SOEKARNO : NEGARA NASIONAL DAN CITA-CITA
ISLAM (1953)
PIDATO DI U.I. 7 MEI 1953
Jangan
pecah persatuan kita dan jikalau kukata “ pecah persatuan kita”, kalau aku
berkata demikian, itu berarti pecah, gugur, meledak musnah negara kita yang
telah kita perjuangkan bersama ini dengan segenap penderitaan dan segenap
kurbanan yang hebat-hebat. Kembalilah kepada persatuan. Aku sama sekali sebagai
berulang-ulang kukatakan – tidak pernah melarang sesuatu orang mempropagandakan
ideologinya. Tetapi ingat, persatuan mutlak, persatuan mutlak, accenten leggen
(menitik beratkan) kepada persatuan, jangan diruncing-runcingkan. Aku ingat
kepada kaum Kristen, kaum kristen, bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan
seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum kristen mati gugur dalam pertempuran
mempertahankan kemerdekaan ini.
Apakah yang menjadi
harapan kaum kristen itu, saudara-saudara, yang kita pantas juga menghargai
kurbanan-kurbanan mereka itu?. Harapan mereka itu ialah bahwa mereka
bersama-sama dengan kita semuanya menjadi anggota daripada kesatuan bangsa
Indonesia yang merdeka. Jangan memakai istilah minoritcit. Jangan ! Kaum
Kristen tidak mau disebut dirinya minoritcit Wij Hebben Govechten Nict om cen
minoritcit to worden. (kita berjuang tidak bermaksud untuk dijadikan
minoritas). Kaum Kristen berkata; Wij Hebben Onze Zonen prijsgegeven nict om
cen minoritcit to worden ( Kita relakan pengorbanan putera-putare kami hanya
sekedar menjadi golongan minoritas). Apakah yang engkau kehendaki? Yang
dikehendaki ialah sama-sama menjadi anggota alim ulama, sama dengan
pemuda-pemudi, sama dengan pegawai, semua zonder perkecualian : warga negara
Republik Indonesia, semua zonder minoritcit minoritcitan, atau mayoritcit
mayaoritcitan.
Tidaklah Islam
saudara-saudara, malahan sebenarnya di dalam hal ini accenten leggen (Menitik
beratkan ) kepada musyawarah; aku menjawab pertanyaan saudara Dachlan
Ranuwiharjo. Bagaimana duduknya dengan demokrasi kembali aku minta tolong
kepada alim ulama. Aku tidak pernah menjumpai perkataan “tem steman "
voting) dengan demokrasi di dalam istilah Islam. Aku sekedar menjumpai
musyawarah. Apabila aku tidak pernah menjumpai istilah "stem steman"
Memang yang dianjurkan oleh Islam adalah musyawarah, aku yang mesti menang
tidak! Demokrasi memang sebenarnya demokrasi yang kita maksudkan bukanlah
graadmeter daripada suatu waarhcid (parameter nilai kebenaran) Demokrasi kita
bukan sekedar de helft plus heclt altijd gelijk (separoh tambah satu suara
pasti benar).
Demokrasi bagi kita
ialah musyawarah, kita mengadakan demokrasi untuk menunjukkan dengan terang ke
dunia iuran untuk mengisyaratkan diri kita dengan terang ke dalam, bahwa kita
tidak menghendaki otokrasi. Bahwa kita tidak menghendaki TEOKRASI – ingin saya
ulangi Islam tidak menghendaki teokrasi, tidak menghendaki sesuatu golongan
menghikmati/menghakimi (?), mengusai golongan lain. MOHAMAD NATSIR :
Memulihakan kepercayaan terhadap Demokrasi (1956) Pidato pada peringatan 11
tahun berdirinya Partai “Masyumi 7 November 56.” Jikalau kita sudah menetapkan
bahwa demokrasi adalah satu satunya sistem yang dapat memelihara Republik dan
apabila sudah yakin bahwa diktatur bukanlah alternatif yang harus dipilih maka
soal pokok yang harus dipecahkan oleh tiap-tiap demokrat, ialah mampukah
generasi pendukung demokrasi sekarang ini mengembalikan kepercayaan yang mulai
retak kepada sistem demokrasi itu? Sanggupkan pendukung-pendukung cinta
demokrasi pada saat sekarang ini menunjukkan bukti yang nyata, bahwa demokrasi
juga mampu untuk bertindak tegas dan tepat untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan negara?.
Menjawab persoalan
ini, adalah menjawab persoalan demokrasi, dan dengan demikian menjawab
persoalan berdiri atau jatuhnya Republik Indonesia ini. Ini persoalannya dalam
perumusan yang tajam. Hendaklah kita insyafi bahwa demokrasi itu adalah suatu
sistem yang sulit. Memang lebih sulit dari lain-lain sistem. Tetapi kita harus
berani menghadapi kesulitan-kesulitan itu, bila satu kali jalannya sudah
ditempuh. Kita harus berani mengatasi bahaya-bahaya yang bertemu di
tengah-tengah jalan. Kalau tidak awas memang demokrasi itu mungkin meluncur
kearah anarchie. Dalam rangka ini saya ingat kepada apa yang telah
diperingatkan oleh saudara Syafrudin Prawiranegara lima tahun lalu, dalam
analisa yang bernama “Indonesia di persimpangan jalan” Ia mengatakan : bahwa :
“ Apabila para pemimpin rakyat pada satu saat tidak sanggup lagi bekerja
betul-betul untuk kepentingan rakyatnya: apabila kedudukan atau kursi sudah
menjadi tujuan bukan lagi menjadi alat, maka yang akan mengancam negara kita
ialah : bahwa: “Demokrasi tenggelam dalam”KOALISI” dan kemudian”koalisi”
dimakan oleh “anarchie” dan “anarchie” diatasi oleh golongan-golongan yang
bersenjata “ Demikianlah saudara Syafrudin Prawiranegara. Dan kalau sudah
sampai demikian itu, maka dengan mau tak mau kita toh terjerumus kepada
diktatur, malapetaka yang harus kita hindarkan.
Baiklah masing-masing kita, kalau perlu dalam
kamar masing-masing dengan sendirian, memeriksa apakah sesungguhnya tindakkan
yang telah kita lakukan atas nama demokrasi, apakah benar-benar diri kita
masing-masing sudah bersih dan murni. Apakah memang telunjuk runcing kita yang
amat gemar menunjukkannya kekiri ke kanan sekelilingnya kita itu, betul-betul
tidak pernah perlu sekali-kali di belokkan kepada diri pribadi atau golongan
kita sendiri. Kalau sudah masing-masing kita berani dengan hati yang tulus
ikhlas memeriksa diri kita masing-masing, dan sudah bertekad untuk meninggalkan
cara-cara lama dan menempuh cara-cara yang lebih sehat untuk kepentingan kita
bersama, maka barulah ada harapan untuk membuka jalan keluar
(LIGA MAHASISWA NASIONAL UNTUK DEMOKRASI
BENTUK DEWAN MAHASISWA, REBUT DEMOKRASI SEJATI)
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking