Breaking News

Trending Template

Sondag 29 Maart 2015

I GENERAL PRICE LEVEL ACCOUNTING

I GENERAL PRICE LEVEL ACCOUNTING
            Di Indonesia, General Price Level Accounting dikenal sebagai Akuntansi tingkat harga umum menyatakan bahwa nilai sesungguhnya dari Rupiah (disingkat Rp) ditentukan oleh barang atau jasa yang dapat diperoleh, yang biasa disebut daya beli. Dalam masa inflasi ataupun deflasi, jumlah barang/jasa yang dapat diperoleh berubah dengan nilai uang nominal yang konstan, yang berarti bahwa daya beli Rupiah berubah. Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan penyajian kembali komponen-komponen laporan keuangan ke dalam Rupiah pada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali tidak mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam akuntansi berdasarkan nilai histories.
            Penyesuaian atas besaran keuangan untuk inflasi guna mencerminkan nilai harga umum atau tingkat harga umum dan penggunaan nilai yang telah disesuaikan tersebut dalam akuntansi. Perubahan tingkat harga umum dapat dihitung atau diukur dengan indeks harga. Indeks harga yang biasa digunakan adalah indeks harga konsumen, yaitu suatu indeks yang menyajikan perubahan periodic dalam biaya kelompok barang-barang terpilih yang dibeli konsumen yang digunakan sebagai ukuran inflasi.
            Penyusunan berdasarkan nilai historis disesuaikan menjadi berdasarkan tingkat harga umum dapat dilakukan dengan mengkonversikan nilai historis dengan factor konversi menjadi tingkat harga umum.
            Dalam penyusunan berdasarkan tingkat harga umum perlu diperhatikan pos-pos yang akan terpengaruh dengan adanya penurunan daya beli Rupiah, yaitu:
1.   Monetery assets, seperti kas ditangan, surat-surat berharga, dan pos-pos piutang dan lain-lain yang sifatnya sebagai dormant account akan mengalami pengaruh penurunan daya beli secara berarti karena rekening-rekening tersebut tidak dapat lagi dinilai (di-appraisal)
2.   Non monetary assets secara riil tidak mengalami pengaruh penurunan daya beli, tetapi dari sudut akuntansi merupakan pos yang terkena pengaruh penurunan harga beli. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah yang serius karena rekening-rekenig tersebut dapat dinilai.
            Assets dalam bentuk valuta asing tidak dipengaruhi oleh penurunan daya beli Rupiah karena dapat dinilai dengan kurs yang terakhir.
Kontroversi yang berkaitan dengan kerelevanan GPLA telah dan masih berlangsung hingga saat ini. Sejumlah argumentasi yang mendukung telah dikembangkan (Richard & Myrtle 1995):
Laporan keuangan yang tidak disesuaikan dengan tingkat harga umum atau dengan kata lain disajikan berdasarkan nilai historis tidak mencerminkan perubahan kemampuan atau daya beli (purchasing power) dari bermacam-macam aset dan klaim dalam perusahaan. Sedangkan laporan yang disajikan berdasarkan tingkat harga umum menyajikan data yang mencerminkan purchasing power dari aset dan klaim dalam mata uang tertentu pada akhir periode.
Conventional historical-cost accounting tidak mengukur pendapatan (income) dengan sewajarnya sebagai hasil matching Rupiah dalam laporan laba rugi. Beban-beban yang telah terjadi pada periode sebelumnya dikontrakan dengan pendapatan-pendapatan yang umumnya dicerminkan dalam nilai Rupiah tertentu pada saat ini. General price-level accounting menyediakan konsep matching pendapatan dan beban yang lebih baik karena menggunakan nilai uang konstan (common value).
General price-level accounting relatif mudah diterapkan. Hanya sekedar mengganti “nilai lama” dengan “nilai saat ini”. General price-level accounting mencerminkan konsep terakhir dari Prinsip Akuntansi Umum (General Accepted Accounting Principles). Sebagai akibatnya, dirasa relatif lebih obyektif dan dapat diuji kebenarannya. Karakteristik tersebut yang menyebabkan general price-level accounting lebih dapat diterima dibanyak perusahaan dibanding current-value accounting.
General price-level accounting menyediakan informasi yang relevan bagi manajemen dalam evaluasi dan penggunaannya. Jadi laba dan rugi berdasarkan tingkat harga umum dihasilkan dari penanganan item-item moneter yang merefleksikan respon manajemen terhadap inflasi. Pada akhirnya, general price-level accounting menyajikan pengaruh inflasi secara umum terhadap laba dan menyediakan hasil investasi (rate of returns) yang lebih realistis. Relevansi lebih berkepentingan dengan masa sekarang dan masa mendatang, karena itu informasi yang didasarkan pada nilai historis dianggap kurang relevan untuk tujuan pengambilan keputusan khususnya dalam kondisi ekonomi yang cenderung mengalami inflasi.

Disisi lain, penolakan terhadap general price-level accounting didasarkan pada beberapa argumentasi berikut ini:
Kebanyakan studi empiris mengindikasikan bahwa relevansi dari informasi tingkat harga umum juga lemah atau dengan kata lain tidak dapat diterima. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan lebih dapat memberikan jaminan sebelum adanya kesimpulan yang dapat dicapai sehubungan dengan tingkat relevansi informasi tingkat harga umum dan kemampuan untuk mengintepretasikan hal tersebut secara penuh.
Tingkat harga umum merubah rekening hanya untuk perubahan dalam tingkat harga secara umum dan tidak merubah rekening ke dalam tingkat harga tertentu. Jadi, penanganan laba dan rugi untuk aset-aset non-moneter tidak diakui dan para pengguna data yang disesuaikan pada tingkat harga umum mungkin mempercayai bahwa perubahan nilai-nilai telah berkorespondensi dengan nilai-nilai saat ini.
Pengaruh atau akibat adanya inflasi akan berbeda dalam berbagai perusahaan. Perusahaaan-perusahaan yang intensif modal akan lebih dipengaruhi oleh inflasi dibanding dengan perusahaan-perusahaan yang dipenuhi dengan aset-aset jangka pendek.
Biaya-biaya diimplementasikan lebih besar dari nilai pokoknya dalam general price-level accounting dibanding benefitnya.

Beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh Financial Accounting Standard Board (FASB) di USA juga masih tidak memberikan kepastian mengenai perlu tidaknya penggunaan general price-level accounting, diantaranya:
Statement No.33 yang mengharuskan beberapa perusahaan tertentu untuk menyajikan informasi tambahan dengan menggunakan general price-level accounting dan current cost accounting.
Statement No.89 menyatakan bahwa informasi tambahan dengan general price-level accounting dan current cost accounting sebaiknya disajikan tetapi tidak diharuskan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat tidak mengikat.


(SAZ KAUKES)

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking

Designed By VungTauZ.Com