Pengantar
Kesadaran akan alam merupakan bagian penting yang menghantarkan
seseorang dalam suluknya. Selain hal tersebut tidak dapat dinafikan – juga
membuat seorang muslim dapat melangkah dengan menyesuaikan realitas
medianya. Ada beberapa hal penting, yang dapat menghantarkan pengertian
alam akherat – melalui contoh perjalanan manusia dari alam rahim ke alam
dunia ini. Kedua alam ini (dunia dan akherat) merupakan pokok kajian
disini. Dengan mengambil pelajaran yang telah baku dari ayat-ayat Al-Qur’an
serta hadits – Insya Allah tulisan ini dapat memberi manfaat dalam upaya
memahami kedua alam tersebut, walau tetap bersifat global dan umum.
Ilustrasi
Seseorang telah menceritakan pengalaman hidupnya didasar laut. Saat
itu, menjelang terbenam matahari dengan meminum secangkir kopi panas yang
baru dibuatnya didasar laut bebas. Sebuah keindahan tak ternilai, ketika
kopi diminum di dasar lautan dengan ikan ikan yang ikut berkeliaran
disekelilingnya. Tanpa alat penghirup udara dan dibawah kapal – beserta
binatang binatang laut, ia memakan pendukung kopi yang baru dibuatnya di
dasar lautan.
Setiap pembaca atau pendengan cerita iini dianggap sebagai lelucon
yang tak masuk akal. Pertama, bagaimana dapat seseorang bernapas dengan air
dan memasak air di dasar lautan serta minum kopi yang diselubungi oleh air.
Seluruhnya tak lebih lelucon yang dibuat-buat. Disebut lelucon karena
keadaan dan kehidupan di daratan tidak terdapat rasionalitas cerita seperti
ini.
Bila hal ini dapat dibohongkan dan menertawakan – maka banyak hal
juga karena diperkirakan seseorang tentang alam dunia dan akherat ini salah
– juga menertawakan dan menjadi lelucon besar dalam kehidupan ditengah
masyarakat. Imam Ridho as. pernah menyampaikan hal menarik dalam sebuah
haditsnya yang dimaksudnya kurang lebih sebagai berikut :
Seseorang datang kepada Allah meminta sesuatu yang tidak
diciptakan-Nya. Sahabat bertanya hal itu dapat dilakukan (meminta yang
tidak diciptakan) wahai Imam ? beliau menjawab : Ya !!, Ketika seseorang
meminta rahah (ketenangan) di dunia ini – sedangkan rasa capai dan
letih diciptakan bagi dunia dan penduduknya – sedangkan ketenangan
diperuntukkan bagi penduduk akherat."
Dari hadits diatas dapat dimengerti seseorang beribadah atau berbuat
maksiat akan tetap mengalami keadaan yang terjadi didunia ini – yaitu
menjadi lelah dan capai. Pengertian capai itu muncul karena kerja fissik
yang dilakukannya – bukan oleh sebab kebosanan atau lainnya. Secara tidak
langsung Imam Ridho as. mengajarkan pentingnya kitan mengenal dua alam
dunia dan akherat.
Banyak lagi keuntunga lainnya, dengan pengenalan kita pada akherat
mialnya. Seseorang dalam beramal shaleh dapat diibaratkan dengan seseorang
yang mengirim barang dagangannya ke alam akherat yang kelak akan menjadi
penghias rumahnya dikampung akherat. Apa yang harus kdilakukan oleh
seseorang dalam mendapatkan kepastian pengiriman barangnya sampai ke
tujuan. Pertama kali dirinya harus mengenal kehidupan akherat yang
dengannya dapat mempersiapkan behan bakunya dari dunia. Kedua, memastikan
pos-pos pengiriman pada lembaga yang terjamin. Ketiga, meneliti bahan-bahan
saat hendak mengirimkannya, Keempat, membayar upah pengiriman tersebut
sesuai aturan lembaga pos yang terjamin. Walau hal ini adalah ilustrasi –
namun betapa penting hal ini bagi kita yang hendak beramal sholeh. Demi
memastikan satu-persatu persoalan ini – kajian tentang dunia dan akherat
merupakan pokok persoalan yang penting.
Dunia Adalah
Rahim Ruh
Jika diatas contoh berkaitan dengan keuntungan yang dapat memberikan
suatu pembanding tentang dunia dan rahim sebagai pengantar contoh terhadap
alam akherat.
Seorang ibu yang mengandung dua janin kembar yang tumbuh hingga
menjelang kelahirannya. Pada saat sebelum dilahirkan, janin tersebut telah
memiliki peralatan hidung – paru-paru dan mulut. Namun keberadaannya
dirahim ibunya tidak membuat hidung – paru-paru dan mulutnya berfungsi
sebagaimana kehidupan didunia ini. Janin tersebut bernapas dan memakan
makanan melalui tali ari yang menghubungkan dirinya dalam kantong rahim ibunya.
Hal ini disebabkan keberadaan di dunia ini. Saat salah satunya telah
terlahir didunia, janin yang tinggaal menganggap saudaranya telah wafat dan
meninggal. Dan jika akan dibandingkan kelluasan alam rahim dengan alam
dunia ini luasnya tidak terkirakan. Bila janin itu dapat berpikir dan
berikhtiar tentunya cenderung untuk memilih hidup di alam dunia yang jauh
lebih luas. Namun potensi janin itu menjadi sempurna dengan tumbuhnya
peralatan tubuh yang dipersiapkan dialam rahim tersebut sehingga saat dilahirkan
dapat hidup didunia ini.
Demikian juga halnya dengan akherat, jika dalam rahim potensi itu
tumbuh tanpa ikhtiar si janin, didunia ini juga terdapat sesuatu yang
ditumbuhkan dalam diri manusia melalui ikhtiarnya. Sesuatu itu adalah
jiwanya, yang kelak akan ditemuinya dialam akherat. Pada saat manusia telah
mencapai kondisi (ajal) yang telah memenuhi persyaratan sunatullah dirinya
pergi ke alam yang lebih lluas dari alam dunia ini. Pada saat itu, kita
berkata saudara kita telah meninggal dunia. Mereka yang terlahir diakherat
dalam bentuk yang prematur juga akan mengalami kesulitan abadi, dan juga
bagi mereka yang telah menumbuhkan jiwanya, akan menemukan dirinya demikian
siap memasuki alam akheratnya, walau antara rahim dunia ini dapat dijadikan
ibrah terhadap upaya memahami alam akherat itu sendiri.
Perbedaan Dunia
Dan Akherat
Selain contoh diatas yang mendekatkan pada keadaan alam akherat,
banyak juga ayat al-Qur’an yang menjelaskan keadaan alam akherat ini.
Dengan dukungan dalil (argumentasi) aqli (rasional) dan nash – perbedaan
dunia dan akherat dapat dikategorikan pada empat pokok perbedaan.
Dunia adalah alam yang berproses, bergerak dan gerakannya menunjukkan
adanya suatu tujuan dan arah yang senantiasa sama. Tetumbuhan yang tumbuh
misalnya, dari lemah menjadi kuat dan pada titik posisi puncak kemudian
mengkerut dan lapuk. Semua proses demikian hanya terjadi pada penduduk
dunia. Sedangkan akherat berbeda sepenuhnya dengan proses seperti didunia.
Di akherat seseorang tidak menjadi tua hal ini dinyatakan rasulullah dengan
tidak adanya orang tua di sorga nantinya. Sehingga dapat disimpulkan
perbedaan utama antara dunia dan akherat – dunia adalah alam proses, dan
bersifat hancur datau fana’, sedangkan akherat bukan alam proses sehingga
disebut sebagai alam baqo. Dari pengertian ini seseorang yang mengkhayalkan
keadaan akherat dengan sungai mengalir atau kolam susu dan minum arak – tak
lebih dari cara berpikir akherat yang salah. Walau hal itu terdapat dalam
teks ayat al-Qur’an – yang pada dasarnya al-Qur’an dalam menjelaskannya
memberikan perumpamaan dan simbol-simbol. Hal itulah yang menyebabkan
banyak kalangan yang salah menilai alam akherat ini dengan menganggaapnya
sebagai alam proses.
Perbedaan lain dunia dan akherat ditinjau dari sisi hukum dan
aturannya. Dimana hukum didunia ini merupakan pelajaran dari penduduknya.
Sedangkan akherat adalah hasil akhir yang tidak ada lagi kesempatan untuk
belajar darinya. Karena itu, dunia oleh rasulullah senantiasa disebut
sebagai madrasah bagi umat manusia. Mereka yang tekun dalam mengkaji
kehidupan ini senantiasa akan menuai hasil diakherat nanti. Kesalahan dan
ujian yang menimpa manusia didunia ini tidak mendapatkan hukuman yang final
tetapi masih terdapat kesempatan-kesempatan waktu untuk memperbaikinya.
Sebaliknya akherat tidak lagi terdapat kesempatan dan ujian lagi.
Seluruhnya adalah tanggung jawab dari hasi perbuatan manusia didunia ini.
Kesalahan yang dimungkinkan muncul adalah ketika manusia melihat dunia ini
adalah kesempatan untuk melampiaskan emosi atau menganggap dunia sebagai
tujuan (terdapat dlam pandangan yang menafikan alam akherat). Kemungkinan
lainnya, muncul pada mereka yang meyakini Islam Namun salah menilai ujian
dan siksa. Dirinya melihat ujian didunia ini sebagai pembalasan Tuhan
dibumi terhadap diri seseorang. Yang dengan cara pandang seperti itu
seseorang dikategorikan sebagai muslim atau kafir. Bagi muslim, tentunya
melihat akibat perbuatan yang berdampak didunia adalah pelajaran yang
dengannya Allah menghendaki seorang muslim dapat belajar dari perbuatannya
sendiri di dunia. Sebaliknya bagi si kafir dalam bentuk akibat dari
perbuatan yang sama tidak akan dipandang sebagai pelajaran, karenanya tidak
membuat dirinya taat dan mengerti kehidupan melainkan keluhan semata.
Karena itu, akibat sebuah perbuatan didunia akan membuahkan pengertian bagi
diri muslim yang ditimpa akibat perbuatan. Disebabkan mereka memandang
dunia ini adalah madrasah – sehingga akibat perbuatan adalah teguran yang
membuat ingat akan akibatnya yang lebih besar dialam akherat nantinya.
Perbedaan lain antara dunia dan akherat adalah keterikatan pengaruh
antar individu dan sosial. Dimana pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi
secara langsung terhadap sosial masyarakatnya. Demikian sebaliknya.
Sehingga dosa seseorang dapat secara langsung berdampak kepada orang
lainnya, seperti perbuatan membunuh adakalanya yang dibunuh adalah mereka
yang tak berdosa. Perbuatan demikian tidak akan terjadi di akherat. Dimana
perbuatan seseorang tidak berkaitan dengan lainnya. Yang demikian
menunjukan perbedaan dunia –akherat adalah didunia, manusia terikat oleh
perbuatan diri dan masyarakatnya dan di akherat seluruhnya mandiri.
Kesalahan menilai dapat saja terjadi – dalam hal ini seseorang telah
berbuat kebaikan namun ditimpa musibah – kemudian merasa bahwa Tuhan tidak
berlaku adil dan tidak memperhatikannya. Kesalahan kesimpulan demikian
kkarena tidak mengerti terhadap alam keterikatan dunia ini. Dirinya lupa
bahwa Rsul sekalipun tertimpa musibah yang disebut bala’ akibat dari
perbuatan orang kafir Tha’if, sehingga wajah beliau berlumuran darah.
Demikian dengan Imam Ali as. atas dosa apa beliau dibunuh – juga pada Imam
Husein as. yang dibantai secara kejam dan sadis di padang tandus Karbala’.
Seluruhnya menunjukkan dunia memiliki keterkaitan satu dengan lainnya, yang
dengan itu – seorang muslim yang mengenai jenis akibat pperbuatan datang
dari sikap buruk dirinya atau lingkungannya.
Perbedaan lain dunia akherat adalah didunia bercampur antara mati dan
hidup, didunia terdapat benda-benda yang mati dan yang hidup bercampur dan
terpisah – sedangkan diakherat seluruhnya hidup. Seperti yang terdapat
dalam al-Qur’an bahwa tangan-tangan manusia serta kaki dan anggota tubuh
lainnya dapat berbicara. Dalam hadits Syarif dijelaskan api neraka
sekalipun memiliki kehendak dan dapat berbicara sebagaimana kita
berkehendak dabn berbicara. Yang demikian itu terjadi karena alam akherat
sepenuhnya kehidupan sejati, sedangkan alam dunia adalah tempat
bercampurnya alam kehidupan dan kematian. Kesalahan dalam menilai hal ini seperti
yang disikapkan seseorang akan dapat berargumentasi dihadapan Allah dalam
Pengadilan Mahkamah tertinggi nantinya. Dimana saksi-saksi saat itu
bukanlah mati melainkan hidup dan mendakwa dimuka Hakim dan tak satupun
yang dapat ditutupi darinya.
Manusia Terhadap
Dunia dan Akherat
Manusia terhadap dunia dan akherat diklasifikasikan menjadi empat,
yaitu :
Dunia semata
Akherat semata
Akherat alat justifikasi dunia
Dunia jembatan menuju akherat
Dari keempat kelompok ini, manusia pertama adalah manusia yang menilai
setiap fenomena kehidupan ini memiliki tujuan akhir yakni didunia itu
sendiri. Kapitalisme menunjukkan hal ini, karena itu, cara apapun dalam
upaya mendapatkan hasil didunia ini ditempuh demi tujuan-tujuan yang
bersifat material – kekuasaan ataupun kepuasan emosionalnya. Kelompok ini
tidak meyakini akherat – apalagi berpengetahuan tentang akherat. Kehidupan
ini tidak lain dari sebuah kebetulan dan sama seperti binatang melata
lainnya. Mereka melihat kekuasaan adalah segala-galanya dan berupaya mencapainya.
Dalam hal ini, agama akan dilihatnya sebagai alat kekuasaan untuk
memperkokoh dan memperteguh kekuasaan itu sendiri.
Pandangan seperti ini dapat saja terjadi pada seorang muslim, dimana
keputusan yang dibuatnya semata hanya mempertimbangkan persoalan material
dan menafikan nilai-nilai atau norma keagamaan itu sendiri. Pikirannya bila
melihat sesuatu baik itu adalah kawan atau saudaranya – yang tampak adalah
aset ekonomis yang dengan itu dia bersedia mengorbankan kemuliaan dan
bahkan kemanusiaan. Namun bila mereka dikatakan kafir niscaya menolak,
mereka berkata dengan lisannya bukan yang sebenarnya.
Kelompok kedua adalah kelompok yang sangat tidak realistis yaitu
mereka yang menganggap akherat ialah tujuan utama yang akhirnya melupakan
dunia. Kelompok yang dapat diibaratkan seseorang yang merasa sampai tujuan
– sementara dilihat duduk distasiun pemberangkatan yang sedang tidur
mendengkur. Khayal dia yang menganggap sampai, namun pada saat tersadarkan
–ia baru menyadari bahwa dirinya tidak berbuat sesuatu terhadap apa yang
ditujunya. Sebagaimana sabda Imam Ali as.
"Manusia itu tidur, ketika mati baru bangun"
Itulah gambaran yang tepat untuk kedua kelompok manusia diatas, yang
satu terlena oleh keindahan duniawi yang menyilaukan matanya sehingga tak
mengenal tujuan akhir dan yang kedua sangat berkhayal telah sampai pada
tujuan tanpa usaha dibumi ini. Praktek ini terjadi sesuai dengan isyarat
yang disampaikan oleh Rasulullah saww:
" Aku takutkan pada kalian dua hal yaitu
menuruti hawa nafsu dan memanjangkan angan angan".
Dari hadits ini jelas bahwa keduanya adalah dua kelompok yang tidak
reaalisti terhadap kehidupan ini.
Kelompok ketiga, adalah mereka yang mengenal kehidupan akherat –
namun pengetahuan nya ini tidak mencerap dalam dirinya – sehingga tampaklah
dalam dirinya upaya memperalat diri sendiri melalui ilmunya. Memutarbalikan
pengertian dibalik fakta, sehingga berada dalam kegelapan dan
ketidakjelasan persoalan, untuk mengambil keuntungan duniawi. Dan yang
disimpangsiurkan ialah hal-hal yang bersifat suci serta mulia.
Kesengajaannya untuk membuat akherat sebagai alat kepentingan dunianya.
Kepada mereka Allah SWT berfirman:
"Dan kehendak kami untuk mengangkat mereka dengan
ilmunya namun mereka lebih condong pada bumi dan mengikuti hawa nafsunya –
maka perumpamaan mereka seperti anjing yang apabila kalian beri peringatan
ataupun biarkan akan menjulurkan lidahnya. Itulah perumpamaan kaum yang
mengingkari ayat-ayat Kami, maka kisahkan kisah seperti ini agar mereka mau
memikirkan".
(QS: 7: 175 – 176)
Kelompok keempat aadalah mereka yang menganggap akherat adalah
jembatan yang keberadaannya sebagai alat untuk mencapai tujuan di akherat.
Dan untuk itu pula Allah mempersiapkan manusia di bumi ini, sebbagaimana
persiapan fisik janin yang diperuntukkan di dunia, maka jiwa manusia
diperuntukkan dialam akherat melalui jembatan pendidikan (madrasah) yang
bernama dunia. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
"Dan berlomba-lomballah dalam
mengejar kampung akherat tetapi jangan lupa urusan dunia".
Yang demikian karena dunia juga penting dalam pencapaian kesempurnaan
di alam yang lebih sempurna yakni akherat.
Doa – Tawasul –
Usaha dan Tawakal
Dari keempat pandangan diatas akan memiliki dampak penerapan yang
tersirat dalam doanya. Kelompok pertama akan berdoa kepada Allah meminta
kehidupan duia ini dengan materi-materi dan sarana-sarana semata, bahkan
terkadang doa tidak dianggap penting – yang terpenting adalah usaha dan
meyakini usaha dialah yang akan membuat berhasil – dan Allah sedikitpun
tidak memberi pertolongan padanya, dan itu juga pemikiran dia tentang
Tuhannya. Tawasul (perantara) bagi dia bukan orang-orang suci, tetapi
jabatan dan kekuasaan yang dapat mendatangkan sarana dan keuangan. Tawakal
dipandang sebagai kemampuan akhir orang yang lemah, sekedar untuk menerima
kenyataan yang tak ada hubungannya dengan Allah SWT.
Kelompok kedua, dalam doa-doa-nya biasanya tampak dengan kekaguman
pada pribadi-pribadi suci yang tak menemukan bangunan ketauladanan.
Menganggap keberhasilannya dengan doa dalam penertian sempit, sementara
tidak tampak pada dirinya usaha yang serius dalam pencapaian harapannya.
Yerkadang meminta sesuatu yang tidak realistis dan bertolak belakang dengan
kenyataan kehidupan dunia ini. Demikian dalam tawasul – pada tahapnya akan
melihat dirinya suci, dengan tidak melakukan kontak sosial ataupun
berhubungan sex (tidak menikah). Karena pengertian-pengertian inilah tampak
lusuh dirinya dan tidak mempedulikan lahiriahnya (penampilannya), bahkan
merasa perlu menghancurkan seluruh potensi fisiknya yang dengan sendirinya
usaha itu tidak menduduki proporsisebagaimana lazimnya. Dan menganggap
sikap mereka sepenuhnya sebagai sikap tawakal kepada Allah SWT semata.
Kelompok ketiga, adalah kelompok yang secara lahiriah ditampakkan
dalam kekhusu’an doa-doa dihadapan orang banyak, dan tidak dengan tujuan
tulus dihadapan Allah SWT. Demikian tawasul yang dilakukannya, bila tawasul
digunakan untuk mendekatkan dirinya kepada Allah SWT. Oleh mereka digunakan
untuk menarik perhatian agar memperoleh posisi penting ditengah masyarakatnya.
Sikap demikian tampak dengan perubahan disaat sendiri dan disaat bersama
masyarakat. Sedang usaha yang dikejarnya dengan pertimbangan keuntungan
tanpa memperdulikan lagi benar dan salah. Hukum-hukum dan syare’at agama
akan diikutinya demi tujuan-tujuan pribadi ditengah khalayak lainnya.
Demikian pula dengan tawakal, pada dasarnya praktek jiwanya tanpa
sedikitpun memiliki karakter agung ini, namun senantiasa ditampakkannya
seakan dialah orang yang paling bertawakal pada Allah SWT. Disaat sarana dunia
mengelilinginya, dialah yang berkata sebab doa dan tawakal yang senantiasa
dia lakukan, namun praktek dan perilakunya sama sekali tidak menunjukan hal
ini.
Kelompok keempat adalah mereka yang memandang doa mereka sebagaimana
Imam al-Husein as. mengajarkan :
"Tuhanku bagaimana aku berdoa
sementara aku adalah hamba-Mu, Namun karena Engkau menyerukan untuk berdoa
dan Engkau pula yang menjanjikan terkabulnya".
Yaitu mereka yang melihat apapun pekerjaan yang dilakukannya tidak
membuat kelegaan bagi Allah SWT. Dan perbuatan berdoa (menyeru atau
memohon) apapun terpandang kesalahan bagi kesadaran seorang budak dihadapan
Tuhannya. Tetapi alasan yang membuat dilakukannya doa adalah karena
perintah. Doa dipandang sebagai perintah maulanya. Karena itu doa mereka tidak
ada kaitannya dengan keinginan mencapai mencapai banyak sarana duniawi,
tetapi justru kehendak pertolongan dan kelangsungan doa yang dapat terus
menghubungkan dirinya dengan maulanya. Kerenanya doa dipandang sebagai ruh
yang senantiasa mengikuti jasadnya – yaitu usaha sungguh-sungguh di dunia
ini. Dengan melihat realitas sebagai jembatan untuk mencapai suatu tujuan.
Demikian pula perintah Allah dalam diri seorang hamba untuk memuliakan
walinya dan juga halnya pada hasil yang akan diperolehnya di dunia dan pada
kalangan irfani juga perolehan akherat. Ketidak terikatan ini, karena
dirinya melihat amalan perbuatan baiknyamerupakan akibat yang dirinya dan
pertolongan Allah adalah sebab-sebabnya. Karena itu tidak memandang indah
pada amal baiknya sendiri disebabkan wujud sebab lebih utama dari akibatnya
dan dalam pikirannya ituklah maulanya Rabbul Alamin.
Kematian
Terdapat beberapa pendekatan dalam memberi contoh keadaan seetelah
mati. Seperti bila mata melihat seseorang yang terjebak oleh api yang
kenmudian membakar tubuhnya. Teriakan rasa sakit dapat menggambarkan betapa
pedihnya derita yang ditimpa mereka yang terbakar. Sekonyong-konyong
teriakan itu terhenti dan tidak terdengar lagi. Walau dapat dipastikan
masih dalam keadaan bernapas, bekas luka bakar yang ada pada tubuhnya
menggambarkan keadaan derita yang saat tidak tersadarkan hilang dari rasa
sakit, yang disebut hilang ingatan (kesadaran). Jika didunia ini tidak
diberikan proses seseorang kehilangan kesadarannya betapa lama derita yang
akan mengenai tubuh yang terbakar. Niscaya tidak terdengar lagi berhentinya
jeritan tersebut. Sementara kematian adalah masuknya manusia pada kesadaran
puncak Dimana derita tidak akan terhenti dan terus berlangsung dialam
barzakh. Sehingga yang disebut dengan sakaratul maut adalah kesadaran baru
yang berbeda sepenuhnya dengan perkiraan sebelumnya dan mengundang derita.
Bagi manusia yang dalam hidupnya tidak pernah pentingnya studi agama, akan
melihat kenyataan ini disaat kematiannya. Imam Ali bersaabda :
"Manusia itu tidur, ketika mati
baru bangun"
Dari ini, dapat dimengerti bahwa kehidupan dunia adalah pelajaran
yang sangat dibutuhkan guna mendekatkan persepsi manusia dengan realitas
dunia dan akherat. Melalui al-Qur’an dan para Imam Ma’shum yang mendekatkan
pikiran kita pada alam dunia dan akherat yang akan membangun tatanan sosial
masyarakat di bumi menuju nilai-nilai tinggi dari jiwa kemanusiaan itu
sendiri.
Kehidupan
Sejati
Banyak kalangan menganggap kehhidupan akherat adalah kehidupan yang
jauh.Sedangkan al-Qur’an menggambarkan akherat sedemikian dekatnya. Jarak
antara perbedaan pemikiran inilah yang kemudian menjadi bahan untuk
mengkaji kehidupan sejati. Ketika alam akherat itu dipandang jauh – artinya
ma’lumat (pengetahuan) yang dimilikinya menyimpulkan hal itu, maka yang
akan timbul adalah kejenuhan dalam mencari jalan akherat. Namun bila
ma’lumat media kehidupan akherat itu dekat, niscaya kehidupan sejati itupun
akan realistis. Dalam pada itu, dengan melihat ayat-ayat yang mencirikan
penduduk ahli sorga yang senantiasa menunggu saudaranya yang akan tiba
kemudian dengan penuh harap, merupakan tanda kehidupan ini juga.
Persaudaraan muslim yang satu dengan musklaim yang lainnya mengikuti
ciri-ciri ini didunia. Sebaliknya ahli neraka bila datang mereka yang
menjadi penduduk baru neraka mereka saling menuduh – melaknat dan
menyalahkan, yang demikian juga menunjukkan ciri ahli neraka didunia ini.
Melalui media umat Islam dapat membangun sistem kehidupan surgawi yang dari
skala kecil adalah keluarga dan kemudian pada masyarakat Islami. Tentu hal
ini mendorong perjuangan jiwa manusia yang akan dilanjutkan dengan materi
tentang motivasi.
|
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking