Breaking News

Trending Template

Saterdag 15 November 2014

SOEKARNO : NEGARA NASIONAL DAN CITA-CITA ISLAM (1953)
PIDATO DI U.I. 7 MEI 1953



Jangan pecah persatuan kita dan jikalau kukata “ pecah persatuan kita”, kalau aku berkata demikian, itu berarti pecah, gugur, meledak musnah negara kita yang telah kita perjuangkan bersama ini dengan segenap penderitaan dan segenap kurbanan yang hebat-hebat. Kembalilah kepada persatuan. Aku sama sekali sebagai berulang-ulang kukatakan – tidak pernah melarang sesuatu orang mempropagandakan ideologinya. Tetapi ingat, persatuan mutlak, persatuan mutlak, accenten leggen (menitik beratkan) kepada persatuan, jangan diruncing-runcingkan. Aku ingat kepada kaum Kristen, kaum kristen, bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum kristen mati gugur dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan ini.
Apakah yang menjadi harapan kaum kristen itu, saudara-saudara, yang kita pantas juga menghargai kurbanan-kurbanan mereka itu?. Harapan mereka itu ialah bahwa mereka bersama-sama dengan kita semuanya menjadi anggota daripada kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka. Jangan memakai istilah minoritcit. Jangan ! Kaum Kristen tidak mau disebut dirinya minoritcit Wij Hebben Govechten Nict om cen minoritcit to worden. (kita berjuang tidak bermaksud untuk dijadikan minoritas). Kaum Kristen berkata; Wij Hebben Onze Zonen prijsgegeven nict om cen minoritcit to worden ( Kita relakan pengorbanan putera-putare kami hanya sekedar menjadi golongan minoritas). Apakah yang engkau kehendaki? Yang dikehendaki ialah sama-sama menjadi anggota alim ulama, sama dengan pemuda-pemudi, sama dengan pegawai, semua zonder perkecualian : warga negara Republik Indonesia, semua zonder minoritcit minoritcitan, atau mayoritcit mayaoritcitan.
Tidaklah Islam saudara-saudara, malahan sebenarnya di dalam hal ini accenten leggen (Menitik beratkan ) kepada musyawarah; aku menjawab pertanyaan saudara Dachlan Ranuwiharjo. Bagaimana duduknya dengan demokrasi kembali aku minta tolong kepada alim ulama. Aku tidak pernah menjumpai perkataan “tem steman " voting) dengan demokrasi di dalam istilah Islam. Aku sekedar menjumpai musyawarah. Apabila aku tidak pernah menjumpai istilah "stem steman" Memang yang dianjurkan oleh Islam adalah musyawarah, aku yang mesti menang tidak! Demokrasi memang sebenarnya demokrasi yang kita maksudkan bukanlah graadmeter daripada suatu waarhcid (parameter nilai kebenaran) Demokrasi kita bukan sekedar de helft plus heclt altijd gelijk (separoh tambah satu suara pasti benar).
Demokrasi bagi kita ialah musyawarah, kita mengadakan demokrasi untuk menunjukkan dengan terang ke dunia iuran untuk mengisyaratkan diri kita dengan terang ke dalam, bahwa kita tidak menghendaki otokrasi. Bahwa kita tidak menghendaki TEOKRASI – ingin saya ulangi Islam tidak menghendaki teokrasi, tidak menghendaki sesuatu golongan menghikmati/menghakimi (?), mengusai golongan lain. MOHAMAD NATSIR : Memulihakan kepercayaan terhadap Demokrasi (1956) Pidato pada peringatan 11 tahun berdirinya Partai “Masyumi 7 November 56.” Jikalau kita sudah menetapkan bahwa demokrasi adalah satu satunya sistem yang dapat memelihara Republik dan apabila sudah yakin bahwa diktatur bukanlah alternatif yang harus dipilih maka soal pokok yang harus dipecahkan oleh tiap-tiap demokrat, ialah mampukah generasi pendukung demokrasi sekarang ini mengembalikan kepercayaan yang mulai retak kepada sistem demokrasi itu? Sanggupkan pendukung-pendukung cinta demokrasi pada saat sekarang ini menunjukkan bukti yang nyata, bahwa demokrasi juga mampu untuk bertindak tegas dan tepat untuk menyelesaikan persoalan-persoalan negara?.
Menjawab persoalan ini, adalah menjawab persoalan demokrasi, dan dengan demikian menjawab persoalan berdiri atau jatuhnya Republik Indonesia ini. Ini persoalannya dalam perumusan yang tajam. Hendaklah kita insyafi bahwa demokrasi itu adalah suatu sistem yang sulit. Memang lebih sulit dari lain-lain sistem. Tetapi kita harus berani menghadapi kesulitan-kesulitan itu, bila satu kali jalannya sudah ditempuh. Kita harus berani mengatasi bahaya-bahaya yang bertemu di tengah-tengah jalan. Kalau tidak awas memang demokrasi itu mungkin meluncur kearah anarchie. Dalam rangka ini saya ingat kepada apa yang telah diperingatkan oleh saudara Syafrudin Prawiranegara lima tahun lalu, dalam analisa yang bernama “Indonesia di persimpangan jalan” Ia mengatakan : bahwa : “ Apabila para pemimpin rakyat pada satu saat tidak sanggup lagi bekerja betul-betul untuk kepentingan rakyatnya: apabila kedudukan atau kursi sudah menjadi tujuan bukan lagi menjadi alat, maka yang akan mengancam negara kita ialah : bahwa: “Demokrasi tenggelam dalam”KOALISI” dan kemudian”koalisi” dimakan oleh “anarchie” dan “anarchie” diatasi oleh golongan-golongan yang bersenjata “ Demikianlah saudara Syafrudin Prawiranegara. Dan kalau sudah sampai demikian itu, maka dengan mau tak mau kita toh terjerumus kepada diktatur, malapetaka yang harus kita hindarkan.
Baiklah masing-masing kita, kalau perlu dalam kamar masing-masing dengan sendirian, memeriksa apakah sesungguhnya tindakkan yang telah kita lakukan atas nama demokrasi, apakah benar-benar diri kita masing-masing sudah bersih dan murni. Apakah memang telunjuk runcing kita yang amat gemar menunjukkannya kekiri ke kanan sekelilingnya kita itu, betul-betul tidak pernah perlu sekali-kali di belokkan kepada diri pribadi atau golongan kita sendiri. Kalau sudah masing-masing kita berani dengan hati yang tulus ikhlas memeriksa diri kita masing-masing, dan sudah bertekad untuk meninggalkan cara-cara lama dan menempuh cara-cara yang lebih sehat untuk kepentingan kita bersama, maka barulah ada harapan untuk membuka jalan keluar

(LIGA MAHASISWA NASIONAL UNTUK DEMOKRASI BENTUK DEWAN MAHASISWA, REBUT DEMOKRASI SEJATI)


Geen opmerkings nie:

Plaas 'n opmerking

Designed By VungTauZ.Com