Breaking News

Trending Template

Woensdag 15 Mei 2013

AKUNTANSI SOSIAL



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah       
Akuntansi sosial dan lingkungan telah lama menjadi perhatian akuntan. Akuntansi ini menjadi penting karena perusahaan perlu menyampaikan informasi mengenai aktivitas sosial dan perlindungan terhadap lingkungan kepada stakeholder perusahahaan. perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi mengenai keuangan kepada investor dan kreditor yang telah ada serta calon investor atau kreditor perusahaan, tetapi juga perlu memperhatikan kepentingan sosial di mana perusahaan beroperasi. Bentuk tanggung jawab perusahaan dan kepada siapa perusahaan bertanggung jawab dapat dijelaskan oleh beberapa teori.
Dengan demikian, tangung jawab perusahaan tidak hanya kepada investor atau kepada kredior, tetapi juga kepada pemangku kepentingan lain, misalnya karyawan, konsumen, suplier, pemerintah, masyarakat, media, organisasi industri, dan kelompok kepentingan lainnya.
Sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan, akuntansi berfungsi untuk memberikan informasi untuk pengambilan keputusan dan pertangungjawaban. Selama ini, laporan keuangan hanya difokuskan kepada kepentingan investor dan kreditor sebagai pemakai utama laporan keuanga. Hal ini tertuang mulai dari Standar Financial Accounting Concepts (SFAC) No.1. Kalau diperhatikan, pemakai informasi tidak hanya pihak-pihak tersebut.
Banyak pihak lain yang juga memerlukan informasi keuangan, yang mendapatkan perhatian yang sama. Selama ini perusahaan hanya menyampaikan informasi mengenai hasil operasi keuangan perusahaan kepada pemakai, tetapi mengabaikan eksternalitas dari operasi yang dilakukannya, misalnya polusi udara, pencemaran air, pemutusan hubungan kerja, dan lainnya.




B.      Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai perlunya laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, bentuk laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, dan penerapannya. Laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan tidak hanya bermanfaat bagi stakeholders, tetapi juga bagi perusahaan. Karena semakin pentingnya laporan ini selayaknya mendapatkan perhatian dari regulator. Selama ini belum banyak pengaturan yang dilakukan oleh regulator. Pengaturan yang dilakukan hanya bersifat
persuasif.
           


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah revolusi industri perkembangan perusahaan semakin cepat. Hal ini ditunjukan dengan adanya pabrik-pabrik yang menggunakan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan sumber daya masusia dan alam juga semakin besar. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, perusahaan mengambil berbagai tindakan, antara lain menggunakan teknologi modern dalam berproduksi, melakukan akuisisi, penggunaan sumber daya yang lebih murah, pengurangan biaya, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas. Semuanya dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih banyak kepada pemegang saham. Tindakan perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di satu sisi akan meningkatkan produktivitas perusahaan, tetapi di sisi lain mungkin akan merugikan pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain karyawan, konsumen, dan masyarakat.
Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi sering kali mengakibatkan perusakan lingkungan, berupa pencemaran air, penggundulan hutan, pencemaran udara, dan lainnya. Perusahaan menganggap semua yang dilakukannya sebagai eksternalitas dari usaha meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori sebelumnya, keberadaan perusahaan tidak terlepas dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang diinvestasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu (Satyo, 2005). Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang mendapat perhatian, yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar perusahaan. Karyawan perlu mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila mungkinkan, karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok berkepentingan terhadap pelunasan utang dagang.
Pelanggan berkepentingan terhadap kualitas produk perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan berkepentingan terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal dari aktivitas perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Selama ini perusahaan cenderung untuk mementingkan kepentingan investor, sedangkan kepentingan pihak lain, seperti karyawan dan masyarakat diabaikan, dianggap sebagai eksternalitas untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Misalnya untuk meningkatkan persaingan nilai upah ditekan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan tidak ada jaminan kelanggengan bekerja bagi buruh harian lepas (Kompas, 2 Juli 2010).
Pengurangan upah buruh dan ketiadaaan jaminan kerja akan menguntungkan pihak pemilik perusahaan. Masalah kualitas produk, masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasi perusahaan berupa perusakan lingkungan dari perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan. Eksploitasi batu bara yang kurang memperhatikan daya dukung kawasan terus mengancam kelestarian lingkungan (Kompas, 25 Juni 2010).
Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik dan lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas operasi perusahaan. Pelestarian lingkungan di samping bermanfaat bagi masyarakat di sekitar juga bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan mendapatkan keuntungan dari lingkunganya. Misalnya, perusahaan di bidang perhotelan. Hotel perlu memelihara lingkungan untuk memberikan perasaaan nyaman kepada wisatawan yang menginap.

B.      Teori yang Mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Salah satu tujuan pelaporan keuangan dalam SFAC No. 1 adalah untuk pertanggungjawaban atas penggunaan sumber daya. Terkait dengan laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan, selama ini memang belum ada pengaturan yang mewajibkan pelaporannya di Indonesia dan beberapa negara Asia, kecuali di Eropa (Basyit, 2005). Akan tetapi, beberapa teori mendukung insentif perusahaan untuk melaporkannya kepada publik. Beberapa teori yang mendukung penyampaian laporan pertanggungjawaban sosial dan lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan, 2004: 292).
Legitimacy Theory
Legitimacy theory menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu akan beroperasi sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat di sekitar perusahaan dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Norma perusahaan selalu berubah mengikuti perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti perkembangannya. Usaha perusahaan mengikuti perubahan untuk mendapatkan legitimasi merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan.
Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosial antara yang dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan tidak hanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi ukuran kinerja      lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan legitimasi perusahaan memiliki insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan oleh masyarakat di sekitar kegiatan oper sional perusahaan. Kegagalan untuk memenuhi harapan masyarakat akan mengakibatkan hilangya legitimasi dan kemudian akan berdampak terhadap dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan.
Pengungkapan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan merupakan usaha perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan hidup perusahaan terjamin. Perusahaan akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial dengan masyarakat di sekitarnya.
Stakeholder Theory
Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders) yang terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan. Teori ini berimplikasi terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder perusahaan pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana perusahaan dioperasikan. Perusahaan akan berusaha untuk mencapai harapan stakeholder yang berkuasa dengan penyampaikan pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan lingkungan.

C.      Akuntansi Sosial dan Lingkungan
Berdasarkan teori yang telah dikemukan pada bagian sebelumnya, akuntansi sosial dan lingkungan menjadi perhatian perusahaan karena perusahaan berusaha memenuhi harapan pihak-pihak terkait dalam upaya mendapatkan legitimasi. Stakeholder theori menjelaskan bahwa perusahaan akan memenuhi harapan stakeholder perusahaan sehingga perusahaan akan berupaya untuk menyampaikan laporan yang menyajikan informasi mengenai upaya perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal selama ini berbentuk corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Selain itu, akuntansi sosial dan lingkungan juga dapat diterapkan dalam bidang akuntansi manajemen dan auditing.   
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal dengan istilah corporate social responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR).    
Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk                memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan (Angraini, 2006: 5). SR merupakan isu baru yang kemudian berkembang terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan dunia sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk memproteksi lingkungan (Gaffikin, 2008 : 206). SR tidak sekadar melaporkan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan limbah, dampak sosial atas operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program dan kinerja perusahaan atas pengembangan masyarakat (community development) terutama di daerah operasi perusahaan (Laily, 2005). Menurut Gaffikin (2008 : 201), ide pertanggungjawaban social perusahaan bisnis sudah ada pada zaman Yunani Klasik. Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan standar yang tinggi mengenai moralitas dalam perdagangan. Pada zaman pertengahan di Eropa, Gereja mewajibkan industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai dengan kode moral Gereja. Isu ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada tahun 2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002 (Satyo, 2005). Pedoman GRI meliputi bagian-bagian sebagai berikut (GRI, 2002).
1.      Bagian pengantar memberikan informasi mengenai overview tentang sustainability reporting.
2.      Bagian pertama memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
3.      Bagian kedua memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR. Pengungkapan dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder.
Standar pengungkapan meliputi tiga bagian yaitu, sebagai berikut.
a.       Strategi dan profil perusahaan.
b.      Pendekatan manajemen.
c.       Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan, dan sosial.

D.      Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dan Lingkungan
Regulasi mengenai akuntansi pertanggungjawaban sosial di Indonesia telah diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan juga telah diatur SAK. PSAK No. 1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai penyajian dampak lingkungan sebagai berikut. “…Perusahaan menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup (atau nilai tambah), khususnya bagi industry dengan sumber daya utama terkait dengan lingkungan hidup
(atau karyawan dan stakeholder lainnya sebagai pengguna laporan keuangan penting)”.
PSAK No. 1 belum mengatur dengan tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga diatur di dalam PSAK No. 32 mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK No. 32 dan 33 semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi lingkungan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Pasal 17, Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal misalnya menyatakan sebagai berikut.
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan sebagai berikut :
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
 (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan.
Demikian pula SAK telah menuangkannya dalam bentuk petunjuk perlakuan akuntansi tanggung jawab sosial dan lingkungan. Aplikasi akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan yang selama ini dipubikasikan antara lain Anggraini (2006) dan Ja’far dan Arifah (2006). Penelitian Anggraini (2006) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan tanggung jawabnya terhadap kepentingan masyarakat. Evaluasi dilakukan terhadap laporan keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang terdaftar di BEI sebagian besar telah mengungkapkan kinerja ekonomi berupa tanggung jawab perusahaan terhadap karyawannya, yaitu dalam bentuk pemberian uang pesangon, pensiun, dan bonus.
Pengungkapan ini dilakukan karena adanya tekanan dari pemerintah dan profesi akuntan, berupa surat keputusan No. Kep- 150/Men/2000 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan, serta PSAK No. 57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Sebagian besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50%) mengungkapkan informasi mengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain itu, perusahaan juga sudah mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian sumbangan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan untuk memenangi persaingan yang semakin ketat. Namun, masih sedikit perusahaan yang melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.
Penelitian lain yang dilakukan dalam konteks akuntansi lingkungan dilakukan oleh Ja'far S. dan Arifah (2006). Ja'far S. dan Arifah (2006) meneliti perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Berdasrkan jawaban kuesioner, mereka menemukan adanya tindakan proaktif pihak manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan dan rata-rata kinerja lingkungan mereka cukup tinggi. Sementara itu manajer mempersepsikan bahwa dorongan manajemen lingkungan yang dilakukan pihak eksternal berada pada level sedang. Suharto (2004) menyebutkan beberapa kesulitan manajemen keuangan untuk melaporkan kewajiban lingkungan, yaitu sebagai berikut :

a.       Permintaan atas pengungkapan informasi lingkungan dalam pelaporan keuangan belum ada secara tegas.
b.      Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan informasi lingkungan dalam laporan keuangan dirasakan tidak seimbang oleh perusahaan.
c.       Pengenalan kewajiban bersyarat.
d.      Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan.

E.       Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan
Dampak aktivitas perusahaan perlu dilaporkan sebagai perwujudan tanggung jawab perusahaan kepada pemangku kepentingan. Rendahnya kesadaran pelaporan dampak lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Karena pentingnya akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal dengan SR, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penerapannya.
Berikut ini dibahas beberapa upaya yang dapat diterapkan :
1.       Penyusunan Standar Akuntansi Lingkungan
Dalam upaya untuk memiliki pedoman SR, IAI diharapkan menyusun pedoman SR. Adanya standar yang baku dan bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan pelaporan SR untuk perusahaan yang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan lingkungan. Aras dan Crowther (2008) menyatakan bahwa kebutuhan standar dalam menganalisis dan mengukur sustainability dan memberikan petunjuk model yang lengkap mengenai impikasi distribusi dan dikembangkan menjadi model yang dapat dioperasionalkan. Kebutuhan standar pelaporan juga terkait dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Usaha ini mungkin akan menemukan kendala terkait dengan pengukuran dan hambatan dalam proses penyusunanya karena standar akuntansi sosial dan lingkungan berkaitan dengan konsekuensi ekonomi perusahaan. Masalah pengukuran dapat diatasi dengan pelaporan nonkeuangan.
2.       Mewajibkan untuk Menerapkan Pedoman Pelaporan yang Sudah Ada
Pelaporan akuntansi triple bottom GRI telah diwajibkan di negara Eropa. Indonesia mungkin dapat mewajibkan pelaporan GRI untuk perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam dan aktivitasnya berdampak terhadap sosial dan lingkungan di sekitar perusahaan.
3.       Memberikan Penghargaan atas Perusahaan yang Telah Menyelenggarakan SR
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen telah menyelenggarakan Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA), yaitu penghargaan yang diberikan kepada perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Dampak dari penghargaan ini diharapkan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah untuk sosial dan lingkungan.
4.       Audit Sosial dan Lingkungan
Adanya pelaporan lingkungan harus disertai dengan audit sosial dan lingkungan. Tujuan audit adalah untuk meningkatkan kredibilitas SR. Pelaksana audit dapat diserahkan kepada akuntan independen.
5.       Mengembangkan Mekanisme Good Corporate Governance (GCG)
untuk Memastikan Penerapan Kewajiban Sosial dan Lingkungan
Untuk memastikan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperlukan mekanisme GCG. Mekanisme GCG yang selama ini hanya melindungi investor khususnya, di pasar modal. Mekanisme GCG dapat diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku kepentingan misalnya pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya peran komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi kepentingan pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh pemangku kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi sosial dan lingkungan kepada seluruh pemangku pepentingan melalui media massa, sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin kredibilitas laporan akuntansi social dan lingkungan, laporan perlu diaudit oleh akuntan.




BAB III
SIMPULAN
Akuntansi sosial dan lingkungan telah menjadi topik yang perlu mendapat perhatian akuntan. Isu ini menjadi penting karena perusahaan perlu mempertanggungjawabkan dampak aktivitas operasinya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Akuntansi tradisional hanya memberikan informasi ekonomi terutama yang bersifat keuangan kepada investor dan kreditor untuk pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja lebih luas untuk memperbaiki ukuran yang kinerja yang telah ada. Ukuran kinerja tradisional dipandang kurang memadai untuk tujuan sustainability develop Kesadaran akan dampak,-baik positif maupun negatif- keberadaan perusahaan  mengakibatkan tekanan dan tuntutan yang dialamatkan pada perusahaan, agar perusahaan memperluas tanggung sosialnya.  Pergeseran pemikiran terhadap tanggung jawab pengelolaan organisasi yang semula hanya kepada stockholdesr (pemilik/pemegang saham) menjadi pada stakeholders (pemilik, karyawan, pemerintah dan masyarakat luas).
Pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dilihat dari  berbagai sudut pandang, yaitu  tema yang diungkapkan, tingkat pengungkapan, lokasi atau tempat pengungkapan dan tipe pengungkapan.
Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan telah diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Namun khususnya penerapan akuntansi lingkungan masih kurang karena adanya kendala dalam penerapannya. Akuntan perlu mencari jalan keluar untuk meningkatkan penerapnnya.
Pertama, dengan pembuatan standar pelaporan sustainability reporting (SR). Standar yang baku dan mewajibkan penerapannya khusus bagi perusahaan yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan.
Kedua, mewajibkan perusahaan untuk menyusun SR dengan pedoman yang telah ada, misalnya pedoman SR yang dikeluarkan oleh GRI.

Ketiga, memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Keempat, audit lingkungan untuk meningkatkan kredibilitas SR. Terakhir, mekanisme GCG perlu dikembangkan untuk melindungi seluruh kepentingan pemangku kepentingan.

 (Jangan Lupa Jempolnya/Like)

DAFTAR PUSTAKA

Sunarto. 2011. Akuntansi social. Google blog. Yogyakarta.

Aras, Guler dan Crowther, David. 2008. “Evaluating Sustainability: a Need for Standards”. Issues in Social and Enviromental Accounting. Vol. 2, No. 1, June 2008.

Basyit. 2005. “Eropa: Sustainability Reporting Sudah Menjadi Kewajiban”. Akuntansi, Edisi 47, Tahun XII, Juli 2005.

Eddy Rismanda Sembiring. 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VII.

Fitriany. 2001. Signifikansi Perbedaan Tingkat Kelengkapan Pengungkapan Wajib dan Sukarela pada Laporan Keuangan Perusahaan Publik yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IV.

Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking

Designed By VungTauZ.Com