Menjaga Akhlak kepada
Allah
K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa.Gym)
K.H. Abdullah Gymnastiar (Aa.Gym)
Mudah-mudahan ALLAH
SWT yang Maha Mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya, menolong kita agar
dapat mengetahui kekurangan yang harus diperbaiki, memberitahu jalan yang harus
ditempuh, dan memberikan karunia semangat terus-menerus sehingga kita tidak dikalahkan
oleh kemalasan, tidak dikalahkan oleh kebosanan, dan tidak dikalahkan oleh hawa
nafsu.
Dan mudah-mudahan
pula warisan terbaik diri kita yang dapat diwariskan kepada keluarga,
keturunan, dan lingkungan adalah keindahan akhlak kita. Karena ternyata keislaman
seseorang tidak diukur oleh luasnya ilmu. Keimanan seseorang tidak diukur oleh
hebatnya pembicaraan. Kedudukan seseorang disisi ALLAH tidak juga diukur oleh
kekuatan ibadahnya semata. Tapi semua kemuliaan seorang yang paling benar
Islamnya, yang paling baik imannya, yang paling dicintai oleh ALLAH, yang
paling tinggi kedudukannya dalam pandangan ALLAH dan yang akan menemani
Rasulullah SAW ternyata sangat khas, yaitu orang yang paling mulia akhlaknya.
Walhasil sehebat
apapun pengetahuan dan amal kita, sebanyak apapun harta kita, setinggi apapun
kedudukan kita, jikalau akhlaknya rusak maka tidak bernilai. Kadang kita
terpesona kepada topeng duniawi tapi segera sesudah tahu akhlaknya buruk,
pesona pun akan pudar.
Yakinlah bahwa
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini
dinyatakan sendiri oleh beliau ketika menjawab pertanyaan seorang sahabatnya,
"Mengapa engkau diutus ke dunia ini ya Rasul?". Rasul menjawab,
"Innama buitsu liutamimma makarimal akhlak" "Sesungguhnya
aku diutus ke dunia hanyalah untuk menyempurnakan akhlak".
Sayangnya kalau kita
mendengar kata akhlak seakan fokus pikiran kita hanya terbentuk pada senyuman
dan keramahan. Padahal maksud akhlak yang sebenarnya jauh melampaui sekedar
senyuman dan keramahan. Karenanya penjabaran akhlak dalam perilaku sehari-hari
bukanlah suatu hal yang terpecah-pecah, semua terintegrasi dalam satu kesatuan
utuh, termasuk bagaimana akhlak kita kepada ALLAH.
Akhlak kita kepada
ALLAH SWT harus dipastikan benar-benar bersih. Orang yang menjaga akhlaknya
kepada ALLAH, hatinya benar-benar putih seperti putihnya air susu yang tidak
pernah tercampuri apapun. Bersih sebersih-bersihnya. Bersih keyakinannya, tidak
ada sekutu lain selain ALLAH. Tidak ada satu tetes pun di hatinya meyakini
kekuatan di alam semesta ini selain kekuatan ALLAH SWT sehingga ia sangat jauh
dari sifat munafik.
Bagaimanakah sifat
orang munafik itu? Berikut ini kita kutif tulisan dari Imam Al Ghazali
yang menuturkan ucapan Imam Hatim Al Ashom, seorang ulama yang shalih
ketika mengupas perbedaan antara orang mukmim dengan orang munafik.
"Seorang mukmin
senantiasa disibukan dengan bertafakur, merenung, mengambil pelajaran dari
aneka kejadian apapun di muka bumi ini, sementara orang munafik disibukan
dengan ketamakan dan angan-angan kosong terhadap dunia ini.
Seorang mukim
berputus asa dari siapa saja dan kepada siapa saja kecuali hanya kepada ALLAH,
sementara orang munafik mengharap dari siapa saja kecuali dari mengharap kepada
ALLAH.
Seorang mukmin merasa
aman, tidak gentar, tidak takut oleh ancaman siapa pun kecuali takut hanya
kepada ALLAH karena dia yakin bahwa apapun yang mengancam dia ada dalam
genggaman ALLAH, di lain pihak orang munafik justru takut kepada siapa saja
kecuali takut kepada ALLAH, naudzhubilah, yang tidak dia takuti malah
ALLAH SWT.
Seorang mukmin
menawarkan hartanya demi mempertahankan agamanya, sementara seorang munafik
menawarkan agamanya demi mempertahankan hartanya.
Seorang mukmin
menangis karena malunya kepada ALLAH meskipun dia berbuat kebajikan, sementara
seorang munafik tetap tertawa meskipun dia berbuat keburukan.
Seorang mukmin senang
berkhalwat dengan menyendiri bermunajat kepada ALLAH, sementara seorang munafik
senang berkumpul dengan bersukaria bercampur baur dengan khalayak yang tidak
ingat kepada ALLAH.
Seorang mukmin ketika
menanam merasa takut jikalau merusak, sedangkan seorang munafik mencabuti
seraya mengharapkan panen.
Seorang mukmin
memerintahkan dan melarang sebagai siasat dan cara sehingga berhasil
memperbaiki, larangan dan perintah seorang mukmin adalah upaya untuk
memperbaiki sementara seorang munafik memerintah dan melarang demi meraih
jabatan dan kedudukan sehingga dia malah merusak, naudzhubillah".
Ah, Sahabat. Nampak
demikian jauh beda akhlak antara seorang mukmin dengan seorang munafik. Oleh
karenanya kita harus benar-benar berusaha menjauhi perilaku-perilaku munafik
seperti diuraikan di atas. Kita harus benar-benar mencegah diri kita untuk
meyakini adanya penguasa yang menandingi kebesaran dan keagungan ALLAH. Kita
harus yakin siapa pun yang punya jabatan di dunia ini hanyalah sekedar makhluk
yang hidup sebentar dan bakal mati, seperti halnya kita juga. Jangan
terperangah dan terpesona dengan kedudukan, pangkat, dan jabatan, sebab itu
cuma tempelan sebentar saja, yang kalau tidak hati-hati justru itulah yang akan
menghinakan dirinya.
Sayangnya kalau kita
simak di media massa sekarang, sepertinya ada sesuatu yang menyedihkan dimana
cara menyampaikan pendapat, kritik, dan saran serta koreksi dilakukan dengan
akhlak yang kurang terpuji, kotor, kasar, dan nista. Saling memukul, saling
menjatuhkan, saling mencemarkan, dan saling membeberkan aib. Apa yang dicari?
Padahal kalaulah didapat jabatannya, baik presiden, menteri, gubernur,
walikota, rektor, atau dekan di kampus, asal tahu saja bahwa jabatan yang
disandang itu tidak akan lama, hanya beberapa tahun saja dan kalau tidak
hati-hati justru aibnya tetap melekat lama. Harusnya kita anggap semuanya
biasa-biasa saja, anggap sebagai hiburan yang justru kalau tidak hati-hati,
pangkat dan jabatan itulah yang akan mencemarkan, menjatuhkan, dan menghinakan
kedudukan dunia dan akhirat kita.
Karenanya jangan
terperangah melihat orang punya kedudukan, sebab itu cuma tempelan ringan yang
berat tanggung jawabnya. Jangan pula mendatangi orang yang dianggap memiliki
kekuatan dahsyat sehingga kita merasa aman. Para dukun, ahlik klenik, tukang
sihir, atau paranormal, mereka sama saja dengan kita yaitu makhluk yang pasti
binasa. Mereka hanya orang lapar yang mencari makan dengan menjadi dukun atau
yang sejenisnya. Seharusnya kalau mereka hebat, tidak usah mencari nafkah
dengan seperti itu. Pernah suatu ketika ada seseorang yang mengaku ahli
pengobatan yang ternyata hanya menjual kata-kata, pengobatan yang dia maksudkan
ternyata berasal dari obat yang dia beli di apotek dan dijual kembali dengan
harga berpuluh dan beratus kali lipat dari harga aslinya.
Makanya jangan yakini
kekuatan dukun atau kekuatan paranormal, untuk apa? Mereka hanya sekedar
makhluk yang hidup sebentar dan lama-lama akan binasa. Bagi kita hidup di dunia
hanya mampir sebentar, sehingga yang paling patut harus kita lakukan adalah
mempersiapkan bekal untuk kepulangan kita nanti. Oleh karenanya ketika kita
memandang manusia adalah hal yang biasa-biasa saja. Hanya ALLAH-lah segala-galanya,
Dia penguasa tunggal, Dia Pemilik, Penggenggam, Penentu satu-satunya tiada yang
lain selain ALLAH Azza wa Jalla.
Bulatkan dan
bersihkan hati kita hanya kepada ALLAH dengan dibuktikan oleh kesungguhan
ibadah dan amal kita. Sehingga tidak usah menyimpan keris sekecil apapun di
rumah kita hanya untuk menjadi penolak bala. ALLAH yang Mahaagung dan Mahakuasa
dapat menolong kita tanpa harus kita menyimpan jimat. Tidak usah pakai susuk,
untuk apa? Susuk itu katanya nama sejenis keluarga jin, yaitu Shuk-shuk.
Tidak usah pula memelihara tuyul untuk mendatangkan rizki. ALLAH Mahakaya untuk
menjamin makhluk-makhluknya sekalipun tanpa bantuan makhluk jin atau yang
sejenisnya. Insya ALLAH orang yang bersih keyakinannya tiada yang akan dituju
selain ALLAH.
Nah, Sahabat.
Tiadalah yang dituju selain ALLAH, tiadalah yang diharap selain harap dari
ALLAH, tiadalah yang ditakuti selain hanya ALLAH, tiadalah yang dimaksud selain
ALLAH, tiadalah yang bulat mencuri hati selain ALLAH. Orang yang bersih
tauhidnya, itulah yang benar akhlaknya, insya ALLAH. Sebab baik amalnya, ramah,
dan dermawan orangnnya tetapi dia termasuk orang yang menyekutukan ALLAH, maka
dia tidak termasuk orang yang berakhak mulia. ***
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking