MENGOPTIMALKAN DAYA
UBAH
(Sumber : Tabloid MQ
EDISI 02/TH.II/JUNI 2001)
Mengubah perilaku
ternyata tidak cukup hanya dengan contoh, akan tetapi kita juga harus mau
mendidik, melatih, dan membina secara sistematis, berkesinambungan, dan terus
menerus. Seorang pemimpin haruslah punya kesabaran dalam mendidik, membimbing,
melatih, dan membina yang dipimpinnya dengan penuh kasih sayang. Bahkan dia
harus memiliki kesabaran pangkat tiga. Sabar, sabar, dan sabar. Sungguh, proses
itu adalah bagian dari perubahan, pepatah mengatakan ‘ala bisa karena biasa’.
Karenanya, daripada membeli barang-barang di rumah yang mahal-mahal dan tidak
terlalu diperlukan, lebih baik uangnya digunakan untuk mendidik anak, melatih
anak ita supaya mampu hidup lebih baik.
Sebuah illustrasi,
suatu waktu ada sebuah keluarga sederhana yang sungguh sangat mengesankan. Di
rumahnya tidak banyak barang berharga, tidak ada barang mewah, tapi semua
anak-anaknya ternyata bisa menyelesaikan kuliah S-1, S-2, bahkan S-3 dengan
baik. Akhlaknya juga bagus. Ketika ditanya, "Saya lihat penghasilan Bapak
lebih dari cukup, tapi kenapa keluarga Bapak nampak begitu sederhana?". Si
Bapak ini menjawab terus terang, "Penghasilan yang saya dapat selama ini
saya kumpulkan supaya anak-anak saya bisa belajar terus menerus, bisa berlatih
terus menerus dan bisa terdidik terus menerus. Prioritas keluarga kami bukan
membeli barang-barang yang bagus. Yang terpenting adalah bagaimana agar
anak-anak kami punya kesempatan untuk terus melatih diri."
Subhanallaah,
demikian indahnya kebersamaan sebuah keluarga yang memiliki komitmen yang luar
biasa akan penambahan ilmu pengetahuan.
Sembari mendidik dan
melatih, maka semestinya kita buat pula aturan atau sistem. Buatlah aturan di
rumah kita, di kantor kita, di organisasi kita, atau dimana pun agar orang lain
bisa terbantu untuk berubah sesuai yang diinginkan. Suatu sistem akan segera
hancur berantakan jika tidak memiliki aturan main. Jalan raya yang tanpa
aturan, akan kacau balau, macet dimana-mana. Setiap orang berebutan, saling
mendahului, dan berhenti dimana saja. Tanpa aturan, semua berantakan. Karenanya
semua harus ada aturannya.
Begitu pun rumah
tangga yang tidak memiliki aturan main yang benar, yakin sekali rumah tangga
yang semacam ini akan segera hancur. Anak tidak dididik agama secara serius,
ibadah dibiarkan semaunya, dan tidak diberi contoh yang benar oleh orang
tuanya. Saat-saat bersama di rumah tidak ada aturannya. Tidak punya aturan yang
real bagaimana mendidik anak menjadi lebih baik. Karenanya rumah tangga yang
tidak punya komitmen untuk sebuah aturan bahkan lagi tidak tahu aturan, akan cenderung
saling menyakiti, saling melukai, dan saling menghancurkan.
Tegakkanlah aturan
yang adil, yang dibuat atas kesepakatan bersama. Lingkungan kerja kita harus
merupakan sistem yang kondusif yang dapat membantu orang berubah menjadi lebih
baik. Haruslah terjadwal jam berapa baca Al Qur’an, jam berapa bersama
memecahkan masalah, jam berapa bertukar pikiran, jam berapa harus
bersilaturahmi, jam berapa harus bercengkerama, dan lain sebagainya. Kita harus
membuat aturan yang jelas. Yakinlah bahwa rumah tangga yang tidak punya aturan,
tidak punya sistem yang bagus, lambat laun akan berantakan dan menderita.
Semua perubahan ini
akan berarti lagi jika didukung oleh kekuatan ruhiyah, yaitu do’a. Dan ternyata
orang bisa berubah dengan kekuatan do’a. Ingatlah bahwa do’a adalah pengubah
takdir. Banyak hal yang tidak bisa dilakukan dengan kekuatan fisik, tapi
yakinlah bahwa Allah SWT Maha Menguasai, Maha Pembolak-balik hati setiap
makhluk-Nya.
Karenanya, luar biasa
sekali kekuatan do’a ini. Betapa tidak? Rumah tangga yang tidak tegak
ibadahnya, rumah tangga yang jauh dari agama, rumah tangga yang tidak menambah
ilmu dengan baik, akan segera dipusingkan oleh bergelombanngya masalah yang
datang.
Sama saja dengan
perusahaan yang karyawannya jarang shalat, aturan tidak ditaati, pimpinan tidak
memberi contoh yang baik, bersiap-siaplah untuk segera bangkrut. Kondisi negara
kita saat ini pun demikian, kehilangan contoh suri tauladan, pendidikan SDM-nya
tidak jelas mau dibawa kemana, sistemnya juga berantakan, dan sebagian lagi,
ibadahnya juga semrawut. Jangan heran jika yang kita dapati adalah derita demi
derita, kehinaan demi kehinaan, naudzubillaah.
Karena itu, kekuatan
ibadah, kekuatan do’a, kekuatan munajat harus menjadi tulang punggung, menjadi
senjata untuk mengubah anak-anak juga teman-teman kita menuju arah kebaikan.
Tegakkanlah di rumah tangga kita aturan dengan baik, panjatkan pula do’a secara
terus menerus, melimpah dari lisan kita. Bantu agar orang lain menjadi lebih
baik. Buat aturan yang benar, kondusif, dan pastikan diri kita jadi contoh.
Mudah-mudahan hidup yang cuma sekali-kalinya ini bisa bermamfaat dengan
mengubah orang lain menuju kebaikan.
Rasulullah SAW itu
meskipun sedikit bicaranya, tapi jadi monumental sampai sekarang dalam bentuk
hadits. Hal ini terjadi karena pribadinya sungguh luar biasa. Bermilyar kata
terungkap dari pribadinya. Ketulusan beliau dalam mengajak orang lain berbuat
lebih baik, membuat pribadi dan kata-katanya tersimpan di hati orang lain.
Ingat baik-baik, hati hanya bisa disentuh oleh hati lagi. Emosional dalam
memberi contoh, emosional dalam mendidik, emosional dalam membuat aturan,
emosional dalam bersikap, tidak akan masuk ke hati orang lain, bahkan justru
akan membuat hati mereka terluka.
Seharusnya diri
pribadi kita ini terus menerus melimpah pancaran bagai mata air, menggelegak
kasih sayang kita kepada orang lain. Setiap melihat orang yang berlumur dosa,
ada keinginan di hati kita agar orang tersebut bisa bertaubat. Melihat orang
yang tersesat di jalan Allah, ada keinginan hati ini agar orang tersebut dapat
tuntunan supaya selamat dunia dan akhiratnya. Melihat orang yang nakal, ingin
hati ini agar dia menjadi shaleh. Jangan pernah hidup dalam kebencian dan
kedendaman. Kebencian dan kedendaman dalam mebuat contoh, aturan, nasihat, dan pelatihan
yang dilakukan, tidak akan berarti apapun.
Sistem pelatihan yang
penuh kemarahan semacam Ospek, tidak akan berhasil dengan baik kalau para
mentornya, para panitianya melakukan segala bentuk kegiatannya dengan penuh
kemarahan, angkara murka, tidak jadi suri tauladan yang baik. Apa yang
diharapkan oleh mahasiswa baru dari para kakak kelasnya kalau mereka
berperilaku semacam itu? Tidak ada perubahan kecuali dengan hati yang tulus,
suri tauladan yang nyata.
Mudah-mudahan kita
semua dapat mengevaluasi diri masing-masing. Hidup cuma sekali, kenangan
terindah bagi anak-anak kita adalah kepribadian ayah ibunya yang benar-benar
mulia. Kenangan terindah bagi masyarakat di sekitar kita adalah kearifan diri
kita. Jangan sampai orang sibuk membicarakan contoh keburukan pribadi kita,
naudzubillaah.
Jangan Lupa Jempolnya/Like
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking