BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Penyakit infeksi
masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia.
Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4
juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri
dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk
mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di
beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru
memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal
akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu
di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih
diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai
tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi
sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang
sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan
juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan
kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang
sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.
Kerugian yang
ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan
membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena
infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no.
129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit,
termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh
mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi
nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat
digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis
bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
Penderita yang sedang
dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar
tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum
keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini
akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan
sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang
sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial?
1.2.2
Apa sumber penularan dari infeksi nosokomial?
1.2.3
Penyakit apa saja yang disebabkan oleh infeksi nosokomial serta dampaknya?
1.2.4
Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengelola, mengendalikan, dan
mencegah infeksi nosokomial agar kasus tersebut bisa menurun?
1.3
Tujuan
Tujuan yang pertama
adalah mengetahui dan memahami definisi dari infeksi nosokomial lalu mengetahui
bagaimana cara penularan, apa saja penyebab dan dampaknya. Setelah itu upaya
apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut melalui
pengelolaan, pengendalian, dan pencegahannya.
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1
Definisi Infeksi Nosokomial
Apakah itu infeksi
nosokomial?
‘Infeksi nosokomial’
adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit
memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah
sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000
kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen
pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4
juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah
sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap
mendapat infeksi yang baru selama dirawat
Infeksi adalah proses
dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau
infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud
agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit
menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu
orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal
dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang
artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi,
infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah
sakit.
Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1.
Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang
dalam masa inkubasi infeksi tertentu.
2.
Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3.
infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu
inkubasi infeksi tersebut.
4.
Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah
sakit.
5.
Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinan
atau selama perawatan di rumah sakit.
Sumber infeksi
nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit (dokter/perawat),
pengunjung maupun lingkungan.
2.2
Cara Penularan Infeksi Nosokomial
Rantai penularan
Infeksi nosokomial
mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber.
Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara
penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak
pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai
sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’.
Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan
rantai penularan lagi.
2.2.1 Penularan secara
kontak
Penularan ini dapat
terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak
langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu,
misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A
secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan
membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda
mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan
medis oleh mikroorganisme.
2.2.2
Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui
benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit
pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah
darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
2.2.3
Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil
sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran
pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang
terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
2.2.4
Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat
terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal
bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel
pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara
internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi
perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak
mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal
(flea).
2.3
Contoh Infeksi Nosokomial
2.3.1
Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi
yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan
implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut
memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau
dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3. Ditemukan abses
4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau
dokter.
Pencegahan ILO harus
dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap,
peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh
pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial
infection control team.
2.3.2
Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih
(ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat terjadi di
saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian
luar (uretra).
Bakteri utama
penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak terdapat
pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK
karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini
lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran
kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat
menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain
yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki
maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi.
Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual
sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
2.3.2.1
Gejala
Penderita ISK mungkin
mengeluhkan hal-hal berikut:
1. Sakit pada saat atau setelah kencing
2. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak
ada atau sedikit air seni yang keluar)
3. Warna air seni kental/pekat seperti air teh,
kadang kemerahan bila ada darah
4. Nyeri pada pinggang
5. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan
infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang
rusuk, mual atau muntah)
2.3.3
Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam
aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan
infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang
angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang
dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit,
komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi
imunosupresan, dan penggunaan steroid.
2.3.3.1
Gejala
Bakteremia yang
bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat
membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis,
maka akan timbul gejala-gejala berikut:
1. Demam atau hipotermia (penurunan
suhu tubuh)
2. Hiperventilasi
3. Menggigil
4. Kulit teraba hangat
5. Ruam kulit
6. Takikardi (peningkatan denyut
jantung)
7. Mengigau atau linglung
8. Penurunan produksi air kemih.
2.3.4
Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas
berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi
saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis,
faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi
saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis,
bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit
yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun bawah.
Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling
banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak
komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
2.4
Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1.
Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian.
2.
Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3.
Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
2.5
Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui,
penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu
penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang
berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi
penyakit. Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal
dari penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1.
penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2.
petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3.
peralatan medis yang digunakan
4.
tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5.
tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar
operasi dan kamar bersalin
6.
makanan dan minuman yang disajikan
7.
lingkungan rumah sakit secara umum
Semua unsur diatas,
besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi nosokomial.
Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat ini
mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai
dari direktur,, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala
UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian
infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur
di atas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau
sistem yang bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah
atau organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada.
Dengan demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi
langsung dengan petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang
terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah Panitia
Medik Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medik di Rumah Sakit.
Adanya sebuah
organisasi dengan tugas/pekerjaan sebagai pengendali mikroba patogen, adanya
sejumlah personel disertai pembagian tuga, serta adanya sistem kerja baku, maka
tugas Panitia Medik Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing)
unsur-unsur penyebab timbulnya infeksi nosokomial.
Pencegahan artinya
jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi timbulnya
resiko. Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah
dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi
mikroba yang berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang sakit.
2.6
Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pencegahan terjadinya
Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan
dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan
disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang
cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
2.6.1
Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat
bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat
bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman.
Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur,
pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai
berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan.
Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan
status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit
melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak
menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit
harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan
serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi
air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas
matahari.11
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare
untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu
bersih dan diberi disinfektan.11
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
• Mempunyai kriteria membunuh kuman
• Mempunyai efek sebagai detergen
• Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
• Tidak sulit digunakan
• Tidak mudah menguap
• Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun
pasien
• Efektif
• tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
Pembersihan yang
rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan
benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar
90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu
yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela,
tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang
baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian
penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau
bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan
pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya
penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas
penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk
mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit
dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit
juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah
terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan
diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan
antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:
1. Mempunyai kriteria membunuh kuman
2. Mempunyai efek sebagai detergen
3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat
melarutkan minyak dan protein.
4. Tidak sulit digunakan
5. Tidak mudah menguap
6. Bukan bahan yang mengandung zat yang
berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
7. Efektif
8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
2.6.2
Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh
manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang
secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan
membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga
keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya
seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang
mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik
oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam
mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan
demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat
dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
2.6.3
Ruangan Isolasi
Penyebaran dari
infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien.
Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya
melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi
berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien
yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat
immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga
kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga
sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara
selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi,
tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi
kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka
menderita penyakit yang sama.
2.6.4
Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan
Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1.
Cuci Tangan
1.1
Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
1.2
Segera setelah melepas sarung tangan.
1.3
Di antara sentuhan dengan pasien.
2.
Sarung Tangan
2.1
Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
2.2
Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3.
Masker, Kaca Mata, Masker Muka
3.1
Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut
saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4.
Baju Pelindung
4.1
Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
4.2
Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung
dengan darah atau cairan tubuh
5.
Kain
5.1
Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
5.2
Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
6.
Peralatan Perawatan Pasien
6.1
Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung
dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan
lingkungan
6.2
Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7.
Pembersihan Lingkungan
7.1
Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam
ruang perawatan pasien
8.
Instrumen Tajam
8.1
Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
8.2
Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
8.3
Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
8.4
Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
9.
Resusitasi Pasien
9.1
Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk
menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10.
Penempatan Pasien
10.1
Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi
2.6.5
Program Pengendalian Infeksi Di RS
Dalam mengendalikan
infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program
pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu
penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus menerus
terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan
tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari
surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu
ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah
ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh
kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara
benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini,
perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang
sangat menentukan,
1. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta
Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang
jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting
adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah
dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus)
ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan
peraturan ini, peran perawat besar sekali.
1. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus
Bagi Semua Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar
Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program
ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna
kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan
mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya
ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek
epidemiologi dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh
lini program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran yang
sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian infeksi nosokomial
bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal)
ataupun dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya
resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam
melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya.
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
• Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung
dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan,
resistensi antibiotika, dan faktor alat.
• Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada:
karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat
virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien
dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita,
obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan
steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan
terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit,
banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena
infeksi dengan pengguna obat-obat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan
materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi
Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan
tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan
menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor
alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak
diganti-ganti.
• Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi
saluran kemih. Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan
penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian
ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi
inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat
tinggi.
• Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai,
tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang
telah dipakai berkali-kali.
3.1 SARAN
• Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya
yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial.
• Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi
perhatian utama agar infeksi tidak meluas.
• Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi
nosokomial.
• Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang
terintegrasi, monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi,
identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Olmsted RN. APIC Infection Control and
Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby; 1996
2. Light RW. Infectious disease, noscomial
infection. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001