Breaking News

Trending Template

Saterdag 15 November 2014

Apakah itu infeksi nosokomial

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
                        Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan  suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.


1.2       Rumusan Masalah
1.2.1    Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial?
1.2.2    Apa sumber penularan dari infeksi nosokomial?
1.2.3    Penyakit apa saja yang disebabkan oleh infeksi nosokomial serta dampaknya?
1.2.4    Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengelola, mengendalikan, dan mencegah infeksi nosokomial agar kasus tersebut bisa menurun?
1.3       Tujuan
Tujuan yang pertama adalah mengetahui dan memahami definisi dari infeksi nosokomial lalu mengetahui bagaimana cara penularan, apa saja penyebab dan dampaknya. Setelah itu upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut melalui pengelolaan, pengendalian, dan pencegahannya.

BAB 2
KAJIAN TEORI

2.1       Definisi Infeksi Nosokomial 
Apakah itu infeksi nosokomial?
‘Infeksi nosokomial’ adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Sebetulnya rumah sakit memang sumber penyakit! Di negara maju pun, infeksi yang didapat dalam rumah sakit terjadi dengan angka yang cukup tinggi. Misalnya, di AS, ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial. Di seluruh dunia, 10 persen pasien rawat inap di rumah sakit mengalami infeksi yang baru selama dirawat – 1,4 juta infeksi setiap tahun. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada 2004 menunjukkan bahwa 9,8 persen pasien rawat inap mendapat infeksi yang baru selama dirawat
Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit.
                        Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1.         Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.
2.         Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3.         infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
4.         Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
5.         Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinan atau selama perawatan di rumah sakit.
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit  (dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan.

2.2       Cara Penularan Infeksi Nosokomial

Rantai penularan
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama Odha yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit ‘tambahan’. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.


 2.2.1    Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2.2.2    Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
2.2.3    Penularan melalui udara dan inhalasi
             Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas  (staphylococcus) dan tuberculosis.
2.2.4    Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).   
2.3       Contoh Infeksi Nosokomial
2.3.1    Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1.   Keluar cairan purulen dari drain organ dalam
2.   Didapat isolasi bakteri dari organ dalam
3.   Ditemukan abses  
4.   Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2.3.2    Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
2.3.2.1   Gejala
Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
1.   Sakit pada saat atau setelah kencing
2.   Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)
3.   Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
4.   Nyeri pada pinggang
5.   Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
2.3.3    Bakterimia
            Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi imunosupresan, dan penggunaan steroid.
2.3.3.1   Gejala
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis, maka akan timbul gejala-gejala berikut: 
1.   Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh) 
2.   Hiperventilasi
3.   Menggigil 
4.   Kulit teraba hangat 
5.   Ruam kulit 
6.   Takikardi (peningkatan denyut jantung) 
7.   Mengigau atau linglung 
8.   Penurunan produksi air kemih. 
2.3.4    Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
  2.4       Dampak Infeksi Nosokomial
            Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1.       Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2.       Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3.       Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.  
2.5       Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit. Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1.         penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2.         petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3.         peralatan medis yang digunakan
4.         tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5.         tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin
6.         makanan dan minuman yang disajikan
7.         lingkungan rumah sakit secara umum
Semua unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai dari direktur,, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur di atas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau  organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi langsung dengan petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah Panitia Medik Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
Adanya sebuah organisasi dengan tugas/pekerjaan sebagai pengendali mikroba patogen, adanya sejumlah personel disertai pembagian tuga, serta adanya sistem kerja baku, maka tugas Panitia Medik Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing) unsur-unsur penyebab timbulnya infeksi nosokomial.
Pencegahan artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi timbulnya resiko. Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang sakit.
2.6       Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial
Pencegahan dari infeksi nosokomial ini diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:
• Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
• Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
• Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
• Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
• Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.
2.6.1 Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.11
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.11
Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien.
Disinfeksi yang dipakai adalah:
• Mempunyai kriteria membunuh kuman
• Mempunyai efek sebagai detergen
• Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
• Tidak sulit digunakan
• Tidak mudah menguap
• Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
• Efektif
• tidak berbau, atau tidak berbau tak enak

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:
1.   Mempunyai kriteria membunuh kuman
2.   Mempunyai efek sebagai detergen
3.   Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.
4.   Tidak sulit digunakan
5.   Tidak mudah menguap
6.   Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun pasien
7.   Efektif
8.   Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
2.6.2    Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
2.6.3    Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.

2.6.4   Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1.         Cuci Tangan
1.1       Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
1.2       Segera setelah melepas sarung tangan.
1.3        Di antara sentuhan dengan pasien.
2.         Sarung Tangan
2.1       Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
2.2        Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3.         Masker, Kaca Mata, Masker Muka
3.1       Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4.         Baju Pelindung
4.1       Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
4.2       Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5.         Kain
5.1       Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
5.2       Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
6.         Peralatan Perawatan Pasien
6.1       Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
6.2       Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7.         Pembersihan Lingkungan
7.1       Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8.         Instrumen Tajam
8.1       Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
8.2       Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
8.3       Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
8.4       Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
9.         Resusitasi Pasien
9.1       Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10.       Penempatan Pasien
10.1     Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi

2.6.5   Program Pengendalian Infeksi Di RS
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1.   Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini, perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan,
1.   Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.  
1.   Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya.

BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1      KESIMPULAN       

• Faktor- faktor yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial tergantung dari agen yang menginfeksi, respon dan toleransi tubuh, faktor lingkungan, resistensi antibiotika, dan faktor alat.
• Agen Infeksi yang kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada: karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotika, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius. Respon dan toleransi tubuh pasien dipengaruhi oleh: Umur, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan immunosupresan dan steroid, intervensi yang dilakukan pada tubuh untuk melakukan diagnosa dan terapi. Faktor lingkungan dipengaruhi oleh padatnya kondisi rumah sakit, banyaknya pasien yang keluar masuk, penggabungan kamar pasien yang terkena infeksi dengan pengguna obat-obat immunosupresan, kontaminasi benda, alat, dan materi yang sering digunakan tidak hanya pada satu orang pasien. Resistensi Antibiotika disebabkan karena: Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, dosis antibiotika yang tidak optimal, terapi dan pengobatan menggunakan antibiotika yang terlalu singkat, dan kesalahan diagnosa. Faktor alat, dipengaruhi oleh pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti.
• Macam penyakit yang disebabkan oleh infeksi nosokomial, misalnya Infeksi saluran kemih. Infeksi ini merupakan kejadian tersering, dihubungkan dengan penggunaan kateter urin. Nosokomial pneumonia, terutama karena pemakaian ventilator, tindakan trakeostomy, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Nosokomial bakteremi yang memiliki resiko kematian yang sangat tinggi.
• Mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit terutama dari dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
3.1  SARAN

• Eliminasi dan kurangi perkembangan agen penyebab infeksi dan faktor lainnya yang menyebabkan perkembangan infeksi nosokomial.
• Penybaran infeksi nosokomial terutama dari udara dan air harus menjadi perhatian utama agar infeksi tidak meluas.
• Mengurangi prosedur-prosedur invasif untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
• Pencegahan terjadinya Infeksi Nosokomial memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program untuk mengawasi kejadian infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

DAFTAR PUSTAKA

1.   Olmsted RN. APIC Infection Control and Applied Epidemiology: Principles and Practice. St Louis, Mosby; 1996
2.   Light RW. Infectious disease, noscomial infection. Harrison’s Principle of Internal Medicine 15 Edition.-CD Room; 2001

4.   http://riana-a-h-fkm10.web.unair.ac.id/artikel_detail-41324-ADMINISTRASI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS-Infeksi Nosokomial RumahSakit.htm


Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking

Designed By VungTauZ.Com