8 jam per hari dengan 5 hari kerja per minggu. Sistem ini lebih banyak disukai karena mengurangi kelelahan staf dan produktivitas staf tetap dapat dipertahankan.



Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking

Designed By VungTauZ.Com