BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Sistim
keuangan islam dilakukan untuk memenuhi maqashidus
syaraiah bagian memilihara harta. Dalam menjalankan sestim keuangan islam,
factor yang paling utama adalah adanya akad/kontrak/transaksi yang sesuai dengan syariah islam. Agar
transaksi tersebut sesuai dengan syariah maka akad tersebut harus memenuhi
prinsip keuangan syariah, yang berarti tidak mengandung hal-hal yang di larang
oleh syariah. Prinsip keuangan syariah sendiri secara rigkas harus mengacu
prinsip rela sama rela (antaraddim minkum),
tidak ada pihak yang menzalimi dan di zalimi (la tazhlimuna wa la tuzhlamuna), hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi al dhaman), dan untung
muncul bersama resiko (al ghunmu bi al
ghurmi). Dari prinsip ini, berkembanglah berbagai instrument keuangan
syariah.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang kami paparkan di atas maka dapat dibuatkan rumusan masalah,
antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana
sistim keuangan syariah…?
2. Bagaimana
memperoleh harta yang baik ?
BAB
II
SISTEM
KEUANGAN SYARIAH
1.1
Konsep
Memilihara Harta Kekayaan
Memilihara harta, bertujuan agar harta yang di
miliki oleh manusia diperoleh dan di gunkan sesuai dengan syariah sehingga
harta yang di miliki halal dan sesui dengan keinginan pemilik mutlak dari harta
kekayaan tersebut yaitu Allah SWT.
1.2
Anjuran
Bekerja Atau Berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau
berniaga, dan menghindari kegietan meminta-minta dalam mencari hartta kekayaan.
Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari termasuk untuk memenuhi perintah Allah SWT seperti infak, zakat,
pergi haji, perang (jihad), dan sebagainya. :
“…apa
bila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS 62 :
10)
Harta yang paling baik, menurut Rasulullah SAW,
adalah yang di peroleh dari hasil kerja atau perniagaan, sebagaimana di
riwayatkan dalam hadis-hadias berikut ini.
“harta yang paling baik adalah harta yang di peroleh lewat tanganya
sendiri …”(HR. bazzar At Thabranui)
“sessungguhnya
Allah suka kalau Dia melihat hamba-Nya berusaha nebcari barang dengan cara yang
halal.” (HR. Thabrani dan Ad-Dailami)
“orang
yang meminta –minta padahal dia tidakbegitu mambutuhkan (tidak terdesak ) sama
halnya dengan orang yang memunggut bara api.”(HR. Muslim)’
1.3
Konsep
Kepemilikan
Harta yang baik harus
memenuhi dau kreteria, yaitu diperoleh dengan cara yang sah dan benar (legal and fair ) serta dipergunakan
dengan dan untuk hal yang baik-baik di jalan Allah SWT.
Allah
SWT adala pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di muka dunia ini (QS 57 : 2),
sedangkan manusia adlah wakil (khalifah)
Allah di muka bumi ini yang di beri kekuasaan untuk mangelolanya.
1.4
Penggunaan
Dan Pendistibusiannya Harta
Ketentuan
Syariah berkaitan dngan penggunaan harta, antara lain :
1.
Tidak boros dan tidak kikir
Disini kita dapat
melihat bahwa allah AWT sebagai sang pencipta mengajarkan kita kepada suatu
konsep hidup “pertengahan” yang luar biasa, untuk hidup dalam batas kewajaran,
tidak boros berlebihan dan tidak kikir
2.
Memberi infak dan shadaqah
Membelanjakan harta dengan
tujuan untuk mencari rida Allah dengan berbuat kebajikan
3.
Membayar zakat sesuai ketentuan
Setiap manusi beriman
yang memiliki harta melampaui ukuran tertentu, diwajibkan untuk mengeluarkan
sebagian hartanya untuk orang yang tidak mampu, sehingga dapat tercipta
keadilan social, rasa kasih sayang dan rasa tolong menolong
4.
Memberi pinjaman tanpa bunga
Memberikan pinjaman
kepada sesame muslim yang membutuhkan, dengan tidak menambah jumlah yang harus
dikembalikan. Bentuk pinjaman seperti ini, bertujuan untuk mempermudah pihak
yang menerima pinjaman, tidak memberatkan sehingga dapat menggunakan modal
pinjaman tersebut untuk hal – hal yang produktif dan halal
5.
Meringankan kesulitan orang yang
berutang
“Dan jika (orang
berutang itu) dalam kesulitan maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.” (QS 2 : 280)
1.5
Memperoleh
Harta
Memperoleh harta adalah
aktivitas ekonomi yang masuk dalam kategori ibadah muamalah (mengatur hubungan
manusi adengan manusia). Kaidah fikih dari muamalah adalah semu halal dan boleh
dilakukan kecuali yang diharamkan/dilarang dalam Al Quran dan As Sunnah.
1.6
AKAD/KONTRAK/TRANSAKSI
Akad dalam bahasa arab
al-aqad, jamknya al- uqud, berarti ikatan atau megikat. Menurut terminology
huku islam , akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah , yang
menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. (Ghufron Mas’adi, 2002). Menurut
Abdul Razak Al –Sanhuri dalam Nadhariyatul ‘aqdi, akad adalah kesepakatn dua
belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak
dan kewajiban yang mengikuti pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak
langsung dalam kesepakatan tersebut.
Ø Jenis Akad
Karim (2003)
mengelompokkan akad menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
1. Akad Tabarru’ yaitu segala macam perjanjian
yang menyangkut transaksi nirlaba.
2. Akad
Tijarah/ Muawadah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi
untuk laba
Ø Rukun dan Syarat Akad
Rukun dan syarat sahnya
suatu akad ada tiga, yaitu :
1. Pelaku
yaitu para pihak yang melakukan akad
2. Objek
akad m erupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu
transaksi tertentu
3. Ijab
Kabul merupakan kesepakatan dari para pelakudan menunjukkan mereka saling rida
1.7
Aktivitas
Bisnis terkait barang dan Jasa yang diharamkan Allah
Aktivitas
investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa
yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan,
narkoba, dan sebagainya.
Walaupun
ada kesepakatan dan rela sama rela antara pelaku transaksi, namun jika atas
objek transaksi tidak dapat diambil manfaat darinya karena dilarang oleh Allah
maka akad tersebut dikatakan tidak sah.
Ø
Riba
Riba
berasal dari bahasa arab yang berarti tambahan (AL Ziyadah), berkembang (An
Nuwuw), meningkat (Al Irtifa) dan membesar (Al-uluw). Imam sarakhzi
mendefinisikan riba sebagai tambahan yang disyratkan dalam transaksi bisnis
tanpa adnya padanan (‘iwad) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.
Setiap penambahan yang diambil tanpa adanya suatu penyeimbang atau pengganti
yang dibenarkan syariah adalah riba.
Ø
Jenis
Riba
1.
Riba Nasiah adalah riba yang muncul
karena utang piutang, riba nasiah dapat terjadi dalam segala jenis transaksi kredit atau utang
piutang di mana suatu pihak harus membayar lebih besar dari pokok pinjamannya.
2.
Riba Fadhl adalah riba yang muncul
karena transaksi pertukaran atau barter. Riba fadhl dapat terjadi apabila ada
kelebihan / penambahan pada salah satu dari barang ribawi/barang sejenis yang
dipertukarkan dilakukandari tangan ketangan (tunai) atau kredit.
Ø
Pengaruh
Riba pada Kehidupan Manusia
Imam
Razi mencoba menjelaskan alas an mengapa bunga dalam islam dilarang, antara
lain (Qardhawi, 2001) :
1.
Riba merupakan transaksi yang tidak adil
dan mengakibatkan peminjam jatuh miskin Karena dieksploitasi, karena riba
mengambil harta orang lain tanpa imbalan
2.
Riba akan menghalangi orang untuk
melakukan usaha karena pemilik dapat hartanya dengan transasksi riba baik
secara tunai mauppun berjangka
3.
Riba akan mnyebabkan terputusnya
hubungan baik antar masyarakat dalam bidang pinjam meminjam
4.
Pada umumnya orang yang memberikan
pinjaman adalah orang kaya, sedang yang meminjam adalah orang miskin.
Ø
Penipuan
Penipuan
terjadi apabila salah satu pihak tidak mngetahui informasi yang diketahui pihak
lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yakni dalam kuantitas, kualitas, harga,
dan waktu penyerahan.
Ø
Perjudian
Berjudi
atau Maisir dalam bahasa arab arti hafiahnya adalah memperoleh sesuatu atau
mendapat keuntungan dengan sangat mudah tanpa kerja keras. Transaksi perjudian
adalah transaksi yang melibatkan dua pihak atau lebih, di mana mereka
menyerahkan uang/harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu,
baik dengan kartu, kuis, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skorbola, atau media
lainnya.
Ø
Transaksi
yang mengandung ketidak pastian / Gharar
Gharar
terjadi ketika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian
antara dua belah pihak yang bertransaksi. Ketidak jelasan ini dapat
menimbulakan pertikaian antara pihak dan ada pihak yang dirugikan
Ø
Penimbunan
Barang/Ikhtiar
Penimbunan
adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemudian menyimpanya,
sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan
harga. Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan
kelangkannya/ sulit dapat dan harganya yang itnggi.
Ø
Monopoli
Alasan
larangan monopli sama dengan larangan penimbunan barang, (ikhtikar), walaupun
seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan. Monopoli biasanya
dilakukan dengan membuat entry barrier, untuk menghambat produsen atau penjual
masuk kepasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan
keuntungan yang tinggi
Ø
Rekayasa
permintaan (Bai’an Najsy)
An-Najsy
termasuk alam kategori penipuan (tadlis)karena merekayasa permintaan, di mana
satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar
calon pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.
Ø
Suap
Suap
dilarang karena suap dapat merusak system yang ada di dalam masyarakat,
sehingga menimbulkan ketidakadilan social dan persamaan perlakuan. Pihak yang
membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
Ø
Penjual
Bersyarat / Ta’alluq
Ta’alluq
terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di mana berlakunya akad pertama
tergantung pada akad kesua : sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya
rukun (sesuatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad
Ø
Jual
beli dengan cara Talaqqi Al – Ruqban
Jual
beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang
perniagaan dan membelinya, di mana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar
atas barang daganganyang dibawanya sementara pihak pembeli mengharapkan
keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidak tahuan mereka.
1.8
PRINSIP
SISTEM KEUANGAN SYARIAH
Berikut
ini adalah prinsip system keuangan islam sebagaimana diatur melalui Al Quran
dan As Sunnah.
1.
Pelarangan Riba
2.
Pembagian risiko
3.
Tidak menganggap uang sebagai modal
potensial
4.
Larangan melakukan kegiatan spekulatif
5.
Kesucian kontrak
6.
Aktivitas usaha harus sesuai syariah
1.9
INSTRUMEN
KEUANGAN SYARIAH
Instrumen
keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagi berikut.
1.
Akad investasi yang merupakan jenis akad
tijarah dengan bentuk uncertainty contract. Kelompok akad ini adalah sebagai
berikut.
a.
Mudharabah , yaitu bentuk kerjasama
antara dua pihak atau lebih, dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal
kepada pengelola untuk melakukan kegiatan usaha dengan nisbah bagi hasil atas
keuuntungan yang diperoleh menurut kesepakatan di muka
b. Musyarakah
adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk
menggabungkanmodal dan melakukan usaha secara bersama dalam suatu kemitraan,
dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian
ditanggunf secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal
c.
Sukuk adlah surat utang yang sesuai
dengan prinsip syariah
d.
Saham syariah produknya harus sesuai
syariah
2.
Akad jual beli/sewa menyewa yang merupan
jenis akad tijarah dengan bnetuk certainty contract . Kelompok akad ini adalah
sebagai berikut
a.
Murahabah adalah transaksi penjualan
barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan yang disepakati antara
penjual dan pembeli
b.
Salam adalah transaksi jual beli di mana
barang yang diperjualbelikan belum ada
c.
Istishna memiliki system yang mirip
dengan salam, namu dalam istishna pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan
dalam beberapa kali atau ditangguhkandalam jangka waktu tertentu
d.
Ijarah adalah akad sewa menyewa antara
pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang
disewakan
3.
Akad lainnya
a.
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu
valuta dengan valuta lainnya
b.
Wadiah adalah akad penitipan dari pihak
yang mempunyai uang/ barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan
kapan pun titipan diambil pihak penerima titipan wajib menyerahkan kembali
uang/ barang titipan tersebut.
c.
Qardhul Hasan adalah pinjamn yang tidak
mempersyaratkan adanya imbalan
d.
Al-Wakalah adalah jasa pemberian kuasa dari
satu pihak ke pihak lain
e.
Kafalah adalah perjanjian pemberian
jaminan atau penaggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain
f.
Hiwalah adalah pengalihan utang atau
piutang dari pihka pertama kepada pihak lain atas dasar saling mempercayai
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim dan terjemahannya
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di
Indonesia,Salemba Empat,Jakarta 2008
www.
Google.com
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking