BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Akuntansi sosial dan lingkungan telah
lama menjadi perhatian akuntan. Akuntansi ini menjadi penting karena perusahaan
perlu menyampaikan informasi mengenai aktivitas sosial dan perlindungan
terhadap lingkungan kepada stakeholder perusahahaan. perusahaan tidak
hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan kepada investor dan kreditor
yang telah ada serta calon investor atau kreditor perusahaan, tetapi juga perlu
memperhatikan kepentingan sosial di mana perusahaan beroperasi. Bentuk tanggung
jawab perusahaan dan kepada siapa perusahaan bertanggung jawab dapat dijelaskan
oleh beberapa teori.
Dengan demikian, tangung jawab
perusahaan tidak hanya kepada investor atau kepada kredior, tetapi juga kepada
pemangku kepentingan lain, misalnya karyawan, konsumen, suplier, pemerintah,
masyarakat, media, organisasi industri, dan kelompok kepentingan lainnya.
Sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan, akuntansi berfungsi untuk memberikan informasi untuk pengambilan
keputusan dan pertangungjawaban. Selama ini, laporan keuangan hanya difokuskan
kepada kepentingan investor dan kreditor sebagai pemakai utama laporan keuanga.
Hal ini tertuang mulai dari Standar Financial Accounting Concepts (SFAC)
No.1. Kalau diperhatikan, pemakai informasi tidak hanya pihak-pihak tersebut.
Banyak pihak lain yang juga memerlukan
informasi keuangan, yang mendapatkan perhatian yang sama. Selama ini perusahaan
hanya menyampaikan informasi mengenai hasil operasi keuangan perusahaan kepada
pemakai, tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukannya,
misalnya polusi udara, pencemaran air, pemutusan hubungan kerja, dan lainnya.
B. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai perlunya
laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, bentuk laporan pertanggungjawaban
sosial dan lingkungan, dan penerapannya. Laporan pertanggungjawaban sosial dan
lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi stakeholders, tetapi juga bagi
perusahaan. Karena semakin pentingnya laporan ini selayaknya mendapatkan perhatian
dari regulator. Selama ini belum banyak pengaturan yang dilakukan oleh
regulator. Pengaturan yang dilakukan hanya bersifat
persuasif.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan
Dalam beberapa tahun terakhir,
terutama setelah revolusi industri perkembangan perusahaan semakin cepat. Hal
ini ditunjukan dengan adanya pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi baru
untuk meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan sumber daya masusia dan alam
juga semakin besar. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi,
perusahaan mengambil berbagai tindakan, antara lain menggunakan teknologi modern
dalam berproduksi, melakukan akuisisi, penggunaan sumber daya yang lebih murah,
pengurangan biaya, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas. Semuanya
dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih banyak kepada pemegang saham. Tindakan
perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di satu sisi akan
meningkatkan produktivitas perusahaan, tetapi di sisi lain mungkin akan
merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain karyawan, konsumen, dan
masyarakat.
Dalam usaha untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi sering kali mengakibatkan perusakan lingkungan,
berupa pencemaran air, penggundulan hutan, pencemaran udara, dan lainnya.
Perusahaan menganggap semua yang dilakukannya sebagai eksternalitas dari usaha
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori
sebelumnya, keberadaan perusahaan tidak terlepas dari kepentingan berbagai
pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan.
Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan bunga pinjaman.
Pemerintah berkepentingan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang
berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu (Satyo, 2005).
Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang
mendapat perhatian, yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di
sekitar perusahaan. Karyawan perlu mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial
yang layak. Bila mungkinkan, karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis
untuk meningkatkan keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan.
Pemasok berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang.
Pelanggan berkepentingan terhadap
kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan
berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal dari
aktivitas perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai pihak yang
berkepentingan. Selama ini perusahaan cenderung untuk mementingkan kepentingan
investor, sedangkan kepentingan pihak lain, seperti karyawan dan masyarakat
diabaikan, dianggap sebagai eksternalitas untuk meningkatkan produktivitas dan
efisiensi perusahaan. Misalnya untuk meningkatkan persaingan nilai upah ditekan
untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan tidak ada jaminan kelanggengan
bekerja bagi buruh harian lepas (Kompas, 2 Juli 2010).
Pengurangan upah buruh dan ketiadaaan
jaminan kerja akan menguntungkan pihak pemilik perusahaan. Masalah kualitas produk,
masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaan berupa
perusakan lingkungan dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan.
Eksploitasi batu bara yang kurang memperhatikan daya dukung kawasan terus
mengancam kelestarian lingkungan (Kompas, 25 Juni 2010).
Berdasarkan contoh dampak sosial dan
lingkungan dari kegiatan operasi perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak
terbatas pada investor, yaitu memberikan pengembalian yang maksimal kepada
investor. Kepentingan publik dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian
perusahaan sebagai dukungan atas operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di
samping bermanfaat bagi masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya
perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan mendapatkan keuntungan dari
lingkunganya. Misalnya, perusahaan di bidang perhotelan. Hotel perlu memelihara
lingkungan untuk memberikan perasaaan nyaman kepada wisatawan yang menginap.
B.
Teori yang
Mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Salah satu tujuan pelaporan keuangan
dalam SFAC No. 1 adalah untuk pertanggungjawaban atas penggunaan sumber
daya. Terkait dengan laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, selama
ini memang belum ada pengaturan yang mewajibkan pelaporannya di Indonesia dan
beberapa negara Asia, kecuali di Eropa (Basyit, 2005). Akan tetapi, beberapa
teori mendukung insentif perusahaan untuk melaporkannya kepada publik. Beberapa
teori yang mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial dan
lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan,
2004: 292).
Legitimacy
Theory
Legitimacy theory
menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu
akan beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh
masyarakat di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi.
Norma perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu
sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Usaha perusahaan mengikuti
perubahan untuk mendapatkan legitimasi merupakan suatu proses yang dilakukan
secara berkesinambungan.
Proses untuk mendapatkan legitimasi
berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan
berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan
laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi ukuran kinerja lainnya yang berkaitan dengan berbagai
pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki
insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di
sekitar kegiatan oper sional perusahaan. Kegagalan untuk memenuhi harapan
masyarakat akan mengakibatkan hilangya legitimasi dan kemudian akan berdampak
terhadap dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan.
Pengungkapan perusahaan melalui
laporan keuangan tahunan merupakan usaha perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas
sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari
masyarakat sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Perusahaan akan
menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di
sekitarnya.
Stakeholder
Theory
Stakeholder
theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders)
yang terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki
dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori ini
berimplikasi terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola harapan stakeholder.
Stakeholder perusahaan pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda
mengenai bagaimana perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk
mencapai harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaikan
pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.
C.
Akuntansi
Sosial dan Lingkungan
Berdasarkan teori yang telah dikemukan
pada bagian sebelumnya, akuntansi sosial dan lingkungan menjadi perhatian perusahaan
karena perusahaan berusaha memenuhi harapan pihak-pihak terkait dalam upaya
mendapatkan legitimasi. Stakeholder theori menjelaskan bahwa perusahaan
akan memenuhi harapan stakeholder perusahaan sehingga perusahaan akan berupaya
untuk menyampaikan laporan yang menyajikan informasi mengenai upaya perusahaan
untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Akuntansi sosial dan
lingkungan yang dikenal selama ini berbentuk corporate social responsibility
(CSR) dan sustainability reporting (SR). Selain itu, akuntansi
sosial dan lingkungan juga dapat diterapkan dalam bidang akuntansi manajemen
dan auditing.
Akuntansi
Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan Akuntansi
pertanggungjawaban sosial dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi
keuangan. Bentuk akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal
dengan istilah corporate social responsibility (CSR) dan sustainability
reporting (SR).
Laporan akuntansi pertanggungjawaban
sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah
dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan
sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak
yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.
Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel kinerja sosial
tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis
mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial
perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang
tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan (Angraini, 2006: 5). SR merupakan
isu baru yang kemudian berkembang terkait dengan pembangunan yang
berkelanjutan. Pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
dunia sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya.
Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk
memproteksi lingkungan (Gaffikin, 2008 : 206). SR tidak sekadar melaporkan
bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan limbah, dampak sosial atas
operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program dan kinerja perusahaan
atas pengembangan masyarakat (community development) terutama di
daerah operasi perusahaan (Laily, 2005). Menurut Gaffikin (2008 : 201), ide
pertanggungjawaban social perusahaan bisnis sudah ada pada zaman Yunani Klasik.
Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan standar yang tinggi mengenai
moralitas dalam perdagangan. Pada zaman pertengahan di Eropa, Gereja mewajibkan
industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai dengan kode moral Gereja. Isu
ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada tahun 2000
perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI),
sebagai bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang
memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002 (Satyo, 2005).
Pedoman GRI meliputi bagian-bagian sebagai berikut (GRI, 2002).
1. Bagian pengantar memberikan informasi mengenai
overview tentang sustainability reporting.
2.
Bagian pertama
memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
3.
Bagian kedua
memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR. Pengungkapan
dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material
mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder.
Standar pengungkapan meliputi tiga bagian
yaitu, sebagai berikut.
a. Strategi dan profil perusahaan.
b. Pendekatan manajemen.
c. Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan,
dan sosial.
D. Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dan
Lingkungan
Regulasi mengenai akuntansi
pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga telah diatur
SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian
dampak lingkungan sebagai berikut. “…Perusahaan menyajikan laporan tambahan
mengenai lingkungan hidup (atau nilai tambah), khususnya bagi industry dengan
sumber daya utama terkait dengan lingkungan hidup
(atau karyawan dan stakeholder lainnya
sebagai pengguna laporan keuangan penting)”.
PSAK No. 1 belum mengatur dengan
tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak lingkungan. Perlakuan akuntansi
dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32 mengenai Akuntansi Kehutanan
dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK No. 32 dan 33
semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi lingkungan. Tanggung
jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
telah mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Pasal
17, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal misalnya menyatakan sebagai berikut.
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya
alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk
pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang
pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Tanggung
jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan
sebagai berikut :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur
dengan peraturan pemerintah. Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan
telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan.
Demikian pula SAK telah menuangkannya
dalam bentuk petunjuk perlakuan akuntansi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Aplikasi akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang selama ini
dipubikasikan antara lain Anggraini (2006) dan Ja’far dan Arifah (2006).
Penelitian Anggraini (2006) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan
menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan masyarakat. Evaluasi dilakukan
terhadap laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Perusahaan yang terdaftar di BEI sebagian besar telah
mengungkapkan kinerja ekonomi berupa tanggung jawab perusahaan terhadap
karyawannya, yaitu dalam bentuk pemberian uang pesangon, pensiun, dan bonus.
Pengungkapan ini dilakukan karena
adanya tekanan dari pemerintah dan profesi akuntan, berupa surat keputusan No.
Kep- 150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan,
serta PSAK No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sebagian
besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50%) mengungkapkan
informasi mengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan tanggung
jawab perusahaan dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, perusahaan
juga sudah mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian sumbangan,
serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Hal
ini dilakukan untuk memenangi persaingan yang semakin ketat. Namun, masih
sedikit perusahaan yang melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.
Penelitian lain yang dilakukan dalam
konteks akuntansi lingkungan dilakukan oleh Ja'far S. dan Arifah (2006). Ja'far
S. dan Arifah (2006) meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Berdasrkan
jawaban kuesioner, mereka menemukan adanya tindakan proaktif pihak manajemen
untuk melakukan manajemen lingkungan dan rata-rata kinerja lingkungan mereka
cukup tinggi. Sementara itu manajer mempersepsikan bahwa dorongan manajemen
lingkungan yang dilakukan pihak eksternal berada pada level sedang. Suharto
(2004) menyebutkan beberapa kesulitan manajemen keuangan untuk melaporkan
kewajiban lingkungan, yaitu sebagai berikut :
a. Permintaan atas pengungkapan informasi
lingkungan dalam pelaporan keuangan belum ada secara tegas.
b. Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan
informasi lingkungan dalam laporan keuangan dirasakan tidak seimbang oleh
perusahaan.
c. Pengenalan kewajiban bersyarat.
d. Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya
lingkungan.
E. Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial
dan Lingkungan
Dampak aktivitas perusahaan perlu
dilaporkan sebagai perwujudan tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan.
Rendahnya kesadaran pelaporan dampak lingkungan disebabkan oleh beberapa
kendala pelaporannya. Karena pentingnya akuntansi sosial dan lingkungan yang
dikenal dengan SR, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerapannya.
Berikut ini dibahas beberapa upaya yang dapat
diterapkan :
1.
Penyusunan
Standar Akuntansi Lingkungan
Dalam upaya untuk memiliki pedoman SR,
IAI diharapkan menyusun pedoman SR. Adanya standar yang baku dan
bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan pelaporan SR untuk
perusahaan yang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Aras dan
Crowther (2008) menyatakan bahwa kebutuhan standar dalam menganalisis dan
mengukur sustainability dan memberikan petunjuk model yang lengkap mengenai
impikasi distribusi dan dikembangkan menjadi model yang dapat dioperasionalkan.
Kebutuhan standar pelaporan juga terkait dengan Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur upaya
dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Usaha ini mungkin
akan menemukan kendala terkait dengan pengukuran dan hambatan dalam proses penyusunanya
karena standar akuntansi sosial dan lingkungan berkaitan dengan konsekuensi
ekonomi perusahaan. Masalah pengukuran dapat diatasi dengan pelaporan nonkeuangan.
2.
Mewajibkan
untuk Menerapkan Pedoman Pelaporan yang Sudah Ada
Pelaporan akuntansi triple bottom GRI
telah diwajibkan di negara Eropa. Indonesia mungkin dapat mewajibkan pelaporan
GRI untuk perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan
aktivitasnya berdampak terhadap sosial dan lingkungan di sekitar perusahaan.
3.
Memberikan
Penghargaan atas Perusahaan yang Telah Menyelenggarakan SR
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen
Akuntan Manajemen telah menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting
Award (ISRA), yaitu penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang telah
menerapkan SR dengan baik. Dampak dari penghargaan ini diharapkan akan
meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam melaporkan apa
saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah untuk sosial dan lingkungan.
4.
Audit Sosial
dan Lingkungan
Adanya pelaporan lingkungan harus
disertai dengan audit sosial dan lingkungan. Tujuan audit adalah untuk
meningkatkan kredibilitas SR. Pelaksana audit dapat diserahkan kepada akuntan independen.
5.
Mengembangkan
Mekanisme Good Corporate Governance (GCG)
untuk Memastikan Penerapan Kewajiban Sosial
dan Lingkungan
Untuk memastikan penerapan tanggung
jawab sosial dan lingkungan diperlukan mekanisme GCG. Mekanisme GCG yang selama
ini hanya melindungi investor khususnya, di pasar modal. Mekanisme GCG dapat
diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan misalnya
pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya peran
komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi
kepentingan pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh
pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi
sosial dan lingkungan kepada seluruh pemangku pepentingan melalui media massa,
sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan.
Untuk menjamin kredibilitas laporan akuntansi social dan lingkungan, laporan
perlu diaudit oleh akuntan.
BAB III
SIMPULAN
Akuntansi sosial dan lingkungan telah
menjadi topik yang perlu mendapat perhatian akuntan. Isu ini menjadi penting
karena perusahaan perlu mempertanggungjawabkan dampak aktivitas operasinya
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntansi tradisional hanya memberikan
informasi ekonomi terutama yang bersifat keuangan kepada investor dan kreditor
untuk pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja
lebih luas untuk memperbaiki ukuran yang kinerja yang telah ada. Ukuran kinerja
tradisional dipandang kurang memadai untuk tujuan sustainability develop Kesadaran akan dampak,-baik positif maupun negatif- keberadaan
perusahaan mengakibatkan tekanan dan tuntutan yang dialamatkan pada
perusahaan, agar perusahaan memperluas tanggung sosialnya. Pergeseran
pemikiran terhadap tanggung jawab pengelolaan organisasi yang semula hanya
kepada stockholdesr (pemilik/pemegang
saham) menjadi pada stakeholders (pemilik,
karyawan, pemerintah dan masyarakat luas).
Pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang, yaitu tema yang diungkapkan, tingkat
pengungkapan, lokasi atau tempat pengungkapan dan tipe pengungkapan.
Akuntansi pertanggungjawaban sosial
dan lingkungan telah diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Namun khususnya penerapan
akuntansi lingkungan masih kurang karena adanya kendala dalam penerapannya.
Akuntan perlu mencari jalan keluar untuk meningkatkan penerapnnya.
Pertama, dengan pembuatan standar pelaporan sustainability
reporting (SR). Standar yang baku dan mewajibkan penerapannya khusus bagi
perusahaan yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan.
Kedua, mewajibkan perusahaan untuk menyusun SR
dengan pedoman yang telah ada, misalnya pedoman SR yang dikeluarkan oleh GRI.
Ketiga, memberikan penghargaan bagi perusahaan
yang telah menerapkan SR dengan baik. Keempat, audit lingkungan untuk
meningkatkan kredibilitas SR. Terakhir, mekanisme GCG perlu dikembangkan untuk
melindungi seluruh kepentingan pemangku kepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Sunarto. 2011.
Akuntansi social. Google blog. Yogyakarta.
Aras, Guler dan Crowther, David. 2008.
“Evaluating Sustainability: a Need for Standards”. Issues in Social and
Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008.
Basyit. 2005. “Eropa: Sustainability
Reporting Sudah Menjadi Kewajiban”. Akuntansi, Edisi 47, Tahun XII,
Juli 2005.
Eddy
Rismanda Sembiring. 2005. Karakteristik Perusahaan dan
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VII.
Fitriany.
2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan
Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang
Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IV.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking