BILA DIRI SEMPIT HATI
KH. Abdullah
Gymnastiar (Aa.Gym)
Semoga ALLAH SWT
senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, yang jernih, karena
ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.
Hati yang lapang
dapat diibaratkan sebuah lapangan yang luas membentang, walaupun ada anjing,
ada ular, ada kalajengking, dan ada aneka binatang buas lainnya, pastilah
lapangan akan tetap luas. Aneka binatang buas yang ada malah makin nampak kecil
dibandingkan dengan luasnya lapangan. Sebaliknya, hati yang sempit dapat
diibaratkan ketika kita berada di sebuah kamar mandi yang sempit, baru berdua
dengan tikus saja, pasti jadi masalah. Belum lagi jika dimasukkan anjing,
singa, atau harimau yang sedang lapar, pastilah akan lebih bermasalah lagi.
Entah mengapa kita
sering terjebak dalam pikiran yang membuat hari-hari kita menjadi hari-hari
yang tidak nyaman, yang membuat pikiran kita menjadi keruh, penuh
rencana-rencana buruk. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai
kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian,
bahkan lagi dendam kesumat. Capek rasanya. Menjelang tidur, otak berpikir keras
menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada di lubuk
hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-harinya
adalah hari uring-uringan makan tak enak, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh
konsentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Ah, sahabat. Sungguh
alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati. Dia akan
mudah sekali tersinggung, dan kalau sudah tersinggung seakan-akan tidak
termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya
menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita
dengar orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata
yang dicontohkan para rosul, para nabi, para ulama yang ikhlas, orang-orang
yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan mendendam, membenci atau busuk hati.
Yang dicontohkan mereka justru pribadi-pribadi yang berdiri kokoh bagai tembok,
tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan
perilaku-perilaku rendah lainnya. Sungguh, pribadinya bagai pohon yang akarnya
menghunjam ke dalam tanah, begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan
diterjang topan sekalipun, tetap mantap tak bergeming.
Tapi orang-orang yang
lemah, hanya dengan perkara-perkara remeh sekalipun, sudah panik, amarah
membara, dan dendam kesumat. Walaupun non muslim, kita bisa mengambil pelajaran
dari Abraham Lincoln (mantan Presiden Amerika). Dia bila memilih pejabat tidak
pernah memusingkan kalau pejabat yang dipilihnya itu suka atau tidak pada
dirinya, yang dia pikirkan adalah apakah pejabat itu bisa melaksanakan tugas
dengan baik atau tidak. Beberapa orang kawan dan lawan politiknya tentu saja
memanfaatkan moment ini untuk menghina, mencela, dan bahkan menjatuhkannya,
tapi ia terus tidak bergeming bahkan berkata dengan arifnya,
"Kita ini adalah
anak-anak dari keadaan, walau kita berbuat kebaikan bagaimanapun juga, tetap
saja akan ada orang yang mencela dan menghina. Karena pencelaan, penghinaan
bukan selamanya karena kita ini tercela atau terhina. Pastilah dalam kehidupan
ini ada saja manusia yang suka menghina dan mencela".
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini hina betulan.
Jadi, ia tidak pusing dengan hinaan dan celaan orang lain. Nabi Muhammad, SAW, manusia yang sempurna, tetap saja pernah dihina, dicela, dan dilecehkan. Bagaimana mungkin model kita ini, tidak ada yang menghina ? Padahal kita ini hina betulan.
Ingatlah bahwa hidup
kita di dunia ini hanya satu kali, sebentar dan belum tentu panjang umur, amat
rugi jikalau kita tidak bisa menjaga suasana hati ini. Camkanlah bahwa kekayaan
yang paling mahal dalam mengarungi kehidupan ini adalah suasana hati kita ini.
Walaupun rumah kita sempit, tapi kalau hati kita 'plooong' lapang akan terasa
luas. Walaupun tubuh kita sakit, tapi kalau hati kita ceria, sehat, akan terasa
enak. Walaupun badan kita lemes, tapi kalau hati kita tegar, akan terasa
mantap. Walaupun mobil kita merek murahan, motor kita modelnya sederhana, tapi
kalau hati kita indah, akan tetap terhormat. Walaupun kulit kita
kehitam-hitaman, tapi kalau batinnya jelita, akan tetap mulia. Sebaliknya, apa
artinya rumah yang lapang kalau hatinya sempit?! Apa artinya Fried Chicken,
Burger, Hoka-hoka Bento, dan segala makanan enak lainnya, kalau hati sedang
membara ?! Apa artinya raungan ber-AC kalau hati mendidih ?! Apa artinya mobil
BMW, kalau hatinya bangsat ?!
Lalu, bagaimana cara
kita mengatasi perasaan-perasaan seperti ini ? Yang pertama harus kita
kondisikan dalam hati ini adalah kita harus sangat siap untuk terkecewakan,
karena hidup ini tidak akan selamanya sesuai dengan keinginan kita. Artinya,
kita harus siap oleh situasi dan kondisi apapun, tidak boleh kita hanya siap
dengan situasi yang enak saja. Kita harus sangat siap dengan situasi dan
kondisi sesulit, sepahit dan setidak enak apapun. Seperti pepatah mengatakan,
'sedia payung sebelum hujan'. Artinya, hujan atau tidak hujan kita siap.
Hal kedua yang harus
kita lakukan kalau toh ada orang yang mengecewakan kita, adalah dengan jangan
terlalu ambil pusing, sebab kita akan jadi rugi oleh pikiran kita sendiri.
Sudah lupakan saja. Yang membagikan rizki adalah ALLAH, yang mengangkat derajat
adalah ALLAH, yang menghinakan juga ALLAH. Apa perlunya kita pusing dengan
omongan orang, sampai 'doer' itu bibir menghina kita, sungguh tidak akan kurang
permberian ALLAH kepada kita. Mati-matian ia menghina, yakinlah kita tidak akan
hina dengan penghinaan orang. Kita itu hina karena kelakuan hina kita sendiri.
Nabi SAW, dihina,
tapi toh tetap cemerlang bagai intan mutiara. Sedangkan yang menghinanya, Abu
Jahal sengsara. Salman Rushdie ngumpet tidak bisa kemana-mana, Permadi,
Arswendo Atmowiloto masuk penjara. Siapa yang menabur angin akan menuai badai.
Dikisahkan ketika Nabi Isa as dihina, ia tetap senyum, tenang, dan mantap,
tidak sedikitpun ia menjawab atau membalas dengan kata-kata kotor mengiris
tajam seperti yang diucapkan si penghinanya. Ketika ditanya oleh sahabat-sahabatnya,
"Ya Rabi (Guru), kenapa engkau tidak menjawab dengan kata-kata yang sama
ketika engkau dihina, malah Baginda menjawab dengan kebaikan ?" Nabi Isa
as, menjawab : "Karena setiap orang akan menafkahkan apa yang dimilikinya.
Kalau kita memiliki keburukan, maka yang kita nafkahkan adalah keburukan, kalau
yang kita miliki kemuliaan, maka yang kita nafkahkan juga kata-kata yang
mulia."
Sungguh, seseorang
itu akan menafkahkan apa-apa yang dimilikinya. Ketika Ahnaf bin Qais
dimaki-maki seseorang menjelang masuk ke kampungnya, "Hai kamu bodoh,
gila, kurang ajar!", Ahnaf bin Qais malah menjawab, "Sudah ? Masih
ada yang lain yang akan disampaikan ? Sebentar lagi saya masuk ke kampung Saya,
kalau nanti di dengar oleh orang-orang sekampung, mungkin nanti mereka akan dan
mengeroyokmu. Ayo, kalau masih ada yang disampaikan, sampaikanlah sekarang
!".
Dikisahkan pula di
zaman sahabat, ada seseorang yang marah-marah kepada seorang sahabat nabi,
"Silahkan kalau kamu ngomong lima patah kata, saya akan jawab dengan 10
patah kata. Kamu ngomong satu kalimat, saya akan ngomong sepuluh kalimat".
Lalu dijawab dengan mantap oleh sahabat ini, "Kalau engkau ngomong sepuluh
kata, saya tidak akan ngomong satu patah kata pun".
Oleh karena itu,
jangan ambil pusing, janga dipikirin. Dale Carnegie, dalam sebuah bukunya
mengisahkan tentang seekor beruang kutup yang ganas sekali, selalu main pukul,
ada pohon kecil dicerabut, tumbang dan dihancurkan. Di tengah amukannya,
tiba-tiba ada ada seekor binatang kecil yang lewat di depannya. Anehnya, tidak
ia hantam, sehingga mungkin terlintas dalam benak si beruang ini, "Ah, apa
perlunya menghantam yang kecil-kecil, yang tidak sebanding, yang tidak
merugikan kepentingan kita".
Percayalah, makin
mudah kita tersinggung, apalagi hanya dengan hal-hal yang sepele, akan makin
sengsara hidup ini. Padahal, mau apa hidup pakai sengsara, karena justru kita
harus menjadikan orang-orang yang menyakiti kita sebagai ladang amal, karena
kalau tidak ada yang menghina, menganiaya, atau menyakiti, kapan kita bisa
memaafkan ?
Nah sahabat. Justru
karena ada lawan, ada yang menghina, ada yang menyakiti kita bisa memaafkan.
Kalau dia masih muda, anggap saja mungkin dia belum tahu bagaimana bersikap
kepada yang tua, daripada sebel kepadanya. Kalau dia masih kanak-kanak, pahami
bahwa tata nilai kita dengan dia berbeda, mana mungkin kita tersinggung oleh
anak kecil. Kalau ada orang tua yang memarahi kita, jangan tersinggung, mungkin
dia khilaf, karena terlalu tuanyua. Yang pasti makin kita pemaaf, makin kita
berhati lapang, makin bisa memahami orang lain, maka akan makin aman dan
tenteramlah hidup kita ini, subhanallah.
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking