BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia belakangan ini banyak
terdapat berbagai konflik industri seperti kerusakan alam akibat eksploitasi
alam yang berlebihan tanpa diimbangi dengan perbaikan lingkungan ataupun
keseimbangan alam dan lingkungan sekitar seperti adanya limbah ataupun polusi
pabrik yang sangat merugikan lingkungan sekitarnya. Masalah kesejahteraan
karyawan pun akhir-akhir ini semakin marak kita dengar yang merupakan salah
satu konflik yang menimbulkan aksi protes sehingga karyawan melakukan aksi demo
dan mogok kerja, mereka menuntut suatu kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan
yang tidak memihak pada mereka seperti pemberian upah yang rendah serta pemberian
fasilitas kesejahteraan yang diterapkan oleh perusahaan yang tidak mencerminkan
keadilan. Dalam akuntansi konvensional informasi laporan keuangan merupakan
hasil transaksi perusahaan berupa pertukaran barang dan jasa antara dua atau
lebih entitas ekonomi, sedangkan pertukaran antara perusahaan dan lingkungan
sosialnya menjadi cenderung diabaikan. Hal ini mengakibatkan informasi yang
diterima oleh pengguna laporan keuangan menjadi kurang lengkap, terutama
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tanggung jawab sosial perusahaan
(Maghfiroh, 2004). Telah ada pengakuan bahwa pengguna laporan keuangan tidak
terbatas pada pemegang saham, calon investor, kreditor, dan pemerintah semata,
namun telah meluas kepada stakeholder lain. Sebagai bahan yang tidak
terpisahkan dari perusahaan, akuntansi berupaya mengakomodasikan perubahan
kecenderungan tersebut dengan melahirkan sub-disiplin yaitu akuntansi sosial.
Terdapat pergeseran mendasar yang dilakukan disiplin akuntansi melalui wacana
ini, yaitu perubahan paradigma pertanggung jawaban. Bila selama ini produk
akuntansi dianggap sebagai pertanggung jawaban manajemen kepada pemilik saham,
kini paradigma tersebut diperluas menjadi pertanggung jawaban kepada seluruh stakeholder.
Perluasan paradigma pertanggungjawaban ini merupakan kontribusi besar disiplin
akuntansi bagi masyarakat.
Sebagai wujud bukti kepedulian para ahli
akuntansi di Indonesia dapat dilihat melalui Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 (revisi 1998) paragraf
sembilan secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggung jawab akan
masalah lingkungan dan sosial. Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tahunan
seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value
added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan
hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai
sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Tuntutan
terhadap perusahaan untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang
akuntabel serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate
governance) semakin memaksa perusahaan untuk memberikan informasi mengenai
aktivitas sosialnya. Masyarakat membutuhkan informasi mengenai sejauh mana
perusahaan sudah melaksanakan aktivitas sosialnya sehingga hak masyarakat untuk
hidup aman dan tentram, kesejahteraan karyawan, dan keamanan mengkonsumsi makanan
dapat terpenuhi. Oleh karena itu dalam perkembangan sekarang ini akuntansi konvensional
telah banyak dikritik karena tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat
secara luas, sehingga kemudian muncul konsep akuntansi baru yang disebut sebagai
Social Responsibility Accounting (SRA) atau Akuntansi Pertanggungjawaban
Sosial.
Banyak penelitian yang berkaitan dengan
tanggung jawab sosial terhadap kinerja perusahaan diantaranya, penelitian yang
dilakukan Magrifoh (2004) menyimpulkan bentuk aktivitas perusahaan dapat
dikelompokkan menjadi empat tempat yaitu : aktivitas sosial terhadap karyawan
(SDM), masyarakat, lingkungan, serta produk. Kontribusi terbesar dari aktivitas
sosial dilakukan terhadap karyawan (SDM). Hal ini terlihat dengan besarnya
persentase aktivitas ini yaitu 93% - 95% dari total aktivitas sosial perusahaan.
Ariyani (2007) menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara respon
perusahaan-perusahaan manufaktur berdasarkan tema kemasyarakatan, tema lingkungan,
tema tenaga kerja, tema energi, dan tema produk terhadap pentingnya tanggung
jawab sosial. Rizal (2004) menyimpulkan bahwa dari 242 perusahaan yang
menyampaikan laporan tahunan untuk tahun 2000 – 2001 di Bursa Efek
Indonesia(BEI) dan Bursa Efek Surabaya (BES), terdapat 117 perusahaan (48,4%)
telah melakukan pengungkapan sosial. Pengujian secara simultan menemukan adanya
pengaruh signifikan antara karakteristik perusahaan, yaitu besaran perusahaan,
tipe kepemilikan publik, profil perusahaan jenis industri, dan basis perusahaan
terhadap kuantitas pengungkapan akuntansi sosial laporan tahunan emiten di Busa
Efek Indonesia(BEI). Kholis (2003) mengambil sampel penelitian di kota Medan
menyimpulkan pentingnya tanggung jawab sosial dipengaruhi variabel regulasi
pemerintah, tekanan masyarakat, tekanan organisasi lingkungan dan tekanan media
massa baik secara individu maupun bersama-sama berpengaruh secara signifikan
terhadap pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Murni (2001) menyimpulkan
dalam penelitiannya sampai saat ini belum ada standar yang dapat diterima
mengenai akuntansi sosial terutama dalam melakukan pengakuan, pengukuran dan
pelaporan ekternallities dalam laporan keuangan perusahaan.
B. PerumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan permasalahan yang
hendak dituangkan dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut :
“Apakah Akuntansi Sosial Sebagai
Indikator Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berpengaruh Terhadap Kinerja
Perusahaan ?”.
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apakah akuntansi
sosial sebagai indikator tanggung jawab sosial perusahaan secara bersama-sama berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
2.
Untuk membahas apakah akuntansi
sosial sebagai indikator tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Tanggung Jawab Sosial dan Akuntansi Sosial
SEA masih merupakan fenomena baru dalam
ilmu akuntansi, dan sering ditafsirkan sama dengan Social Accounting atau
akuntansi social yang dihubungkan dengan National Income Accounting.
Para ahli juga telah banyak memberikan definisi, diantaranya menurut Ahmed
Belkaoui dalam bukunya tentang Socio Economic Accounting. Beliau
menyatakan bahwa: “SEA timbul dari penerapan akuntansi ilmu social, ini
menyangkut pengaturan dan pengukuran analisis, dan pengungkapan pengaruh
ekonomi dan social dari kegiatan pemerintah dan perusahaan. Hal ini
termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan makro. Pada tingkat makro
bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan kegiatan ekonomi dan social
Negara mencakup social accounting dan reporting peranan akuntansi dalam
pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro bertujuan untuk mengukur dan
melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup
financial dan managerial social accounting, social auditing”. Socio
economic Accounting ada juga yang menyebutkan sebagai Social Responsibility
Accounting. SEA ini tidak sama dengan Social Accounting yang pengertiannya
adalah merupakan pengukuran mengenai bagaimana efisiensi suatu system ekonomi
berfungsi dan memberikan data periodik yang menyangkut indikasi posisi suatu
Negara menyangkut ukuran externalities itu. Social Accounting ini sering
juga disebut National Income Accounting atau Macro Socio Economic
Accounting. Secara sempit, akuntansi pertanggungjawaban sosial didefinisikan
hanya mencakup menilai, mengukur dan melaporkan dampak operasional perusahaan
pada masyarakat
tanpa mencakup program-program sosial yang diadakan oleh
perusahaan.
Menurut Hadibroto (1988), Bambang
Sudibyo (1988) dan para akuntan di Indonesia, akuntansi pertanggungjawaban
sosial adalah akuntansi yang memerlukan laporan mengenai terlaksananya
pertanggungjawaban sosial perusahaan. Menurut Lee J. Seidler dan Lyn L. Seidler
dikutip oleh Usmansyah (1989), akuntansi pertanggungjawaban sosial sebagai pedoman
umum akuntansi pertanggungjawaban sosial merupakan modifikasi dan penerapan
oleh para akuntan berkenaan dengan keahlian tekhnik dan disiplin akuntansi konvensional
(keuangan dan manajerial). Menurut Ahmed Belkouli dikutip oleh Yuningsih
(2004), akuntansi pertanggungjawaban sosial adalah proses pengurutan, pengukuran,
dan pengungkapan pengaruh yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dan
lingkungan sosialnya. Secara luas definisi akuntansi pertanggungjawaban sosial
tidak hanya mencakup dampak operasional perusahaan tetapi juga program-program
sosial yang diadakan perusahaan. Menurut Parker (dalam Yuningsih, 2004) yang
menggunakan istilah akuntansi sosial untuk akuntansi pertanggungjawaban sosial,
mendefinisikan sebagai berikut:
1.
akuntansi pertanggungjawaban
sosial tidak hanya menilai dampak kegiatan perusahaan terhadap lingkungan
perusahaannya tetapi juga mengukur efektivitas program sosial perusahaan.
2.
melaporkan serta menyediakan
sistem informasi untuk pihak internal dan eksternal yang memungkinkan dilakukan
penilaian yang komprehensif terhadap sumber daya organisasi dan dampaknya baik
secara ekonomi maupun secara sosial.
Dengan demikian perusahaan seharusnya tidak hanya menyadari kalau
kegiatan operasionalnya mempunyai dampak etrhadap masyarakat dan lingkungans
ekitarnya tetapi sejak awal sudah memasukkan tujuan sosial didalam tujuan
perusahaan.
2. Tujuan Akuntansi Pertangggungjawaban Sosial
Pada dasarnya tujuan pertanggungjawaban
sosial perusahaan atas menyediakan informasi yang memungkinkan dilakukan
evaluasi pengaruh kegiatan perusahaan kepada masyarakat. Eldon S. Hendriksen
(1982: 37) dalam Azizul Kholis (2002) mengatakan bahwa tujuan akuntansi
pertanggungjawaban sosial adalah: ” memberikan informasi yang memungkinkan
pengaruh kegiatan perusahaan terhadap masyarakat dapat dievaluasi”.
Menurut Ramana Khan dalam Ariyani (2007), menguraikan ada 3 tujuan
akuntansi pertanggungjawaban sosial yaitu:
1.
Mengidentifikasikan dan
mengukur kontribusi sosial neto periodik suatu perusahaan, yang meliputi bukan
hanya menfaat dan biaya sosial yang diinternasionalisasikan ke perusahaan,
namun juga timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi segmen-segmen dan sosial
yang berbeda.
2.
Membedakan menentukan apakah
strategi dan praktek perusahaan yang secara langsung mempengaruhi realitas
sumber daya dan status individu,masyarakat dan segmen-segmen sosial adalah
konsisten dengan prioritas sosial yang diberikan secara luas pada pihak dan
aspirasi individu pada pihak lain.
3.
Memberikan dengan cara yang
optimal, kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan tentang tujuan,
kebijakan, program, strategi dan kontribusi suatu perusahaan terhadap
tujuan-tujuan sosial perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa akuntansi
pertanggungjawaban sosial berperan dan menjalankan fungsinya sebagai bahasa
bisnis yang mengakomodasikan masalah-masalah sosial yang dihadapi perusahaan,
sehingga pospos biaya sosial yang dikeluarkan kepada masyarakat dapat menunjang
operasional dan penerapan tujuan jangka panjang perusahaan. Sementara menurut
National Association of Accountant (NAA) dikutip dari Yuningsih (2004),
akuntansi pertanggungjawaban sosial mempunyai dua tujuan, yaitu:
1. Tujuan internal
Akuntansi pertanggungjawaban sosial memungkinkan perbaikan
terhadap proses pengambilan keputusan dalam hal yang berhubungan dengan proses
penetapan tujuan, sasaran dan prioritas dalam kaitannya dengan perencanaan
sumber daya dan mendorong para manajer untuk memikirkan dampak sosial dari
setiap keputusannya, memberikan dasar untuk mengadakan evaluasi internal
terhadap prestasi sosial perusahaan.
2. Tujuan eksternal
Akuntansi pertanggungjawaban sosial memberikan dasar yang seragam
bagi pelaporan ekstrem dan memungkinkan adanya pemeriksaan yang independen atas
laporan pertanggungjawaban sosial perusahaan. Berdasarkan uraian diatas
akuntansi pertanggungjawaban sosial tidak hanya
bertujuan untuk keperluan eksternal, akuntansi pertanggungjawaban
sosial semata-mata tidak untuk menunjukkan bahwa perusahaan telah melakukan
kegiatan sosial dan telah ikut berperan serta dalam masalah sosial, tetapi juga
untuk mengevaluasi sosial performance perusahaan, karena dengan sosial
performance masyarakat dapat membentuk image positif atau negatif. Sedangkan
untuk keperluan internal, yang berarti untuk keperluan pihak manajemen adalah
untuk sistem pengendalian manajemennya, yaitu:
1.
Untuk evaluasi
2.
Manajemen tentunya
memerlukan informasi untuk menilai sejauh mana efektivitas proyek kegiatan
eksternal mencapai tujuan sosialnya.
3.
Untuk mempertahankan diri
dari tuduhan masyarakat tentang kepeduliannya terhadap permasalahan sosial.
4.
Untuk mengakomodasikan
tujuan sosial dan kemanusiaan.
3. Media Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pada umumnya, banyak perusahaan di
Indonesia mengungkapkan kegiatan sosial ekonominya secara sukarela saja, karena
belumadanya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang khusus mewajibkan
pencatatan, pengukuran, dan pelaporan ini. Belum juga ada ketentuan cara
pengungkapannya apakah melalui lap oran keuangan, catatan atas laporan
keuangan, penjelasan umum, penjelasan direksi melalui program laporan keuangan
atau melalui newsletter, konferensi pers dan sebagainya. Berdasarkan hasil
penelitian Sueb dalam Yuningsih (2004). Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
khususnya perusahaan publik di Indonesia menggunakan media yang berbeda-beda.
Kelompok biaya sosial dan media pengungkapan yang paling banyak
dipilih perusahaan adalah:
1.
Penyajian biaya pengelolaan
lingkungan didalam prospektus 21.0%.
2.
Biaya kesejahteraan pegawai
yang disajikan dalam catatan atas laporan keuangan 35.1%.
3.
Biaya untuk masyarakat
disekitar perusahaan yang disajikan dalam laporan tahunan 15.0%.
4.
Biaya pemantauan produk yang
disajikan dalam catatan atas laporan keuangan ada 3.8%
Bervariasinya cara memilih media pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan nampaknya didasarkan pada kelaziman dan untuk kepentingan
tertentu. Misalnya, pengungkapan biaya pengelolaan lingkungan, perusahaan lebih
banyak memilih laporan prospektus karena laporan prospektus ini bisa digunakan
sebagai ajang propaganda pada saat perusahaan menjual saham perdananya dibursa
efek. Penyebab lain yang mengakibatkan ketidakseragaman cara pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan tersebut, karena belum adanya aturan yang
jelas mengenai cara penyajiannya maupun komponen-komponen yang termasuk biaya
sosial tersebut.
4. Perkembangan Akuntansi Sosial
Selama 20 sampai 30 tahun terakhir ini
kesadaran publik akan peran perusahaan di masyarakat telah mengalami
perkembangan luar biasa. Banyak perusahaan yang telah berjasa dalam kemajuan
ekonomi dan teknologi justru mendapat kritik karena kurang memperhatikan
masalah sosial. Tekanan dari berbagai pihak yang berkaitan dengan dampak yang
ditimbulkan dari aktivitas bisnis ditujukan tidak hanya pada perusahaan swasta
tapi juga perusahaan pemerintah. Banyak kasuskasus ketidakpuasan publik yang
bermunculan akibat aktivitas bisnis dari perusahaan swasta maupun pemerintah
yang berdampak negatif pada masyarakat, baik yang berkaitan dengan pencemaran
lingkungan, perlakuan tidak adil kepada pekerja, kaum minoritas dan perempuan,
penyalahgunaan wewenang, keamanan dan kualitas produk serta penggunaan energi
dan sumber daya alam yang berlebihan. Akuntansi sosial perusahaan mulai
mendapatkan perhatian dari berbagai institusi akuntansi pada pertengahan tahun
1970-an. Selanjutnya, banyak peneliti mulai melihat akuntansi sosial perusahaan
melalui perspektif teoritis yang berbeda-beda, termasuk di dalamnya stakeholder
theory, social contract theory dan legitimacy theory. Perkembangan
terakhir menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah perusahaan yang secara
sukarela mengungkapkan aktivitas pertanggungjawaban sosial dalam laporan
tahunannya. Informasi-informasi sosial yang seharusnya diungkapkan dalam pelaporan
sosial perusahaan antara lain adalah:
1.
Berkaitan dengan lingkungan,
yang meliputi pengendalian polusi, pencegahan dan perbaikan kerusakan
lingkungan yang berkaitan dengan pemrosesan sumber daya alam, serta konservasi
sumber daya alam.
2.
Energi, meliputi: konservasi
energi dalam operasi bisnis dan produk-produk dengan efisiensi energi.
3.
Praktik bisnis yang wajar,
meliputi: memperkerjakan dan memperhatikan kemajuan kelompok minoritas dan
perempuan.
4. Sumber daya manusia, meliputi: kesehatan, keamanan dan
pengembangan diri karyawan.
5.
Keterlibatan masyarakat,
meliputi: aktivitas masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan, pendidikan
dan kesenian.
6.
Produk, meliputi: keamanan
produk dan pengurangan polusi akibat penggunaan produk.
Di Jepang, pengungkapan informasi sosial
dikelompokkan menjadi lima, yaitu aspek lingkungan, keterlibatan masyarakat,
hubungan pekerja, penelitian dan pengembangan serta aktivitas-aktivitas
internasional. Sedangkan di Eropa Barat, laporan pertanggungjawaban sosial
perusahaan berisi informasi mengenai tempat kerja (karyawan), pangsa pasar (pelanggan dan
pemasok), lingkungan, masyarakat, etika, dan hak asasi manusia.
Pengungkapan kinerja sosial perusahaan dalam laporan tahunan telah
dilakukan oleh negara-negara maju, seperti Eropa Barat, Amerika Serikat,
Kanada, Australia, Selandia Baru, Jepang, Singapura dan Malaysia, namun belum
banyak dilakukan oleh negaranegara berkembang, termasuk Indonesia. Beberapa
kendala yang dihadapi perusahaan, khususnya di negara-negara berkembang dalam
melakukan pengungkapan kinerja sosial antara lain: Pertama, belum terdapat
peraturan atau standar baku yang mengatur mengenai pengungkapan kinerja sosial,
kebanyakan masih bersifat sukarela. Kedua, hanya sedikit perusahaan yang
memiliki para akuntan yang kompeten di bidang akuntansi sosial, meskipun dalam
hal ini dituntut juga adanya kerja sama dengan para ahli di bidang lain,
seperti hukum, teknik, maupun sosiologi. Ketiga, perusahaan enggan mengeluarkan
biaya tambahan yang tidak sedikit untuk menyusun laporan mengenai kinerja
sosialnya, apalagi jika mereka beranggapan bahwa image mereka akan tetap baik meskipun
mereka tidak memberikan laporan mengenai kinerja sosial. Keempat, kurangnya
perhatian pemerintah negara-negara berkembang terhadap masalah sosial dan lingkungan
karena tidak adanya atau kurangnya dana untuk masalah tersebut, sementara itu
dukungan dari negara donor maupun institusi keuangan internasional relatif
belum mencukupi. Kelima, pembuatan laporan sosial memerlukan banyak waktu,
bahkan seringkali menyebabkan tertundanya penerbitan laporan tahunan. Meskipun
banyak kendala yang dihadapi, hal tersebut tidak sebanding dengan manfaat yang
akan dipetik oleh perusahaan di masa yang akan datang. Dalam rangka
meningkatkan image dan reputasi, serta sebagai usaha menjaga eksistensi
perusahaan di masyarakat, sudah sewajarnya perusahaan mengungkapkan kinerja
sosial kepada masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya kesadaran dan usaha,
sesuai kapasitas masing-masing perusahaan untuk melakukan perbaikan terus menerus
bagi kesejahteraan masyarakat.
5. Peran Akuntansi Sosial
Menurut Hendriksen (1994), akuntansi
sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan
sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja, pemerintah dan pihak
lainnya yang dapat menjadi pendukung jalannya operasional karena pergeseran
tanggung jawab perusahaan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gramee (2000)
yaitu “Financial reports prepared by reporting entities are a major
aspect of corporate governance and accountability. Lebih jauh Wollin (1999)
menyatakan; “Firms must take a responsible approach in their business activities,
cause of there is public dissatisfaction implementation of their
responsibilities should be exposed at financial information to external
user”.
Berdasarkan beberapa pendapat para peneliti tersebut dapat
dijelaskan bahwa untuk mendapatkan gambaran tentang akuntansi sosial
perusahaan, entitas bisnis harus mampu mengakses lingkungan sosialnya, setelah
itu untuk menindaklanjuti dan mengukur kepekaan tersebut perusahaan memerlukan
informasi secara periodical, sehingga informasi ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang bermanfaat bagi semua pihak (Shareholders, stakeholders,
debtholders).
6. Perusahaan dan keterlibatan Perusahaan
Ada beberapa model dan kecenderungan
tentang keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial. Ada tiga pandangan atau
model yang menggambarkan tentang keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial:
1. Model Klasik
Pendapat ini menyatakan bahwa usaha yang dilakukan perusahaan semata-mata
hanya untuk memenuhi permintaan pasar dan mencari untung yang akan dipersembahkan
kepada pemilik modal. Dengan kata lain tidak perlu memikirkan efek sosial yang
ditimbulkan perusahaannya dan tidak perlu memikirkan usaha untuk memperbaiki penyakit
sosial.
2. Model Manajemen
Menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai lembaga permanen yang
hidup dan punya tujuan sendiri. Manajer sebagai team yang bertanggung jawab
atas kelangsungan hidup perusahaan terpaksa memilih kebijakan yang harus mempertimbangkan
tanggung jawab sosial perusahaan mengingat ketergantungannya dengan pihak lain
yang juga punya andil dalam pencapaian tujuan perusahaan yang tidak hanya
memikirkan setoran buat pemilik modal.
3. Model Lingkungan Sosial
Model ini menekankan bahwa perusahaan meyakini kekuasaan ekonomi
dan politik yang dimilikinya mempunyai hubungan dengan kepentingan (bersumber) dari
lingkungan sosial.
7. Tanggung Jawab sosial Perusahaan
Social Responsibility
Accounting atau sosial akuntansi
merupakan penerapan akuntansi dalam ilmu sosial yang menyangkut pengaturan,
pengukuran, analisis, dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial dari
kegiatan pemerintah dan perusahaan. Apabila perusahaan tidak mau tau dengan
dampak sosial yang ditimbulkannya dan tidak ada kemauan untuk menanggulangi
masalah-masalah sosial yang ditimbulkannya tersebut maka akuntansi sosial
relatif tidak diperlukan. Walaupun secara konsepsional paham yang demikian
masih ada, namun kecenderungan menunjukkan sekalipun dinegara kapitalis,
perusahaan masih dianggap mempunyai etika dan tanggung jawab sosial.
Ada banyak sikap yang dilakukan para perusahaan dalam menyikapi
dampak sosial yang telah ditimbulkannya, mulai dari tanpa keterlibatan,
keterlibatan terbatas, sampai kepada keterlibatan total terhadap lingkungan
sosialnya. Ahmed Belkouli dengan cara sistematis mengelompokkan batasan ini
dalam lima kategori:
1.
Tanggung jawab perusahaan
hanya terbatas pada usaha mencari laba maksimal. Jika perusahaan dapat
mengumpulkan laba yang sebesar-besarnya tanpa memperhatikan efek sosialnya,
berarti perusahaan sudah memenuhi panggilan tugasnya sebagai badan usaha.
2.
Disamping tujuannya untuk
memaksimalkan laba, perusahaan juga harus memperhatikan pihak lain dengan siapa
perusahaan tersebut mempunyai kepentingan. Hal ini dicontohkan dengan perbaikan
kesejahteraan karyawan, manajemen, menjalin hubungan baik dengan kelompok
masyarakat tertentu dan lain-lain.
3.
Perusahaan melepaskan diri
dari tujuannya yang hanya memaksimalkan laba dengan memperluas tanggung jawab
manajemen.
4.
Tanggung jawab sosial
perusahaan mencakup hal yang bersifat ekonomi dan non ekonomi.
5.
Tanggung jawab sosial
diperluas melewati batas tanggung jawab dan mencakupi keterlibatan total terhadap tugas-tugas
sosial.
Prakash Sethi merumuskan bentuk ini dalam tiga dimensi:
1.
Social obligation, merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap permintaanpasar
sesuai dengan ketentuan hukum.
2.
Social Responsibility, menggerakkan perusahaan sehingga segala tindakannyasesuai dengan
norma, nilai, dan harapan masyarakat.
3.
Social Responsiveness merupakan respon perusahaan untuk menjawab isu yangakan timbul
dimasa datang.
Bradshaw mengemukakan bahwa ada tiga bentuk dari tanggung jawab
sosialperusahaan yaitu:
1.
Corporate Philantrophy, tanggung jawab perusahaan sebatas kedermawanan belum sampai
kepada tanggung jawabnya. Bentuk tanggung jawab ini bisa berupa kegiatan amal,
sumbangan atau kegiatan lain yang mungkin saja tidak langsung berhubungan
dengan kegiatan perusahaan.
2.
Corporate
Responsibility, kegiatan
pertanggungjawaban sudah merupakan tanggung jawab perusahaan bisa karena
ketentuan UU atau bagian dari kemauan atau kesediaan perusahaan.
3.
Corporate Policy, disini tanggung jawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian
dari kebijakannya.
8. Pro kontra Tanggung Jawab Perusahaan
Persoalan apakah perusahaan perlu
mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak, masih terus diperdebatkan.
Masing-masing mengemukakan pendapat dan dukungannya dan mengklaim bahwa ide
masing-masing yang benar.
Berikut ini ada alasan para pendukung agar perusahaan memiliki
etika dan tanggung jawab sosial:
1.
Keterlibatan sosial
merupakan respon terhadap keinginan dan harapan masyarakat terhadap peranan
perusahaan. Dalam jangka panjang, hal ini sangat menguntungkan perusahaan.
2.
Keterlibatan sosial mungkin
akan mempengaruhi perbaikan lingkungan, masyarakat, yang mungkin akan
menurunkan biaya produksi.
3.
Meningkatkan nama baik
perusahaan, akan menimbulkan simpati pelanggan, simpati karyawan, investor dan
lain-lain.
4.
Menghindari campur tangan
pemerintah dalam melindungi masyarakat. Campur tangan pemerintah cenderung
membatasi peran perusahaan. Sehingga jika perusahaan memiliki tanggung jawab
sosial mungkin dapat menghindari pembatasan kegiatan perusahaan.
5.
Dapat menunjukkan respon
positif perusahaan terhadap norma dan nilai yang berlaku didalam masyarakat.
Sehingga mendapat simpati dari masyarakat.
6.
Sesuai dengan keinginan para
pemegang saham, dalam hal ini publik.
7.
Mengurangi tensi kebencian
masyarakat terhadap perusahaan yang melakukan kegiatan yang ternyata dampaknya
dapat menimbulkan kebencian pada masyarakat terhadap perusahaan tersebut.
8.
Membantu kepentingan
nasional, seperti konservasi alam, pemeliharaan barang seni budaya, peningkatan
pendidikan rakyat, lapangan kerja dan lain-lain.
Dipihak lain yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap konsep
tanggung jawab sosial perusahaan. Alasannya antara lain:
1.
Mengalihkan perhatian
perusahaan dari tujuan utamanya dalam memaksimalkan laba. Ini akan menimbulkan
pemborosan.
2.
Memungkinkan keterlibatan
perusahaan terhadap permainan kekuasaan atau politik secara berlebihan yang
sebenarnya bukan lapangannya.
3.
Dapat menimbulkan lingkungan
bisnis yang monotik bukan yang bersifat pluralistik.
4.
Keterlibatan sosial
memerlukan dana dan tenaga uang cukup besar yang tidak dapat dipenuhi oleh dana
perusahaan yang terbatas, yang dapat menimbulkan kebangkrutan, atau menurunkan
tingkat pertumbuhan perusahaan.
5.
Keterlibatan pada kegiatan
sosial yang demikian kompleks memerlukan tenaga dan para ahli yang belum tentu
dimiliki oleh perusahaan.
9. Undang-undang Corporate Social Responsibility (CSR)
Konsep CSR yang diakomodasi dalam Undang-undang Perseroan terbatas
(UU PT) pasal 74 nomor 40 tahun 2007 berbunyi sebagai berikut :
1.
Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan.
2.
Tanggung jawab sosial dan
lingkungan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaanya dilakukan
dengan memperhatikan kepatuhan dan kewajaran.
3.
Perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada pasal (1)
4.
Ketentuan lebih lanjut
mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan mengenai pengaruh tanggung
jawab sosial terhadap kinerja perusahaan dapat disimpulkan sebagai
1.
Pelaporan akuntansi sosial
pada laporan keuangan perusahaan, dapat
memberikan sumbangan atau kontribusi terhadap tujuan perusahaan, antara lain meningkatkan
citra perusahaan (public image), sarana belajar bagi pihak manajemen,
serta sebagai implementasi tanggung jawab perusahaan.
2.
Dengan adanya laporan
akuntansi sosial, diharapkan perusahaan dapat menentukan biaya-biaya mana saja
yang berkaitan dengan kegiatan sosial. Sehingga image perusahaan
terhadap para investor akan terjaga dan dapat menimbulkan nilai kepercayaan
tersendiri bagi investor.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyani, Ratna desi (2007). Pengaruh Persepsi Perusahaan Manufatur
di Indonesia Terhadap Pentingnya Tanggung Jawab dan Akuntansi Sosial. Skripsi
Akuntasi Universitas Trisakti.
Baridwan, Zaki. (1997), Intermediate Accounting. Edisi tujuh. BPFE
Pers Yogyakarta.
Belkaoui,
Ahmed. (1997). Teori Akuntansi. Edisi Kedua. Jilid 1. Alih Bahasa Oleh Herman
Wibowo Dan Marianus Sinaga. Erlangga. Jakarta.
Gozali, Imam. (2006). Apikasi Analisis Multivariate Dengan Program
SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Ikatan Akuntansi indonesia (2007). Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta : Salemba Empat.
Januarti, Indira Dan Apriyanti, Dini (2005). Pengaruh Tanggung
Jawab Sosial Dan Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan. JurnalMaksi, Vol 5 No.
2 Agustus 2005 : 227-243.
Hasundungan, Jimmi. (2008), Pengaruh Corporate Governance Terhadap
Menejemen Laba Pada Perusahaan Yang Tergabung Dalam LQ-45. Skripsi FE
Universitas Lampung.
Indriantoro, Nur Dan Bambang Supomo. (1999). Metodelogi Penelitian
Bisnis Untuk Akuntansi Dan Menejemen. BPFE. Yogyakarta.
Kholis, Azizul (2003). Analisis Tentang Pentingnya Tanggung Jawab
Dan Akuntansi Sosial Perusahaan.Media Riset Akuntansi, Auditing Dan Informasi,
Vol 3 No. 2. Agustus 2003 : 101-132.
Magrifoh, Diana (2001). Analisis Aktivitas Sosial Perusahaan Serta
Pelaporannya Dalam Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, Vol 2. No.
1, 165- 177.
Munawir , S (1993), Analisis Laporan Keuangan . Edisi 5. Liberty.
Yogyakarta.
Murni, Sri (2001). Suatu Tinjauan Mengenai Pengakuan, Pengukuran,
Dan Pelaporan Eksternalities Dalam Laporan Keuangan. Jurnal Akutansi Dan
Investasi. FE – UGM Vol.2 No 1.
Smith & Skousen. (1995). Intermediate Accounting. Edisi
Kesembilan. Jilid 1-2. Alih Bahasa Oleh Alfonsus Sirait Dan Alson Sinaga.
Erlangga. Jakarta.
Nurmansyah, Agung. Corporate Social Responsibility. Kajian Bisnis
Vol.14 No 1, Januari – April 2006.
halo semuanya di sini jika Anda mencari pinjaman dengan tingkat bunga rendah dengan pengembalian 2 tingkat per tahun maka penawaran pinjaman pedro akan bagus untuk pinjaman bisnis Anda dan beberapa jenis pinjaman lain yang ingin Anda ajukan selama Anda tahu bahwa Anda dapat melakukannya pengembalian yang baik kembali sesegera mungkin kemudian hubungi mr pedro di pedroloanss@gmail.com
AntwoordVee uit